Blogger templates

APAKAH JIN ADALAH KETURUNAN IBLIS?

R AG A M    F A T W  A

APAKAH JIN ADALAH KETURUNAN IBLIS?

pertanyaan: Apakah Jin adalah keturunan Iblis?!

jawaban Syaikh Yahya al Hajuri -Hafizhahullah-: ya, mereka dari keturunan Iblis.. Allah berfirman:


أَفَتَتَّخِذُونَهُۥ وَذُرِّيَّتَهُۥٓ أَوْلِيَآءَ مِن دُونِى وَهُمْ لَكُمْ عَدُوٌّۢ ۚ بِئْسَ لِلظَّٰلِمِينَ بَدَلًۭا
Patutkah kamu mengambil dia dan turunan-turunannya sebagai pemimpin selain daripada-Ku, sedang mereka adalah musuhmu? Amat buruklah iblis itu sebagai pengganti (Allah) bagi orang-orang yang zhalim. (QS. Al Kahfi : 50)

yang menguatkan hal itu diantaranya adalah, hadits Salman al Farisiy yang diriwayatkan imam Muslim bahwa Rasulullah bersabda: janganlah kamu menjadi orang yang pertama kali masuk pasar dan janganlah kamu menjadi orang yang terakhir kali keluar darinya, karena pasar adalah sasaran dan tempat setan menancapkan benderanya.

ini menunjukkan setan berketurunan, dan keturunan setan adalah semisalnya. akan tetapi tidak semua Jin adalah keturunan Iblis, Allah berfirman:

وَٱلْجَآنَّ خَلَقْنَٰهُ مِن قَبْلُ مِن نَّارِ ٱلسَّمُومِ
Dan Kami telah menciptakan jin sebelum (Adam) dari api yang sangat panas. (QS. Al Hijr: 27)

(Kanzuts Tsamin fil Ijabati 'an As ilati Thalabil 'Ilmi waz Zaairin 1/301)

Seputar Fitnah Syaikh Muhammad Al-Imam


Seputar Fitnah Syaikh Muhammad Al-Imam(1)



Memahami fitnah Al-Imam yang tekait Syiah Hutsi agak pelik memang, karena terdapat dua kubu dalam menta’dil dan menjarhnya, yang menta’dilnya adalah 7 ulama Yaman dan para pendukungnya sementara yang menjarhnya adalah Syaikh Ubaid, Syaikh Rabi dan para pendukungnya.
Menyatakan satu keyakinan dengan Syiah Hutsi yang terbukti Rafidhoh tentu saya kira adalah sebuah kekeliruan yang sangat fatal, bahkan seorang awam salafy pun tahu akan hal tersebut. Kalaulah memang demikian adanya, bagaimana bisa Syiah Hutsi melakukan pembantaian besar-benaran terhadap salafiyyun Dammaj kalau memang mereka satu keyakinan dengan Syiah Hutsi.
Namun, anehnya terjadi anomali/ta’arud di sini, 7 ulama Yaman malah membela Al-Imam dan “mendiamkan” perjanjiannya dengan Rafidhoh, seakan-akan mereka ingin mengatakan bahwa Al-Imam terpaksa melakukan hal tersebut, karena toh hingga hari ini tidak ada dari 7 ulama Yaman tersebut yang menyatakan hal yang sama dengan Al-Imam terhadap perjanjiannya dengan Syiah Hutsi.
Sebenarnya, apa yang dilakukan ulama Yaman ini tidaklah mengherankan kami, sebab dulu mereka pernah melakukannya terhadap Abdurrahman dan Abdullah Al-Mar’i. Mereka membela buta fitnah hizbiyah dua orang ini persis seperti mereka membela buta Al-Imam hari ini. Saya kira ini pulalah alasannya kenapa Syaikh Muqbil tidak memilih satu dari mereka semua dan malah memilih Syaikh Yahya sebagai penggantinya, karena Syaikh Muqbil menginginkan dakwah salafiyah dipimpin oleh pribadi yang kuat dan tegas terhadap Hizbiyah dan Ahlul Bidah dan tidak gentar terhadap ucapan siapapun dan tak pernah takut meski Kibar Ulama menjadi lawannya, karena tidak ada yang lebih besar daripada Kebenaran itu sendiri.
Yaman saat ini tidaklah sama dengan Yaman sekitar 5-10 tahun yang lalu, krisis kekuasaan di Timur Tengah mulai dari Iraq, Libya, Syiria, Mesir, dll ibarat rumput berapi yang menjalar kemana-mana, hampir setiap kelompok bersenjata di setiap negara konflik berlomba-lomba meraih kekuasaan, tak terkecuali kudeta yang dilakukan Syiah Hutsi terhadap pemerintahan Yaman saat ini.
Seadainya konflik Syiah Hutsi murni konflik politik dan kekuasaan maka benarlah Al-Imam yang mengatakan bahwa perang yang ada saat ini tidak lebih dari tipu daya, yakni memanfaatkan anasir agama demi kepentingan politik dan kekuasaan dan Al-Imam tidak ingin banyak yang mati konyol karena kepentingan politik yang dibungkus agama. Namun seadainya konflik Syiah Hutsi adalah konflik agama maka apa yang diucapkan dan dilakukan oleh Al-Imam terhadap Syiah Hutsi tentu tidak dapat dibenarkan, karena Dammaj adalah bukti nyata dari permusuhan Syiah Hutsi terhadap Salafiyyun.
Kira-kira dua sudut pandang ini manakah yang mendekati kebenaran? wallahu a'lam
-----------------------------------------------

NUKILAN RISALAH BERHARGA



AQIDAH

NUKILAN RISALAH BERHARGA[1]
Imam Abdul ‘Aziz bin Muhammad Ibnu Su’ud[2]

