Blogger templates

PERINGATAN SEORANG MUSLIM DARI KESESATAN PENULIS BUKU MILLAH IBRAHIM (seri IV) PERINGATAN SEORANG MUSLIM DARI KESESATAN PENULIS BUKU MILLAH IBRAHIM (seri IV)


PERINGATAN SEORANG MUSLIM DARI KESESATAN PENULIS BUKU MILLAH IBRAHIM (seri IV)

penulis: Dr. Asy Syeikh Abdul Aziz bin Royyis Ar Royyis
penerjemah: Mujahid as Salafiy




MUQODDIMAH PENERJEMAH
بسم الله الرحمن الرحيم
سلام عليكم ورحمة الله وبركاته.
الحمد لله حمداً كثيراً طيباً مباركاً فيه, كما يحب ربنا ويرضى, وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له, وأشهد أن محمداً عبده ورسوله.
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam”.(Ali ‘Imran: 102).
”Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan istrinya; dan daripada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturahmi. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.” (An Nisaa’: 1).
 “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar, niscaya Allah memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu. Dan barang siapa menaati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar”. (Al-Ahzab: 70-71)
Amma Ba’du... sesungguhnya sebenar-benar ucapan adalah Kitabullah ta’ala dan sebaik-baik tuntunan adalah tuntunan Muhammad salallaahu ‘alaihi wa sallam serta seburuk-buruk urusan adalah yang diada-adakan, sedangkan setiap yang diada-adakan adalah bid’ah, dan setiap bid’ah adalah sesat serta setiap kesesatan adalah di neraka.
Setan senantiasa berupaya menggelincirkan manusia dari jalan Robbul ‘alamin dengan berbagai cara,  diantaranya dengan cara menebarkan syubhat yang merasuki jiwa – jiwa yang lurus terkhusus kawula muda yang minim pengetahuan tentang agama dan memiliki semangat yang membara dalam memperjuangkan islam. Hal ini telah dia nyatakan dan diabadikan oleh Alloh dalam al Qur’an agar manusia berhati – hati , wapada serta berupaya agar tidak terperdaya:

قَالَ فَبِمَآ أَغْوَيْتَنِى لَأَقْعُدَنَّ لَهُمْ صِرَٰطَكَ ٱلْمُسْتَقِيمَ* ثُمَّ لَءَاتِيَنَّهُم مِّنۢ بَيْنِ أَيْدِيهِمْ وَمِنْ خَلْفِهِمْ وَعَنْ أَيْمَٰنِهِمْ وَعَن شَمَآئِلِهِمْ ۖ وَلَا تَجِدُ أَكْثَرَهُمْ شَٰكِرِينَ
Iblis menjawab: "Karena Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus, kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat). (QS. Al A’rof 07:16-17)
            Dalam upaya membendung syubhat yang bertebaran terlebih di internet dan membungkam makar setan serta teman - temannya, karena tipu daya setan amatlah lemah, Alloh berfirman:
فَقَٰتِلُوٓا۟ أَوْلِيَآءَ ٱلشَّيْطَٰنِ ۖ إِنَّ كَيْدَ ٱلشَّيْطَٰنِ كَانَ ضَعِيفًا
sebab itu perangilah kawan-kawan setan itu, karena sesungguhnya tipu daya setan itu adalah lemah. (QS. An Nisa’ : 76)
            maka dengan pertolongan Alloh kami menghadirkan kepada pembaca sebuah bantahan yang ditulis oleh Dr. Asy Syeikh Abdul ‘Aziz Bin Royyis ar Royyis untuk membantah tulisan Abu Muhammad Al Maqdisiy Ishom Burqowiy yang berjudul Millah Ibrohim yang mana kitab ini banyak menjadi pegangan para takfiriyyun bahkan di puji – puji oleh pemuda – pemuda Afghanistan.
            Semoga beliau diberikan balasan oleh Alloh dengan balasan yang berlipat, menambahkan ilmu dan memanjangkan umur umur beliau guna menegakkan tauhid dan sunnah berdasakan pemahaman salaful ummah. Kami juga berdo’a agar tulisan ini bermanfaat, dapat membendung syubhat dan menjadi benteng kokoh terlebih bagi para salafiyyun. Amin yaa Mujibas Sailin

