AKHLAK
PERHATIAN SYAIKH AL-ALBANI TERHADAP MASALAH REMAJA
Generasi muda memang tiang
penyangga suatu bangsa. Ketika para remaja terbina dengan tekun, berjiwa
sholeh, dan berkepribadian baik, maka suatu bangsa akan merasakan betapa besar
kekuatan dan ketahanannya. Dan sebaliknya, bila pembinaan generasi muda
terbengkalai, mereka terlupakan, maka setidaknya, masyarakat tidak dapat
mengambil manfaat dari keberadaan mereka ini. Bahkan bisa menjadi sampah
masyarakat yang sangat mengganggu ketentraman dan keamanaan.
Berdasarkan riwayat-riwayat
dalam hadits, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam sangat memperhatikan
keberadaan para pemuda Islam zaman itu. Di antaranya yang sangat relevan dengan
kekinian, pesan beliau agar para pemuda yang sudah mampu untuk menikah. Dan
bila belum sanggup melakukannya, puasa menjadi pengganti.
Beliau juga telah
mewanti-wanti agar masa remaja tidak disia-siakan. Beliau memerintahkan supaya
masa keemasan ini dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya.
Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda:
اغْتَنِمْ خَمْساً
قَبْلَ خَمْسٍ ......وَشَبَابَكَ قَبْلَ هَرَمِكَ
"Manfaatkan lima
perkara sebelum datang lima perkara (lainnya). (Salah satunya)… (Manfaatkan)
masa remajamu sebelum dating masa tua…" [1]
Pendek kata, masa remaja
adalah masa paling besar produktifitasnya. Melalui masa ini, seorang Muslim
akan membangun kepribadian guna mengarungi kehidupan nyata.
Dari sinilah, para ulama
ditunggu peran mereka untuk menggodok pemuda Muslim. Sehingga terbentuk
generasi Islam yang berilmu, shaleh dan berkemampuan kuat untuk mengambil peran
positif di tengah masyarakat.
PERHATIAN SYAIKH AL-ALBANI
RAHIMAHULLAH TERHADAP MASALAH REMAJA
Syaikh al-Albâni
rahimahullah (wafat tahun 1420 H), pemuka ulama hadits abad ini, juga
memberikan perhatian besar terhadap para pemuda. Dikatakan oleh Syaikh DR.
‘Abdul ‘Aziz as-Sadhan bahwa banyak momen penting yang beliau lalui bersama
para remaja. Di sini, akan ditampilkan bagaimana kesabaran beliau dalam
meladeni kaum muda yang telah terkena virus takfir (mudah mengkafirkan orang),
mematahkan syubhat-syubhat (kerancuan landasan pemikiran) mereka. Berikut ini
kisahnya:
Syaikh Dr. Basim Faishal
al-Jawabirah hafizhahullah mulai berkisah:
“…Saat itu aku masih
belajar di jenjang SMA. Bersama beberapa pemuda, kami mengkafirkan kaum
muslimin dan enggan mendirikan sholat di masjid-masjid umum. Alasan kami,
karena mereka adalah masyakarat jahiliyah. Orang-orang yang menentang kami,
selalu saja menyebut-nyebut nama Syaikh al-Albâni rahimahullah, satu-satunya
orang yang mereka anggap sanggup berdialog dengan kami dan mampu melegakan kami
dengan argumen-argumen tajamnya serta mengembalikan kami ke jalan yang lurus.
Ketika Syaikh datang ke
Yordania dari Damaskus, beliau diberitahu adanya sekelompok pemuda yang
seringkali mengkafirkan kaum muslimin. Lantas mengutus saudara iparnya, Nizhâm
Sakkajha – kepada kami untuk menyampaikan keinginan beliau untuk berjumpa
dengan kami.
Dengan tegas kami jawab:
“Siapa yang ingin berjumpa dengan kami, ya harus datang, bukan kami yang datang
kepadanya”.
Akan tetapi, Syaikh panutan
kami dalam takfir memberitahukan bahwa al-Albâni rahimahullah termasuk ulama
besar Islam, ilmunya dalam dan sudah berusia tua. Ia pun mengarahkan supaya
kami lah yang mendatangi beliau.