            Kami berkeyakinan bahwa tiada hak bagi selain Allah untuk dijadikan pelindung dan penolong. Seluruh syafaat hanya bisa diberikan oleh penghulu dan manusia mulia yaitu Muhammad –shalallahu ‘alaihi wa sallam- (atas izin Allah), adapun selain beliau maka mereka tidak dapat memberikan syafaat kepada seorang pun kecuali atas izin Allah. Allah berfirman:
مَن ذَا ٱلَّذِى يَشْفَعُ عِندَهُۥٓ إِلَّا بِإِذْنِهِۦ
Tiada yang dapat memberi syafaat di sisi Allah tanpa izin-Nya. (QS. Al Baqarah : 255)
أَفَحَسِبَ ٱلَّذِينَ كَفَرُوٓا۟ أَن يَتَّخِذُوا۟ عِبَادِى مِن دُونِىٓ أَوْلِيَآءَ
Maka apakah orang-orang kafir menyangka bahwa mereka (dapat) mengambil hamba-hamba-Ku menjadi penolong selain Aku?. (QS. Al Kahfi : 102)
وَلَا يَشْفَعُونَ إِلَّا لِمَنِ ٱرْتَضَىٰ وَهُم مِّنْ خَشْيَتِهِۦ مُشْفِقُونَ
dan mereka tiada memberi syafaat melainkan kepada orang yang diridai Allah, dan mereka itu selalu berhati-hati karena takut kepada-Nya.(QS. Al Anbiya’ : 28)
قُل لِّلَّهِ ٱلشَّفَٰعَةُ جَمِيعًۭا
Katakanlah: "Hanya kepunyaan Allah syafaat itu semuanya. (QS. Az Zumar: 44)
وَكَم مِّن مَّلَكٍۢ فِى ٱلسَّمَٰوَٰتِ لَا تُغْنِى شَفَٰعَتُهُمْ شَيْـًٔا
Dan berapa banyaknya malaikat di langit, syafaat mereka sedikit pun tidak berguna. (QS. An Najm: 26)
            Jika demikian, maka hakikatnya seluruh syafaat hanya milik Allah. Janganlah engkau di dunia ini meminta kecuali kepada-Nya –subhanahu wa ta’ala-. Oleh karena itu seluruh para Nabi dan wali – wali Allah tidak menjadikan perantara – perantara antara Allah dan makhluk-Nya untuk mendatangkan kebaikan atau menolak bahaya, dan Allah tidak akan menjadikan bagi para Nabi dan Wali- walinya sesuatu yang dapat menciderai hak-Nya. Karena hak-Nya Allah –ta’ala – tidak seperti hak mereka.
            Hak  Allah yaitu mengibadahi-Nya dengan segala macam ibadah yang telah Dia syariatkan dalam kitab-Nya dan melalui Lisan Rasul-Nya. Adapun hak para Nabi –‘alaihimus salam- adalah iman kepada mereka, beriman dengan apa yang telah datang pada mereka, mencintai mereka, memuliakan mereka, mengikuti cahaya(ajaran) yang diturunkan beserta mereka, dan mendahulukan cinta kepada mereka atas diri, harta, anak – anak dan manusia seluruhnya.
            Bukti  kebenaran yang demikian itu adalah dengan (kita) mengikuti petunjuk mereka, dan mengimani semua yang datang pada mereka adalah murni dari Rabb mereka, Allah berfirman:
قُلْ إِن كُنتُمْ تُحِبُّونَ ٱللَّهَ فَٱتَّبِعُونِى يُحْبِبْكُمُ ٱللَّهُ
Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihimu. (QS. Ali Imran: 31)
            Serta mengimani mu’jizat – mu’jizat mereka, meyakini bahwa mereka telah menyampaikan risalah Rabb mereka dan menunaikan amanah serta menasehati manusia. Meyakini pula bahwa Muhammad adalah penutup para nabi dan manusia yang paling mulia diantara mereka, meyakini kebenaran syafaat mereka seelah mendapat izin Allah, sebagaimana yang telah Allah teteapkan dalam kitab-Nya diperuntukkan kepada orang yang diridlaiNya dari Ahlut Tauhid. Adapun kedudukan tertinggi yang telah disebutkan Allah dalam kitabNya teruntuk Nabi Muhammad –shalallahu ‘alaihi wa sallam- (harus pula diyakini).
            Demikian pula hak wal-waliNya (yang harus kita  lakukan adalah) mencintai mereka, ridla kepada mereka, mengimani karamah mereka. Bagi orang yang menginginkan kebaikan atau menolak bahaya, Tidak boleh meminta kepada mereka. Karena mereka tidak mampu untuk melakukan itu, dan lagi pula yang demikian itu adalah hak khusus untuk Allah –Jallahu wa ta’ala-.
            Jika suatu wilayah telah tampak menampakkan sunnah dan menjalankan ketaqwaan atas segala hal, maka aku berhenti berbicara mengenai hal ini kepada orang lain. Jika belum nampak, meka menunjukkan bahwa pemimpin zaman ini termasuk orang yang menghilangkan kemuliaan dirinya sendiri, dan membutakan mata hatinnya, isbal pakaiannya dan menggenggam tangannya untuk menerima dakwah, memakan harta hamba Allah dengan cara yang zhalim dan takut kepada sunnah Nabi Muhammad dan hukum- hukum Syariatnya.
            Adapun aku, mengajak kalian beramal dengan al Qur’an dan beribadah kepada Allah yang mana hal ini telah cukup bagi orang yang mau mengambil pelajaran dengan ilmunya melalui akal dan fikiran. Sesungguhnya itu adalah hujjah, janji dan ancaman Allah yang telah dibebankan kepada kita. Maka barangsiapa yang menjalankan amalan dengan apa yang ia dapati dari nenek moyang mereka yang menyelisinya dan mengikuti hawa nafsunya maka sungguh dia telah sesat dengan kesesatan yang nyata.
            Tauhid tidak ada ruang untuk berijtihad, tidak pula taqlid dan tidak boleh menentang. Dan kami tidak mengkafirkan kecuali terhadap orang yang mengingkari perkara ini dan menghalang- halangi kami, tidak pula dia bertauhid sesuai dengan apa yang diturunkan Allah, bahkan dia mengerjakan kebalikannya yaitu syirik akbar dan  menjadikannya sebagai agama bahkan menjadikannya sebagai perantara dengan disertai rasa ‘inad dan baghyu (melampaui batas), melindungi ahlusy syirik atas kami, tidak pula mengerjakan rukun – rukun islam, menghalang – halangi manusia menerima dakwah kami, menyuruh memerangi kami, menginginkan kami berpaling dari agama Allah kepada syirik, menyuruh berbuat yang Allah tidak ridlai. Akan tetapi Allah akan menyempurnakan agamanya meskipun orang musyrik benci.