                                                                                                            Penerjemah,
                                                                                                M u j a h i  d  A s   S a l a f i y
                                                                          (pengelola www.millahmuhammad.blogspot.com)



_____________________________________________________________________________

Kesalahan ke tiga:
Pujiannya terhadap kelompok takfir dan kitab – kitab mereka seperti Juhaiman, dan menjadikan orang yang tidak sesuai dengannya dalam mengkafirkan pemerintah kaum msulimin termasuk orang yang tidak berdiri diatas tauhid. Al Maqdisiy berkata:
“dan sungguh telah Nampak dengan jelas bagi kami apa yang disebut dengan Negara Saudi, bahwa Negara tersebut telah banyak memalingkan manusia dengan kemajuannya dari tauhid dan kitab – kitabnya, bahkan telah menipu ulama’ – ulama’nya dengan menyibukkan mereka atas para penyembah kubur, sufi, dan para pelaku syirik jimat – jimat, pohon – pohon keramar dan batu keramat, akan tetapi mendiamkan dan tidak menciderai aturan tatanegaraan mereka. ”
Komentar kami: tidak lah aku menambai perkatakanku sebagaimana yang telah lalu dan apa yang diucapkan Abu Ali al Aamadiy:
Nampak dihadapan para pelajar seperti guru, padahal orang gila
            Orang bodoh namun disebut paham agama

Kesalahan ke empat:
            Abu Muhammad al Maqdisiy yang bodoh ini melarang masuk kepada pemerintah yang zholim, seraya berkata: Para salaf itu – semoga Allah meridlai mereka – melarang dari masuk pada penguasa yang dzalim, termasuk bagi orang yang ingin memerintahkan yang ma’ruf dan melarang dari yang mungkar, karena khawatir terkena fitnah mereka sehingga ia bermudahanah atau bermujamalah terhadap mereka untuk memuliakan mereka atau diam membiarkan sebagian kebatilannya atau mengakuinya, dan para salaf memandang bahwa menjauh dari mereka dan meninggalkan mereka adalah bentuk bara’ah dan pengingkaran terbaik terhadap keadaan mereka….. –selesai penukilan ucapan abu Muhammad al Maqdisiy- (hal 43)
            Komentarku (Syeikh Ar Royyis): ucapan ini menunjukkan kebodohannya,dapat ditinjau dari dua sebab:
  1. Beranggapan bahwa para salaf melarang secara muthlaq masuk pada pemerintah zholim msekipun untuk beringkarul mungkar.
  2. Beranggapan bahwa para salaf melarang masuk kepada pemerintah secara diam - diam, dan aku telah membantah ucapan ini sebagaimana ia juga mengucapkan dalam kitabnya yang hina (al Kawasyiful Jaliyyah fii Kufri Daulatis Su’udiyyah) maka siapa yang menginginkan untuk mengetahuinya maka silahkan melihatnya (bantahan kitab tersebut berjudul “Tabdid Kawasyifil ‘Anid Fii Takfirihi Lidaulatit Tauhid”, disini kami ingin memaparkan bantahan dari ucapan al Maqdisiy tersebut agar menambah faedah -insya Alloh-, pent).
Rosululloh bersabda: penghulu syuhada’ adalah Hamzah bin Abdul Muthollib, kemudian orang yang berdiri (masuk) pada pemerintah yang zholim lantas ia memerintahkan kebaikan dan mencegah kemungkaran ( HR. Al hakim dan dishohihkan Syeikh al Bani, dalam Silsilah ash Shohiha 374 )
diriwayatkan Imam Abu Hatim dari Imam darul Hijroh Anas bin Malik, bahwasanya beliau ditanya: (apakah)sesungguhnya engkau masuk kepada pemerintah yang zholim!? Lantas beliau menjawab: semoga Alloh merohmati engkau (jika aku tidak masuk) lantas siapa orang yang akan berbicara kebenaran?!!!!. (aj Jarhu wat Ta’dil 1/30)
imam Ahmad ditanya tentang keadaan Ishaq bin Rohawaih, “aku bertanya kepada engkau tentangnya, bahwasanya Ishaq memperbolehkan masuk kepada pemerintah dengan dalil sebuah hadits, lantas bolehkah aku masuk kepada mereka dan memakan gaji mereka?! Imam Ahmad menjawab: Ya boleh, Ishaq bin Rohawaih juga masuk pada pemerintah, memakan gaji mereka, mengajak mereka kepada sunnah dan mengajarkannya”. (diriwayatkan secara banyak oleh Ibnul Jauzi dalam al Jalisush sholih hal 204)
Ibnul Wazir berkata: adapun orang yang mempergauli para penguasa atau menjadi sekretaris mereka maka telah ada pemahaman semacam ini dari kalangan ulama’ terdahulu dan sekarang dari para shabat dan Tabi’in. ( ‘Awashim wal Qowashim 2/206 )
Syeikh Abdul Lathif bin Abdur Rohman bin Hasan alu Syeikh berkata: siapa yang melarang mempergauli pemerintah dengan dalil bahwa Imam Ahmad, Ibnul Mubarok dan Sufyan serta selain mereka, maka jawabannya adalah bahwasanya mereka itu tidak mau mempergauli pemerintah dengan sebab kezuhudan mereka bukan sebab larangan. ( Majmu’ Rosail wal Masail 3/229 )