Lantas kami pun mendatangi
beliau di rumah iparnya, Nizhâm , menjelang sholat Isya. Tak berapa lama, salah
seorang dari kami mengumandangkan adzan. Setelah iqamah, Syaikh al-Albâni
rahimahullah berkata:
“Kami yang menjadi imam
atau imam sholat dari kalian?”.
Syaikh kami dalam takfir
berujar:
“Kami meyakini Anda seorang
kafir”
Syaih al-Albâni
rahimahullah menjawab: “Kami masih yakin kalian orang-orang beriman (kaum
Muslimin)”.
Syaikh kami akhirnya
memimpin sholat. Usai sholat, Syaikh al-Albâni rahimahullah duduk bersila
melayani diskusi dengan kami sampai larut malam. Syaikh kami lah yang berdialog
dengan Syaikh al-Albâni rahimahullah. Sedangkan kami dalam rentang waktu yang
lama itu, sesekali berdiri, duduk lagi, merentangkan kaki dan berbaring.
Anehnya, kami lihat Syaikh al-Albâni rahimahullah tetap dalam posisi awalnya,
tidak berubah sedikit pun, meladeni argumen beberapa orang. Saat itu, aku
benar-benar takjub dengan kesabaran dan ketahanan beliau!!
Kemudian, kami masih mengikat
janji untuk berjumpa lagi dengan beliau keesokan hari. Sepulangnya kami ke
rumah, kami mengumpulkan dalil-dalil yang menurut kami mendukung takfir yang
selama ini kami lakukan. Syaikh al-Albâni rahimahullah hadir di salah satu
rumah teman kami. Persiapan buku dan bantahan terhadap Syaikh al-Albâni
rahimahullah telah kami sediakan. Pada kesempatan kedua ini, dialog berlangsung
setelah sholat Isya` sampai menjelang fajar menyingsing.
Perjumpaan ketiga
berlangsung di rumah Syaikh al-Albâni rahimahullah. Kami berangkat ke rumah
beliau setelah Isya. Dialog pada hari ketiga ini berlangsung sampai adzan Subuh
berkumandang. Kami mengemukakan banyak ayat yang memuat penetapan takfir secara
eksplisit. Begitu pula, hadits-hadits yang mengandung muatan sama yang
menetapkan kekufuran orang yang berbuat dosa besar. Setiap kali menghadapi
argumen-argumen itu, Syaikh al-Albâni rahimahullah dapat mematahkannya dan
justru ‘menyerang’ balik dengan membawakan dalil yang lain. Setelah itu, beliau
mengakomodasikan dalil-dalil yang tampaknya saling bertolak belakang itu,
menguatkannya dengan keterangan para ulama Salaf dan tokoh-tokoh umat Islam
terkemuka di kalangan Ahlus Sunnah wal jawamah.
Begitu adzan Subuh
terdengar, sebagian besar dari kami bergegas bersama Syaikh al-Albâni
rahimahullah menuju masjid untuk menunaikan sholat Subuh. Kami telah merasa
puas dengan jawaban Syaikh al-Albâni rahimahullah tentang kesalahan dan
kepincangan pemikiran yang sebelumnya kami pegangi. Dan saat itu juga kami
melepaskan pemikiran-pemikiran takfir tersebut, alhamdulillah. Hanya saja, ada
beberapa gelintir dari kawan kami yang tetap menolaknya. Beberapa tahun
kemudian, kami mendapati mereka murtad dari Islam. Semoga Allah Azza wa Jalla
memberikan kepada keselamatan”
Semoga Allah Azza wa Jalla
memberikan kemudahan bagi kita sekalian untuk mengambil pelajaran dari sejarah
ulama Islam.
Diadaptasi dari al-Imâm
al-Albâni, Durûs Wa Mawâqif Wa ‘Ibar hal
Syaikh ‘Abdul ‘Azîz bin
Muhammad bin ‘Abdullah as-Sadhân Dârut Tauhîd Riyadh Cet I, Th 1429H-2008M,
hal155-158