[1] Dinukil dari “ Risalah Muhimmah Imam Abdul ‘Aziz bin Muhammad Ibnu Su’ud”
[2] Raja saudi arabiya pada tahun 1765-1803M/1179-1218H

JANGAN MENUNDA AMAL


BAHTERA KEHIDUPAN

Saudaraku, sampai kapan kita akan menunda amal, larut dalam angan-angan kosong, terlena dengan kelapangan, dan lalai dari ajal?!!
نَحْنُ قَدَّرْنَا بَيْنَكُمُ ٱلْمَوْتَ وَمَا نَحْنُ بِمَسْبُوقِينَ
Kami telah menentukan kematian di antara kamu dan Kami sekali-kali, tidak dapat dikalahkan, (QS. Al Waqi’ah : 60)
أَيْنَمَا تَكُونُوا۟ يُدْرِككُّمُ ٱلْمَوْتُ وَلَوْ كُنتُمْ فِى بُرُوجٍۢ مُّشَيَّدَةٍ
ۢDi mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendati pun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh, (QS. An Nisa’: 78)
Ingatkah kita, bahwa apa yang kita lahirkan akan kembali ke tanah, apa yang kita bangun akan runtuh dan apa yang kita kumpulkan akan musnah.
ٱعْلَمُوٓا۟ أَنَّمَا ٱلْحَيَوٰةُ ٱلدُّنْيَا لَعِبٌۭ وَلَهْوٌۭ وَزِينَةٌۭ وَتَفَاخُرٌۢ بَيْنَكُمْ وَتَكَاثُرٌۭ فِى ٱلْأَمْوَٰلِ وَٱلْأَوْلَٰدِ ۖ كَمَثَلِ غَيْثٍ أَعْجَبَ ٱلْكُفَّارَ نَبَاتُهُۥ ثُمَّ يَهِيجُ فَتَرَىٰهُ مُصْفَرًّۭا ثُمَّ يَكُونُ حُطَٰمًۭا ۖ وَفِى ٱلْءَاخِرَةِ عَذَابٌۭ شَدِيدٌۭ وَمَغْفِرَةٌۭ مِّنَ ٱللَّهِ وَرِضْوَٰنٌۭ ۚ وَمَا ٱلْحَيَوٰةُ ٱلدُّنْيَآ إِلَّا مَتَٰعُ ٱلْغُرُورِ
Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-bangga tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu. (QS. Al Hadid: 20)
Sampai kapan kita akan berada dalam kejahatan dan enggan mendekatkan diri pada ar Rahman?
akan kah kita mencari sesuatu yang tidak akan kita capai dari dumia ini dan menjaga kita dari adzab akhirat?
Wahai Saudaraku, semoga kita tidak termasuk orang yang tidak mengambil ibrah atas kejadian yang telah Allah takdirkan.
Semoga berbagai kejadian itu justru menyadarkan kita, perputaran waktu kita penuhi dengan ibadah dan ketaan. Amin ya Mujibas Sailin

ARTI DAN PEMBAGIAN HUKUM SYAR’I


U S H U L   F I Q H

ARTI DAN PEMBAGIAN HUKUM SYAR’I

PENGERTIAN HUKUM SYAR’I
            Hukum, menurut bahasa adalah ketetapan. Sedangkan menurut istilah adalah Khithab (ketetapan) Allah atau sabda Rasulullah –shalallahu ‘alaihi wa sallam- yang berhubungan dengan perbuatan Mukallaf baik itu mengandung perintah, larangan, pilihan atau ketetapan.
PEMBAGIAN HUKUM
            Hukum Syar’I terbagi menjadi dua bagian yaitu: Taklifiyyah ddan wadl’iyyah.
-          Hukum Taklifiyyah ada lima macam:
I.                    Wajib, menurut bahasa artinya jatuh dan tidak dapat dihindari. Sedangkan menurut istilah adalah suatu yang diperintahkan Syariat untuk dikerjakan, Seperti shalat lima waktu. Allah berfirman:
وَأَقِيمُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ
Dan dirikanlah salat…. (QS. Al Baqarah: 43)
Wajib itu bila dikerjakan pelakunya mendapat pahala dan bila ditinggalkan pelakunya mendapat dosa.
II.                  Mandub, menurut bahasa artinya menganjurkan. Sedangkan menurut istilah adalah suatu yang diperintahkan oleh syariat yang tidak wajib dikerjakan, Seperti shalat rawatib.
Mandub itu bila dikerjakan pelakunya mendapat pahala dan bila ditinggalkan pelakunya tidak mendapat dosa.
Mandub disebut pula sunnah, mustahab dan Nafilah.
III.                Haram, menurut bahasa artinya dilarang. Sedangkan menurut istilah adalah suatu yang dilarang oleh syar’I yang harus ditinggalkan, seperti durhaka kepada orang tua.
Haram itu bila dikerjakan pelakunya mendapat dosa dan bila ditinggalkan pelakunya mendapat pahala.
haram disebut pula Mahzhur dan Mamnu’.
IV.                Makhruh, menurut bahasa artinya suatu yang amat dibenci. Sedangkan menurut istilah adalah suatu yang dilarang oleh syariat tetapi tidak harus ditinggalkan, seperti mengambil dengan tangan kiri.
Makruh itu bila ditinggalkan mendapat pahala dan bila dikerjakan tidak berdosa.
V.                  Mubah, menurut istilah adalah yang diizinkan. Sedangkan menurut istilah adalah suatu yang tidak terikat dengan perintah ataupun larangan, seperti makan di malam hari pada bulan ramadhan.
Mubah disebut pula Halalan dan Jaiz.