Kesalahan ke lima:
            Abu Muhammad al Maqdisiy yang keras kepala berkata: jika demikian ucapan larangan ulama’ salaf dalam bermajlis dengan Ahlul Bida’ meskipun bid’ahnya tidak menyebabkan kekafiran sebagaimana telah diketahui ucapan mereka dalam banyak tempat dari ucapan mereka lantas bagaimana dengan bermajlis kepada para penguasa murtad dari penyembah hokum buatan dan selain mereka dari kalangan musyrikin???! –selesai penukilan- (hal 44)
            Komentar kami (Syeikh ar Royyis): sesungguhnya Ulama’ salaf yang mulia membedakan dalam hal mempergauli antara pelaku bid’ah dan orang kafir, dan mereka lebih bersikap keras terhadap pelaku bid’ah dari pada terhadap oang kafir, sebab bahaya berteman dengan pelaku bid’ah lebih besar bahayanya. Oleh sebab itu maka qiyas al Maqdisiy adalah qiyas yang salah meskipun pelaku bid’ah hukumnya lebih ringan di akhirat akan tetapi pembicaraan kita sekarang ini adalah berlaku pada hokum dunia.
            Sebab sikap keras ulama’ salaf ini terhadap pelaku bid’ah adalah karena pelaku bid’ah dibandingkan orang kafir menakutkan bahayanya terhadap islam dan kaum muslimin, karena pelaku bid’ah berbicara atas nama agama akibatnya orang yang tidak memiliki ilmu maka bisa terperdaya karenanya dengan sebab dia adalah muslim dan mencampuradukan antara kebatilan dan kebenaran. Adapun orang kafir maka ucapannya tentang islam tidaklah diterima dengan sebab kekafirannya dan ini diketahui secara pasti.
            Diantara ucapan ulama’ salaf mengenai hal ini adalah:
            Fudloil bin ‘Iyadh berkata: sungguh aku makan bersama yahudi dan nashrani lebih aku sukai daripada makan bersama pelaku bid’ah, karena jika aku makan bersama keduanya maka tidak ada yang mengikuti aku, sedangkan jika aku makan bersama pelaku bid’ah maka manusia akan mengikuti aku. Aku senang pula jika antara aku dan pelaku bid’ah ada benteng yang sangat kokoh. ( Hilyatul Auliya’ 8/103 )
            Ibrohim an Nakhoi berkata: demi Alloh sesungguhnya mereka lebih aku benci dari ahlul kitab. ( At Thobaqot 6/274, Ibnu Sa’d dan Hilyatul Auliya’ 4/223 )
            Demikian pula imam Ahmad bin Hanbal mengisyaratkan kepada pemerintah agar menolong yahudi dan nashrani dan tidak menolong pelaku bid’ah. ( Manaqib Imam Ahmad hal. 208, Ibnul Jauzi )
            Berkata Ibnu Muflih: diharamkan bagi pelaku bid’ah mengurusi urusan kaum muslimin, mereka mengatasnamakan agama sehingga menyebabkan bahaya besar. ( al Furu’ 10/248 )