Doa ketika orang lain berziarah ke rumah kita


Riyadlul Jannah, min Adzkaril Qur’ani was Sunnah

Doa ketika orang lain berziarah ke rumah kita

رَّبِّ ٱغْفِرْ لِى وَلِوَٰلِدَىَّ وَلِمَن دَخَلَ بَيْتِىَ مُؤْمِنًۭا وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَٱلْمُؤْمِنَٰتِ وَلَا تَزِدِ ٱلظَّٰلِمِينَ إِلَّا تَبَارًۢا
Ya Tuhanku! Ampunilah aku, ibu bapakku, orang yang masuk ke rumahku dengan beriman dan semua orang yang beriman laki-laki dan perempuan. Dan janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang lalim itu selain kebinasaan". (QS. Nuuh : 28)
Ibnu Katsir berkata: oleh karena itu, dianjurkan mendoakan (saudara muslim dan muslimat yang lain) dengan doa semisal ini sebagai wujud mentauladani Nabi Nuh –‘alaihis salam-, dan apa yang telah datang berupa atar-atsar salaf dan doa-doa yang mashur lagi syar’i. (Tafsir Ibnu Katsir, surah Nuuh ayat 28 al Maktabah Asy Syamilah)

AKIBAT DARI KESYIRIKAN

AKIBAT DARI KESYIRIKAN

Oleh: al Ustadz Abu Abdir Rahman Nurul Yaqin, Lc –hafidzahullah-
Catatan Kaki: Abu Idris As Salafiy

إِنَّ ٱللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَن يُشْرَكَ بِهِۦ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَٰلِكَ لِمَن يَشَآءُ ۚ وَمَن يُشْرِكْ بِٱللَّهِ فَقَدِ ٱفْتَرَىٰٓ إِثْمًا عَظِيمًا
Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barang siapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar. (QS. An Nisa’: 48)[1]
Pelajaran dari ayat diatas:
1.      Allah menghabarkan bahwa Dia tidak akan mengampuni dosa Syirik.
2.      Syirik adalah dosa besar dan kezhaliman yang besar, Allah berfirman:
وَإِذْ قَالَ لُقْمَٰنُ لِٱبْنِهِۦ وَهُوَ يَعِظُهُۥ يَٰبُنَىَّ لَا تُشْرِكْ بِٱللَّهِ ۖ إِنَّ ٱلشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌۭ
Dan (ingatlah) ketika Lukman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan (Allah) sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kelaliman yang besar". (QS. Luqman: 13)
3.      Haram Masuk surga, Allah berfiman:
إِنَّهُۥ مَن يُشْرِكْ بِٱللَّهِ فَقَدْ حَرَّمَ ٱللَّهُ عَلَيْهِ ٱلْجَنَّةَ وَمَأْوَىٰهُ ٱلنَّارُ ۖ وَمَا لِلظَّٰلِمِينَ مِنْ أَنصَارٍۢ
Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang lalim itu seorang penolong pun. (QS. Al Maidah: 72)
4.      Batal semua amalannya dan termasuk orang yang merugi, Allah berfirman:
وَلَقَدْ أُوحِىَ إِلَيْكَ وَإِلَى ٱلَّذِينَ مِن قَبْلِكَ لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ ٱلْخَٰسِرِينَ
Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu: "Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi. (QS. Az Zumar: 65)

Apa itu Syirik?
            Para ulama’ menjelaskan bahwa syirik adalah menjadikan untuk Allah suatu tandingan dalam berdoa, kecintaan, keinginan, ketaatan dan lainnya.[2]         
-         Syirik dalam doa[3] sebagaimana dalam firmannya:
وَمَن يَدْعُ مَعَ ٱللَّهِ إِلَٰهًا ءَاخَرَ لَا بُرْهَٰنَ لَهُۥ بِهِۦ فَإِنَّمَا حِسَابُهُۥ عِندَ رَبِّهِۦٓ ۚ إِنَّهُۥ لَا يُفْلِحُ ٱلْكَٰفِرُونَ
Dan barang siapa menyembah tuhan yang lain di samping Allah, padahal tidak ada suatu dalil pun baginya tentang itu, maka sesungguhnya perhitungannya di sisi Tuhannya. Sesungguhnya orang-orang yang kafir itu tiada beruntung. (QS. Al Mu’minun: 117)
-         Syirik dalam masalah cinta[4], sebagaimana firmanNya:
وَمِنَ ٱلنَّاسِ مَن يَتَّخِذُ مِن دُونِ ٱللَّهِ أَندَادًۭا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ ٱللَّهِ
Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. (QS. Al Baqarah : 165)[5]
-         Syirik Niat atau keinginan[6], sebagaimana FirmanNya:
مَن كَانَ يُرِيدُ ٱلْحَيَوٰةَ ٱلدُّنْيَا وَزِينَتَهَا نُوَفِّ إِلَيْهِمْ أَعْمَٰلَهُمْ فِيهَا وَهُمْ فِيهَا لَا يُبْخَسُونَ.أُو۟لَٰٓئِكَ ٱلَّذِينَ لَيْسَ لَهُمْ فِى ٱلْءَاخِرَةِ إِلَّا ٱلنَّارُ ۖ وَحَبِطَ مَا صَنَعُوا۟ فِيهَا وَبَٰطِلٌۭ مَّا كَانُوا۟ يَعْمَلُونَ
Barang siapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan.Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan. (QS. Huud: 15-16)
-         Syirik dalam masalah ketaatan[7], sebagaimana dalam firmanNya:
ٱتَّخَذُوٓا۟ أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَٰنَهُمْ أَرْبَابًۭا مِّن دُونِ ٱللَّهِ
Mereka menjadikan orang-orang alimnya, dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah. (QS. At Taubah : 31)



[1] Terjemah perkata:
إِنَّ ٱللَّهَ: sesungguhnya Allah
لَا يَغْفِرُ: Dia tidak akan mengampuni
أَن يُشْرَكَ:  Dia dipersekutukan
بِهِۦ: dengan Dia
وَيَغْفِرُ: dan mengampuni
مَا دُونَ ذَٰلِكَ: dosa selain syirik
لِمَن يَشَآءُ ۚ: bagi siapa saja yang Dia kehendaki
وَمَن يُشْرِكْ: dan barang siapa berbuat syirik
بِٱللَّهِ: terhadap Allah
فَقَدِ ٱفْتَرَىٰٓ: sungguh dia telah berbuat
إِثْمًا عَظِيمًا: dosa besar
Tafsir ayat secara umum
Berkata Syaikh As Sa’di: Allah ta’ala mengabarkan bahwa Dia tidak akan mengampuni bagi siapapun yang menyekutukanNya dan mengampuni selain dosa syirik, baik dari dosa kecil dan besar. Tentunya yang demikian itu berdasarkan kehendaknya untuk mengampuni dosa tersebut. (Taisir Karimir Rahman hlm 162)

[2] Syirik terbagi menjadi dua yaitu syirik besar dan kecil, adapun yang disebutkan oleh penulis adalah syirik besar yang dapat mengeluarkan pelakunya dari islam. Syirik kecil sendiri terbagi menjadi dua yaitu syirik nyata dan yang samar, contoh syirik kecil yang nyata adalah bersumpah selain nama Allah, memakai jimat-jimat sebagai sarana menolak bahaya atau mendatangkan manfaat dengan catatan hal itu sebagai sebab, adapun jika meyakininya maka masuk dalam syirik besar. Sedangkan syirik kecil yang tersembunyi adalah melakukan ibaddah karena riya’ atau sum’ah. (mengambil Faidah dari kitab Tauhid,Syaikh Shalih al Fauzan)
[3] Yakni berdoa kepada selain Allah untuk menunaikan hajatnya, seperti berdoa kepada kepada para wali atau kuburannya agar menunaikan hajatnya.
Berkata Imam Ibnul Qayyim: diantara bentuk kesyirikan adalah meminta kepada orang yang telah mati agar terpenuhi hajatnya, beristighatsah kepada mereka, dan menghadap dengan penuh harapan kepada mereka. Ini adalah awal kali kesyirikan dalam dunia. Padahal mayyit telah terputus amalanya, dia tidak bisa mendatangkan manfaat dan bahaya atas dirinya. (Fathhul Majid hlm 202)
[4] Yakni menyamakan Allah dalam hal kecintaan kepada selainNya.
[5]  Berkata Ibnul Qayyim: Allah menghabarkan bahwa siapa yang cinta kepada selain Allah sebagaimana dia mencintai Allah maka dia termasuk orang yang menjadikan selain Allah sebagai tandingan. (Madarijus Salikin baina Manazil iyyaka Na’budu wa Iyyaka Nasta’in)
[6] Yakni seorang menujukan ibadahnya kepada selain Allah.
Berkata Syaikh Abdur Rahman bin Hasan  alu Syaaikh: sesungguhnya ibadah yang ditujukan untuk dunia merupakan kesyirkan yang menghilangkan tauhid, menghapus pahala amal. Karena dia merupakan riya’ yang paling besar. (Fathul Majid hlm 451)
[7] Yakni taat dalam menghalalkan apa yang diharamkan Allah dan sebaliknya. (Majmu’ Fatawa 7/70)
Berkata Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab: siapa yang mentaati Ulama’ atau pemimpin dalam mengharamkan apa yang telah dihalalkan Allah, atau menghalalkan apa yang telah diharamkan Allah, maka dia telah membuat tandingan selain Allah. (Kitabut Tauhid)
-wallahu a’lam wal’Ilmu ‘Indallah-

TELA’AH KRITIS TERHADAP ISIS

KAJIAN UTAMA

TELA’AH KRITIS TERHADAP ISIS
Oleh: Syaikh Abdul Muhsin bin Hammad al Badr[1]