HUKUM KREDIT SEPEDAH MOTOR DI DEALER

HUKUM KREDIT SEPEDAH MOTOR DI DEALER 
oleh: Syeikh Al Ubailan -hafizhohulloh-

السلام عليكم و رحمه الله و بركاته
و بعد :
عندي صديقي لي في اندونيسيا يتاجر في بيع الدراجات النارية ، و يريد السؤال عن الحكم الشرعي في الاتي :
Pertanyaan:
Saya punya kawan di Indonesia yang bisnis jualan sepeda motor. Dia ingin bertanya mengenai hukum syariat terkait kasus di bawah ini:
عند طلب العميل للتقسيط يقوم صديقي ببيع السلعة على البنك ( البنك ربوي و يرابي بالاقساط ) و ياخذ صديقي دفعة اولى من المشتري و باقي المبلغ يتم البنك سداده لصديقي ، ثم يقوم المشتري بسداد الاقساط للبنك مع العمل ينتقل ملكية السلعة للبنك .
Jika ada konsumen yang ingin membeli sepeda motor dengan sistem kredit, kawan tersebut akan menjual motornya kepada bank ribawi. Kawanku menerima uang muka langsung dari konsumen sedangkan sisanya dibayar lunas oleh bank. Konsumen lantas membayar angsuran kepada bank. Perlu diketahui bahwa kepemilikan barang juga berpindah kepada bank.
هل على صديقي ايه خطأ في ذلك او يترتب عليه ذنب ، و ما هو الحكم في ذلك ، مع العلم انه لا يوجد بنك يتعامل بالشريعة الاسلامية الا القليل و ليس متوفر في بلده البنك الاسلامي .
شاكريم لكم حسن تعاونكم
و جزاكم الله كل خير
apakah kawanku melakukan kesalahan dalam transaksi di atas ataukah dia berdosa karena transaksi di atas dan apa hukum untuk transaksi di atas? Perlu diketahui bahwa hanya sedikit [baca: belum ada, pent] bank islami yang ada di negerinya, Indonesia.
الجواب
هذه المعاملة حرام ولاتجوز وهي حيلة على الربا , قال عليه السلام (إنم الأعمال بالنيات) متفق عليه وانصح صديقك ان لايبيع إلانقدا إذا كان الحال كما ذكرت والله اعلم
Jawaban Syaikh Abdullah bin Shalih al 'Ubailan:
Transaksi di atas adalah transaksi yang haram sehingga tidak boleh dilakukan karena dia adalah salah satu trik riba. Nabi bersabda, "Semua perbuatan itu tergantung niat pelakunya" [HR Bukhari dan Muslim].
Saya sarankan kepada kawanmu untuk tidak menjual barang dagangannya kecuali dengan cara tunai jika kondisi transaksi kredit seperti itu keadaannya.
Sumber:
http://www.obailan.net/news.php?action=show&id=61

SIFAT - MAUSHUF (Sifat dan Yang Disifati) MUDHAF - MUDHAF ILAIH (Kata Majemuk) MUBTADA' - KHABAR (Subjek dan Predikat)