              Telah muncul di Iraq dalam waktu yang belum lama sebuah firqah/ kelompok yang menamakan dirinya “Daulah Islamiyyah Iraq dan Syam” disingkat dengan “Da’Isy”[2] yang diambil dari huruf-huruf awal nama daulah khayalan tersebut.ebagaimana dikatakan oleh sebagian pengamat yang mengikuti perkembangan mereka, munculnya daulah khayalan ini diikuti dengan munculnya sejumlah nama: Abu Fulan Al Fulani atau Abu Fulan bin Fulan, yaitu berupa kun-yah yang disertai penisbatan kepada suatu negeri atau kabilah. Inilah kebiasaan orang-orang majhul (orang yang tidak jelas) yang bersembunyi di balik kun-yah dan penisbatan.
Kemudian setelah beberapa waktu terjadinya peperangan di Suriah antara pemerintah dan para penentangnya, masuklah sekelompok orang dari ISIS ini ke Suriah. Bukan untuk membantu memerangi pemerintah Suriah, namun malah memerangi Ahlus Sunnah yang berjuang melawan pemerintah Suriah dan membantai Ahlus Sunnah. Dan sudah masyhur bahwa cara mereka membunuhi orang-orang yang ingin mereka bunuh seenaknya yaitu dengan menggunakan golok-golok yang merupakan cara terburuk dan tersadis.
Dalam permulaan ramadhan tahun ini dia mengganti nama firqahnya dengan nama “Khilafah Islamiyyah” (IS). Khalifahnya yang disebut dengan Abu Bakar Al Baghdadi berkhutbah di sebuah masjid jami’ di Mosul. Diantara yang ia katakan dalam khutbahnya: “Aku dijadikan pemimpin bagi kalian padahal aku bukan orang yang terbaik di antara kalian”. Sungguh ia telah berkata benar, bahwa ia bukanlah orang yang terbaik di antara mereka, karena ia telah membunuhi orang seenaknya dengan golok-golok. Apabila pembunuhan tersebut atas perintahnya, atau ia mengetahuinya atau ia menyetujuinya, maka justru ia adalah orang yang terburuk di antara mereka. Berdasarkan sabda Nabi shallallahu’alaihi wa sallam:
            Sungguh benar bahwa dia sama sekali tidak mendapat kebaikan mereka, karena membunuh orang yang dibunuhnya melalui perintah, ilmu atau ikrarnya dengan senjata – senjata adalah merupakan kejahatan mereka. Sebagaimana Sabdanya Nabi-Shalallahu ‘alaihi wa sallam-:
“Barang siapa yang mengajak kepada petunjuk, maka baginya pahala sepadan pahala orang yang mengikutinya tanpa dikurangi sedikitpun. Dan barang siapa yang mengajak kepada kesesatan, maka baginya dosa sepadan pahala orang yang berbuat dosa yang mengikutinya. Yang demikian itu tidak dikurangi sedikitpun dari dosa mereka ” (HR. Muslim no 6804)
            Kalimat yang ia katakan tersebut dalam khutbahnya, sebenarnya adalah kalimat yang telah dikatakan oleh khalifah pertama umat Islam setelah Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam, yaitu Abu Bakar Ash Shiddiq radhiyallahu’anhu wa ardhaah. Namun beliau adalah orang yang terbaik dari umat ini, dan umat ini adalah umat yang terbaik dari umat-umat yang ada. Beliau berkata demikian dalam rangka tawadhu’ (rendah hati) padahal beliau sendiri tahu dan para sahabat juga tahu bahwa beliau adalah orang yang terbaik di antara mereka berdasarkan dalil-dalil berupa ucapan Rasulullahshallallahu’alaihi wasallam mengenai hal tersebut. Maka sebaiknya firqah ini (ISIS) sadar diri dan kembali kepada jalan petunjuk sebelum daulah mereka hilang dihembus angin sebagaimana daulah-daulah yang telah ada semisalnya di berbagai zaman.
            Hal yang menyedihkan lagi dari fitnah khilafah yang tercela ini, belum lama aku jumpai munculnya di sebagian pemuda – pemuda di haramain yang menampakkan kegembiraan dan berbaiat pada khalifah yang majhul ! lantas, bagaimana mungkin dia (Abu Bakar al Baghdadi) menjadi pintu gerbang kebaikan dari orang yang suka mengkafirkan dan pembantaian yang keji !? maka wajib atas para pemuda tersebut agar membimbing diri mereka supaya menahan dari seruan orang yang jahat. Dan hendaknya kembali kepada apa yang telah datang dari Allah –azza Wa Jalla- dan Rasulullah –shalallahu ‘alaihi wa sallam-, karena yang demikian itu merupakan keselamatan dan kesuksesan di dunia dan akhirat. Serta hendaknya kembali kepada Ulama’ pemberi nasehat kepada mereka dan kaum muslimin secara umum.
           Diantara contoh keselamatan dari kesesatan karena ruju’ kepada para ulama adalah sebagaimana dalam hadits yang diriwayatkan Imam Muslim dalam Shahih-nya (191) dari Yazid Al Faqir, ia berkata:
كنتُ قد شَغَفَنِي رأيٌ من رأي الخوارج، فخرجنا في عِصابةٍ ذوي عدد نريد أن نحجَّ، ثمَّ نخرجَ على الناس، قال: فمررنا على المدينة فإذا جابر بن عبد الله يُحدِّث القومَ ـ جالسٌ إلى ساريةٍ ـ عن رسول الله صلى الله عليه وسلم، قال: فإذا هو قد ذكر الجهنَّميِّين، قال: فقلتُ له: يا صاحبَ رسول الله! ما هذا الذي تُحدِّثون؟ والله يقول: {إِنَّكَ مَن تُدْخِلِ النَّارَ فَقَدْ أَخْزَيْتَهُ}، و {كُلَّمَا أَرَادُوا أَن يَخْرُجُوا مِنْهَا أُعِيدُوا فِيهَا}، فما هذا الذي تقولون؟ قال: فقال: أتقرأُ القرآنَ؟ قلتُ: نعم! قال: فهل سمعت بمقام محمد عليه السلام، يعني الذي يبعثه فيه؟ قلتُ: نعم! قال: فإنَّه مقام محمد صلى الله عليه وسلم المحمود الذي يُخرج اللهُ به مَن يُخرج. قال: ثمَّ نعتَ وضعَ الصِّراط ومرَّ الناس عليه، قال: وأخاف أن لا أكون أحفظ ذاك. قال: غير أنَّه قد زعم أنَّ قوماً يَخرجون من النار بعد أن يكونوا فيها، قال: يعني فيخرجون كأنَّهم عيدان السماسم، قال: فيدخلون نهراً من أنهار الجنَّة فيغتسلون فيه، فيخرجون كأنَّهم القراطيس. فرجعنا، قلنا: وَيْحَكم! أَتَروْنَ الشيخَ يَكذِبُ على رسول الله صلى الله عليه وسلم؟! فرجعنا، فلا ـ والله! ـ ما خرج منَّا غيرُ رَجل واحد، أو كما قال أبو نعيم
Dulu aku pernah terpengaruh dan begitu menyukai suatu pemikiran dari pemikiran Khawarij, lalu kami keluar bersama sekelompok orang banyak untuk berhaji. Kami pun keluar bersama orang-orang. Kemudian tatkala kami melewati Madinah, kami mendapati Jabir bin ‘Abdillah tengah duduk di tengah para musafir untuk mengajarkan hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam. Beliau menyebutkan tentang Al Jahannamiyun (orang-orang yang dikeluarkan dari neraka). Aku pun berkata kepada Jabir bin ‘Abdillah, ‘Wahai shahabat Rasulullah, apa yang sedang kau katakan ini? Bukankah Allah berfirman (yang artinya): Wahai Rabb kami, sesungguhnya siapa yang Engkau masukkan ke dalam neraka, maka sungguh telah Engkau hinakan dia” (QS. Ali ‘Imran: 192). Allah juga berfirman (yang artinya): “Setiap kali mereka (para penghuni neraka) hendak keluar daripadanya, mereka dikembalikan (lagi) ke dalamnya” (QS. As-Sajdah: 20). Lalu apa yang kalian katakan ini?”. Maka Jabir bin ‘Abdillah pun berkata, “Apakah kau membaca Al Quran?”. Aku menjawab, “Ya”. Jabir berkata, “Lantas apakah kau mendengar tentang kedudukan Muhammad ‘alaihis salam? Yakni kedudukan yang beliau diutus kepadanya?”. Aku menjawab, “Ya”. Jabir “Maka sesungguhnya itulah kedudukan Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam yang terpuji, yang dengan sebabnya lah Allah mengeluarkan orang yang dikeluarkan dari neraka”. Kemudian Jabir menjelaskan tentang letak shirath dan bagaimana manusia melintasinya. Aku khawatir tidak menghafalnya semua penjelasannya. Hanya saja Jabir mengatakan bahwa ada orang-orang yang dikeluarkan dari neraka setelah mereka berada di dalamnya, dia mengatakan, “Lalu mereka dikeluarkan (dari neraka) seakan-akan mereka itu potongan kayu dan biji-bijian kering yang telah dijemur, lalu mereka dimasukkan ke sebuah sungai dari sungai-sungai surga dan mereka mereka dicuci di situ, lalu dikeluarkan lagi seakan-akan mereka itu kertas yang putih”. Lalu kami pun ruju’, kami mengatakan kepada sesama kami, “Celakalah kalian! Apakah kalian pikir Syaikh (yaitu Jabir bin ‘Abdillah) telah berdusta atas nama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam?”. Dan kami pun ruju’, dan demi Allah, tidaklah ada yang keluar dari kelompok kami kecuali seorang lelaki saja. Atau kira-kira demikian yang dikatakan oleh Abu Nu’aim” (HR. Muslim)
Abu Nu’aim di sini adalah Al Fadhl bin Dukain, ia adalah salah seorang perawi hadits ini. Hadits ini menunjukkan bahwa kelompok yang disebutkan di dalamnya telah mengagumi pemikiran Khawarij, yaitu mengkafirkan pelaku dosa besar dan meyakini mereka kekal di neraka. Namun dengan bertemunya mereka dengan Jabir radhiyallahu’anhu dan dengan penjelasan beliau, akhirnya mereka kemudian mengikuti bimbingan Jabir kepada mereka lalu meninggalkan kebatilan yang mereka pahami. Mereka juga tidak jadi melancarkan pemberontakan yang sudah mereka rencanakan akan dilakukan setelah haji. Inilah faidah terbesar yang akan didapatkan oleh seorang Muslim jika ia ruju’ kepada ulama.
Bahaya ghuluw (berlebih-lebihan) dalam beragama dan menyimpang dari kebenaran serta menyelisihi pendapat ahlussunnah wal jama’ah juga ditunjukkan oleh sabda Rasulullahshallallahu’alaihi wa sallam berikut ini, dari hadits Hudzaifah radhiyallahu’anhu,
إنَّ أخوفَ ما أخاف عليكم رجل قرأ القرآن، حتى إذا رُئيت بهجته عليه وكان ردءاً للإسلام، انسلخ منه ونبذه وراء ظهره، وسعى على جاره بالسيف ورماه بالشرك، قلت: يا نبيَّ الله! أيُّهما أولى بالشرك: الرامي أو المرمي؟ قال: بل الرامي
Sesungguhnya yang paling aku takuti menimpa kalian adalah orang yang membaca Al-Qur’an, yaitu ketika telah terlihat cahaya dalam dirinya dan menjadi benteng bagi Islam, ia pun berlepas diri dari Al Qur’an dan membuangnya di belakang punggungnya. Lalu ia berusaha memerangi tetangganya dengan pedang dan ia menuduh tetangganya itu telah syirik. Aku (Hudzaifah) berkata: ‘Wahai Nabi Allah, (dalam keadaan ini) siapakah yang berbuat syirik, apakah yang menuduh atau yang tertuduh?’. Beliau bersabda: ‘yang menuduh’” (HR. Al-Bukhari dalam At-Tarikh, Abu Ya’la, Ibnu Hibban dan Al-Bazzar, lihat Silsilah Ash Shahihah karya Al-Albani no. 3201).
Masih belianya usia, merupakan sumber buruknya pemahaman. Ini ditunjukkan oleh hadits yang di riwayatkan oleh Al Bukhari dalam Shahih-nya (4495) dengan sanadnya dari Hisyam bin ‘Urwah, dari ayahnya bahwa ia berkata:
قلت لعائشة زوج النَّبيِّ صلى الله عليه وسلم وأنا يومئذ حديث السنِّ: أرأيتِ قول الله تبارك وتعالى: {إِنَّ الصَّفَا وَالْمَرْوَةَ مِن شَعَآئِرِ اللَّهِ فَمَنْ حَجَّ الْبَيْتَ أَوِ اعْتَمَرَ فَلاَ جُنَاحَ عَلَيْهِ أَن يَطَّوَّفَ بِهِمَا} ، فما أرى على أحد شيئاً أن لا يطوَّف بهما، فقالت عائشة: كلاَّ! لو كانت كما تقول كانت: فلا جناح عليه أن لا يطوَّف بهما، إنَّما أنزلت هذه الآية في الأنصار، كانوا يُهلُّون لِمناة، وكانت مناة حذو قديد، وكانوا يتحرَّجون أن يطوَّفوا بين الصفا والمروة، فلمَّا جاء الإسلام سألوا رسول الله صلى الله عليه وسلم عن ذلك، فأنزل الله  {إِنَّ الصَّفَا وَالْمَرْوَةَ مِن شَعَآئِرِ اللَّهِ فَمَنْ حَجَّ الْبَيْتَ أَوِ اعْتَمَرَ فَلاَ جُنَاحَ عَلَيْهِ أَن يَطَّوَّفَ بِهِمَا