LUGHOH

صِفَة-مَوْصُوْف / مُضَاف-مُضَاف إِلَيْهِ / مُبْتَدَأ-خَبَر
SIFAT - MAUSHUF (Sifat dan Yang Disifati)
MUDHAF - MUDHAF ILAIH (Kata Majemuk)
MUBTADA' - KHABAR (Subjek dan Predikat)
Berkaitan dengan Nakirah dan Ma'rifah, khususnya penggunaan Alif-Lam di awal kata atau baris Tanwin di akhir kata, ada beberapa pola kalimat (rangkaian kata) yang perlu kita ketahui perbedaannya dengan baik. Yaitu:
1. SHIFAT ( صِفَة ) dan MAUSHUF ( مَوْصُوْف )Bila rangkaian dua buah Isim atau lebih, semuanya dalam keadaan Nakirah (tanwin) atau semuanya dalam keadaan Ma'rifah (alif-lam) maka kata yang di depan dinamakan Maushuf (yang disifati) sedang yang di belakang adalah Shifat.
بَيْتٌ جَدِيْدٌ
= (sebuah) rumah baru
اَلْبَيْتُ الْجَدِيْدُ
= rumah yang baru
بَيْتٌ كَبِيْرٌ وَاسِعٌ
= (sebuah) rumah besar lagi luas
اَلْبَيْتُ الْكَبِيْرُ الْوَاسِعُ
= rumah yang besar lagi luas
2. MUDHAF ( مُضَاف ) dan MUDHAF ILAIH ( مُضَاف إِلَيْه )
Rangkaian dua buah Isim atau lebih, satu kata di depannya dalam keadaan Nakirah (tapi tanpa tanwin) dinamakan Mudhaf sedang kata yang paling belakang adalah Ma'rifah dinamakan Mudhaf Ilaih. Contoh:
بَيْتُ الْمُدَرِّسِ (=buku guru)
بَيْتُ زَيْدٍ (=rumah Zaid) --> Zaid = Isim 'Alam (Ma'rifah)
مِفْتَاحُ بَيْتِ الْمُدَرِّسِ (=kunci rumah guru)
Bila Mudhaf berupa Isim Mutsanna atau Jamak Mudzakkar Salim maka huruf Nun di akhirnya dihilangkan. Perhatikan contoh di bawah ini:
مُسْلِمَا الْجَاوِيِّ (=dua muslim Jawa)  
مُسْلِمُو الْجَاوِيِّ (=muslimin Jawa)  
مُسْلِمَا dari kata مُسْلِمَانِ (=dua orang muslim) --> Mutsannaمُسْلِمُو dari kata مُسْلِمُوْنَ (=orang-orang muslim) --> Jamak Salim
Baik Shifat-Maushuf maupun Mudhaf-Mudhaf Ilaih, bukanlah merupakan sebuah JUMLAH MUFIDAH (جُمْلَة مُفِيْدَة) atau Kalimat Sempurna. Berikut ini kita akan mempelajari sebuah pola Jumlah Mufidah (Kalimat Sempurna).
3. MUBTADA' ( مُبْتَدَأ ) dan KHABAR ( خَبَر )
Sebuah JUMLAH ISMIYYAH (
جُمْلَة اِسْمِيَّة) atau Kalimat Nominal (kalimat sempurna yang semua katanya adalah Isim), selalu terdiri dari dua bagian kalimat yakni Mubtada' (Subjek) dan Khabar (Predikat). Pada umumnya seluruh Mubtada' dalam keadaan Ma'rifah sedangkan seluruh Khabar (Predikat) dalam keadaan Nakirah. Perhatikan contoh kalimat-kalimat di bawah ini:
Jumlah Ismiyyah Mubtada' Khabar
اَلْبَيْتُ كَبِيْرٌ اَلْبَيْتُ كَبِيْرٌ
(=rumah itu besar)
(=rumah itu)
(=besar)
اَلْبَيْتُ الْكَبِيْرُ غَالٌ اَلْبَيْتُ الْكَبِيْرُ غَالٌ
(=rumah yang besar itu mahal)
(=rumah yang besar itu)
(=mahal)
بَيْتُ الْكَبِيْرِ جَمِيْلٌ بَيْتُ الْكَبِيْرِ جَمِيْلٌ
(=rumah besar itu indah) (=rumah besar itu) (= indah)
مِفْتَاحُ بَيْتِ الْكَبِيْرِ صَغِيْرٌ مِفْتَاحُ بَيْتِ الْكَبِيْرِ صَغِيْرٌ
(=kunci rumah besar itu kecil) (=kunci rumah besar itu) (=kecil)
Dari contoh kalimat di atas diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Baik Mub
tada' maupun Khabar, bisa terdiri dari satu kata ataupun lebih.
2. Mubtada' pada umumnya selalu dalam keadaan Ma'rifah.
3. Khabar pada umumnya selalu dalam keadaan Nakirah.
4. Mubtada' yang terdiri dari beberapa kata bisa merupakan Shifat-Maushuf (contoh kalimat II) maupun Mudhaf-Mudhaf Ilaih (contoh kalimat III dan IV)