Aku berkata kepada Aisyah istri Nabi shallallahu’alaihi wasallam dan aku ketika itu masih berumur muda: Apa pendapatmu tentang firman Allah ta’ala (yang artinya), “Sesungguhnya Shafa dan Marwah adalah termasuk syi’ar-syi’ar Allah, maka barangsiapa yang melakukan haji ke Ka’bah atau Umrah, maka tidak ada dosa baginya untuk thawaf pada keduanya”. Maka aku berpendapat bahwa tidak mengapa seseorang tidak melakukan thawaf antara Shafa dan Marwah?. Aisyah berkata: Tidak, andaikan seperti yang engkau katakan maka ayatnya akan berbunyi, “Maka tidak ada dosa baginya untuk ‘tidak’ thawaf pada keduanya”. Hanyalah ayat ini turun ada sebabnya, yaitu tentang kaum Anshar, dulu mereka berihram untuk Manat, dan Manat terletak di Qudaid. Dahulu mereka merasa berdosa untuk melakukan thawaf antara Shafa dan Marwah. Ketika datang Islam, mereka bertanya kepada Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam tentang itu, lalu Allah menurunkan ayat, “Sesungguhnya Shafa dan Marwah adalah termasuk syi’ar-syi’ar Allah, maka barangsiapa yang melakukan haji ke Ka’bah atau Umrah, maka tidak ada dosa baginya untuk thawaf pada keduanya”” (HR. Al Bukhari)
‘Urwah bin Az-Zubair termasuk orang yang utama dari kalangan tabi’in, salah seorang dari 7 fuqoha Madinah di masa tabi’in. Beliau telah menyiapkan ‘udzur-nya pada kesalahan pemahaman beliau, yaitu usia beliau yang masih muda ketika bertanya pada Aisyah. Maka jelaslah dari sini bahwa belianya usia meupakan sumber buruknya pemahaman dan bahwa kembali kepada ulama adalah sumber kebaikan dan keselamatan. Dalam Shahih Al Bukhari (7152) dari Jundab bin Abdillah, ia berkata:
إنَّ أوَّل ما ينتن من الإنسان بطنُه، فمَن استطاع أن لا يأكل إلاَّ طيِّباً فليفعل، ومَن استطاع أن لا يُحال بينه وبين الجنَّة بملء كفٍّ من دم هراقه فليفعل
Sesungguhnya bagian tubuh manusia yang pertama kali membusuk adalah perutnya, maka siapa yang mampu untuk tidak makan kecuali dari yang baik hendaknya ia lakukan. Barangsiapa yang mampu untuk tidak dihalangi antara dirinya dan surga dengan setangkup darah yang ia tumpahkan, hendaknya ia lakukan” (HR. Al Bukhari)
Al Hafidz Ibnu Hajar berkata dalam Fathul Bari (13/130) : “Diriwayatkan juga secara marfu’ oleh Ath-Thabrani dari jalan Ismail bin Muslim, dari Al Hasan, dari Jundab dengan lafadz: kalian tahu bahwa aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:
تعلمون أنِّي سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول:  لا يحولنَّ بين أحدكم وبين الجنَّة وهو يراها ملءُ كفِّ دم من مسلم أهراقه بغير حلِّه
‘Janganlah terhalangi sampai salah seorang dari kalian dengan surga karena setangkup darah seorang muslim yang ia tumpahkan tanpa alasan yang benar, padahal ia sudah melihat surga’
Hadits ini walaupun tidak secara tegas marfu’ kepada Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam namun dihukumi marfu’ karena tidak mungkin dikatakan berdasarkan pendapat. Sebab di dalamnya ada ancaman yang keras terhadap dosa membunuh seorang muslim tanpa hak” [selesai perkataan Ibnu Hajar].
Sebagian hadits-hadits dan atsar-atsar ini telah aku sebutkan dalam tulisanku berjudul Biayyi ‘Aqlin wa Diinin Yakuunut Tafjiir wat Tadmiir Jihaadan. Di dalamnya juga terdapat banyak hadits dan atsar yang menjelaskan haramnya bunuh diri dan haramnya membunuh orang lain tanpa hak. Tulisan ini telah dicetak secara tersendiri pada tahun 1424 H, dan dicetak pada tahun 1428 H bersama tulisan lain yang berjudul Badzalun Nush-hi wat Tadzkiir li Baqaayal Maftuuniin bit Takfiir wat Tafjiir yang termasuk dalam Majmu’ Kutub war Rasail milikku (6/225/276).
          Dan kepada para pemuda yang sudah ikut-ikutan mendukung ISIS ini, hendaklah mereka ruju‘ dan kembali kepada jalan yang benar. Dan jangan terfikir sama sekali untuk bergabung bersama mereka, yang akan menyebabkan kalian keluar dari kehidupan ini lewat bom bunuh diri yang mereka pakaikan atau disembelih dengan golok-golok yang sudah jadi ciri khas kelompok ini. Dan (kepada para pemuda Saudi) hendaknya mereka tetap mendengar dan taat kepada pemerintah Arab Saudi yang mereka hidup di bawah kekuasaannya. Demikian pula bapak-bapak dan kakek-kakek juga mereka hidup di negeri ini dalam keadaan aman dan damai. Sungguh negeri ini adalah negeri yang terbaik di dunia ini, dengan segala kekurangannya. Dan diantara sebab kekurangan tersebut fitnah (musibah) para pengikut budaya Barat di negeri ini yang terengah-engah dalam taqlid terhadap negeri Barat dalam perkara yang mengandung mudharat.
Aku memohon kepada Allah ‘Azza Wa Jalla agar Ia senantiasa memperbaiki kondisi kaum muslimin di manapun berada. Dan semoga Allah memberi hidayah kepada para pemuda kaum Muslimin baik laki-laki maupun wanita kepada setiap kebaikan, semoga Allah menjaga negeri Al Haramain baik pemerintah maupun masyarakatnya dari setiap kejelekan, semoga Allah memberi taufiq kepada setiap kebaikan dan melindungi dari kejahatan orang-orang jahat dan tipu daya orang-orang fajir. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengabulkan doa.
وصلى الله وسلم على نبينا محمد وعلى آله وصحبه.




[1] Dikutip secara bebas dari risalah beliau yang berjudul “ Fitnah Khilafah ad Da’isyiyyah al ‘Iraqiyyah al Maz’umah ” di http://islamancient.com/play.php?catsmktba=214553
[2] Di indonesia terkenal dengan nama “ISIS”