Sebagai penutup, untuk mengingat-ingat perbedaan antara Shifat-Maushuf, Mudhaf-Mudhaf Ilaih dan Mubtada'-Khabar, perhatikanlah perbedaan bentuk dan makna masing-masing pola tersebut dalam kalimat sederhana di bawah ini:
Shifat-Maushuf Mudhaf-Mudhaf Ilaih Mubtada'-Khabar
بَيْتٌ جَدِيْدٌ
بَيْتُ الْجَدِيْدِ
اَلْبَيْتُ جَدِيْدٌ
(sebuah rumah baru)
(rumah baru)
(rumah itu baru)
اَلْبَيْتُ الْكَبِيْرُ
بَيْتُ الْكَبِيْرِ
اَلْبَيْتُ كَبِيْرٌ
(rumah yang besar)
(rumah besar)
(rumah itu besar)
Selanjutnya kita akan membahas tentang Isim Dhamir atau Kata Ganti.

BEKAL MEMASULI BULAN DZU HIJJAH


BEKAL MEMASULI BULAN DZU HIJJAH 
oleh: tim apengelola 
dzul Hikkah adalah bulan Mulia, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

"Tidak ada satu amal saleh yang lebih dicintai oleh Allah melebihi amal saleh yang dilakukan pada hari-hari ini (yaitu 10 hari pertama bulan Dzul Hijjah)." Para sahabat bertanya: "Tidak pula jihad di jalan Allah?" Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: "Tidak pula jihad di jalan Allah, kecuali orang yang berangkat jihad dengan jiwa dan hartanya namun tidak ada yang kembali satupun." (HR. Abu Daud no. 2438. Syaikh Al Albani dalam Shohih wa Dho’if Sunan Abi Daud mengatakan bahwa hadits ini shahih).

Hadits yang mulia ini menunjukkan keutamaan beramal di 10 hari pertama bulan Dzulhijah.

Ibnu Rojab dalam Latho’if Ma’arif mengatakan, "Amalan yang kurang afdhol jika dikerjakan di waktu yang utama (seperti bulan Dzulhijah, pen), lalu dibandingkan dengan amalan yang afdhol yang dikerjakan di bulan lainnya, maka amalan yang dikerjakan di waktu yang utama akan lebih unggul karena pahala dan ganjaran yang dilipatgandakan." Bahkan sebagian ulama mengatakan bahwa amalan pada setiap hari di awal Dzulhijah sama dengan amalan satu tahun, ada pula yang mengatakan sama dengan dua tahun, bahkan ada yang mengatakan sama dengan 1000 hari. Keutamaan ini semua berlandaskan pada hadits fadho’il yang lemah (dho’if), namun hal ini tetap menunjukkan keutamaan beramal pada awal Dzulhijah berdasarkan hadits shahih yang ada.
Amalan yang dapat dilakukan adalah berpuasa. Berdasarkan perkataan Hafshoh, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah meninggalkan berpuasa pada sepuluh hari awal Dzulhijah. Namun ‘Aisyah mengatakan bahwa beliau tidak pernah melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengerjakan puasa di hari-hari tersebut sama sekali. Ibnu Rojab menukil perkataan Imam Ahmad dalam menggabungkan dua perkataan ini dengan mengatakan, "Yang dimaksudkan ‘Aisyah adalah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak berpuasa secara sempurna pada awal Dzulhijah. Sedangkan yang dimaksudkan Hafshoh adalah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berpuasa pada mayoritas hari-hari yang ada. Oleh karena itu, sebaiknya seseorang berpuasa pada sebagian hari dan berbuka pada sebagian lainnya. Inilah kompromi yang paling bagus."

Ada pula ulama yang mengatakan bahwa pada awal Dzulhijah tidak hanya dikhususkan untuk berpuasa, namun ini umum untuk amalan lainnya seperti qiyamul lail (shalat malam) dan memperbanyak dzikir yaitu bacaan tahlil, tahmid dan takbir. Ini menunjukkan keutamaan beramal pada awal bulan tersebut. (Inilah Faedah dari Latho’if Ma’arif, Ibnu Rojab)

Juga hendaklah kita yang gemar melakukan amalan sunnah (mustahab) dapat berpuasa pada tanggal 9 Dzulhijah (puasa Arafah) karena keutamaan yang besar di dalamnya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya mengenai keutamaan puasa Arafah? Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, "Puasa Arafah akan menghapus dosa setahun yang lalu dan setahun yang akan datang." (HR. Muslim no. 2804).

Semoga dengan melakukan hal ini kita termasuk orang yang mendapat keutamaan yang disebutkan dalam hadits qudsi berikut.

"Dan senantiasa hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan amalan-amalan sunnah sehingga Aku mencintainya. Jika Aku telah mencintainya, maka Aku akan memberi petunjuk pada pendengaran yang ia gunakan untuk mendengar, memberi petunjuk pada penglihatannya yang ia gunakan untuk melihat, memberi petunjuk pada tangannya yang ia gunakan untuk memegang, memberi petunjuk pada kakinya yang ia gunakan untuk berjalan. Jika ia memohon sesuatu kepada-Ku, pasti Aku mengabulkannya dan jika ia memohon perlindungan, pasti Aku akan melindunginya." (HR. Bukhari no. 2506)

Orang yang senantiasa melakukan amalan sunnah (mustahab) akan mendapatkan kecintaan Allah, lalu Allah akan memberi petunjuk pada pendengaran, penglihatan, tangan dan kakinya. Allah juga akan memberikan orang seperti ini keutamaan dengan mustajabnya do’a. (Faedah dari Fathul Qowil Matin, Syaikh Abdul Muhsin bin Hamd Al Abad, www.islamspirit.com)

Semoga kita termasuk orang-orang yang mendapat taufik Allah untuk beramal pada hari yang utama ini dengan selalu mengharapkan wajah-Nya dan mengikuti tuntunan Rasul-Nya.


MENCIUM TANGAN DAN MEMBUNGKUKKAN BADAN DALAM PANDANGAN ISLAM


RAGAM FATWA
MENCIUM TANGAN DAN MEMBUNGKUKKAN BADAN DALAM PANDANGAN ISLAM
Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani mengatakan,
“Tentang cium tangan dalam hal ini terdapat banyak hadits dan riwayat dari salaf yang secara keseluruhan menunjukkan bahwa hadits tersebut shahih dari Nabi. Oleh karena itu, kami berpandangan bolehnya mencium tangan seorang ulama (baca:ustadz atau kyai) jika memenuhi beberapa syarat berikut ini.
1. Cium tangan tersebut tidaklah dijadikan sebagai kebiasaan. Sehingga pak kyai terbiasa menjulurkan tangannya kepada murid-muridnya. Begitu pula murid terbiasa ngalap berkah dengan mencium tangan gurunya. Hal ini dikarenakan Nabi sendiri jarang-jarang tangan beliau dicium oleh para shahabat. Jika demikian maka tidak boleh menjadikannya sebagai kebiasaan yang dilakukan terus menerus sebagaimana kita ketahui dalam pembahasan kaedah-kaedah fiqh.
2. Cium tangan tersebut tidaklah menyebabkan ulama tersebut merasa sombong dan lebih baik dari pada yang lain serta menganggap dirinyalah yang paling hebat sebagai realita yang ada pada sebagai kyai.
3. Cium tangan tersebut tidak menyebabkan hilangnya sunnah Nabi yang sudah diketahui semisal jabat tangan. Jabat tangan adalah suatu amal yang dianjurkan berdasarkan perbuatan dan sabda Nabi. Jabat tangan adalah sebab rontoknya dosa-dosa orang yang melakukannya sebagaimana terdapat dalam beberapa hadits. Oleh karena itu, tidaklah diperbolehkan menghilangkan sunnah jabat tangan karena mengejar suatu amalan yang status maksimalnya adalah amalan yang dibolehkan (Silsilah Shahihah 1/159, Maktabah Syamilah).