Blogger templates

ASY SYAIKH AMIN ASY SYINQITHI MEMBANTAH KEYAKINAN JIHADI[1]


ASY SYAIKH AMIN ASY SYINQITHI MEMBANTAH KEYAKINAN JIHADI[1]
oleh: Asy Syaikh Amin Asy Syinqithi
penerjemah: Mujahid as Salafi

KATA PENGANTAR
الحمد لله رب العالمين حمداً كثيراً وصلى الله على محمد عبده ورسوله  وعلى ملائكة الله المقربين وأنبيائه المرسلين ، ولا حول ولا قوة إلا بالله العلي العظيم
         
          Maha suci Allah yang telah berfirman:
وَإِن تَعُدُّوا۟ نِعْمَتَ ٱللَّهِ لَا تُحْصُوهَآ
Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya. ( QS. Ibrahim: 34 )
وَمَا بِكُم مِّن نِّعْمَةٍۢ فَمِنَ ٱللَّهِ
Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Allah-lah (datangnya). ( QS. An Nahl : 53 )
وَٱشْكُرُوا۟ نِعْمَتَ ٱللَّهِ إِن كُنتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ
dan syukurilah nikmat Allah jika kamu hanya kepada-Nya saja menyembah. ( QS. An Nahl : 114 )
            Diantara nikmat Allah ta’ala atas kita yang patut disyukuri adalah adanya ulama’ sunnah yang membela agama ini dengan hujjah, memberi penjelasan bagi orang yang hidup dalam kebodohan.
            Pada kali ini kami akan memuat sebagian tafsir beliau dalam masalah udzur jahil bagi pelaku syirik akbar. Karena pentingnya masalah ini maka kami merasa perlu untuk memuatnya, meskipun kali kami telah membahas masalah tersebut di blog ini dengan judul:
1.      MENDUDUKKAN PERMASALAHAN UDZUR KARENA KEJAHILAN
2.      Mengungkap ketergelinciran aman Abdur Rohman dalam permasalahan Udzur karena kejahilan
Akan tetapi kami merasa perlu untuk membahasnya dikarenakan para pengklaim mujahidin melakukan pengkaburan atasnya, misalnya menyatakan tiada udzur jahil adalah ijma’-sebagaimana dikatakan Aman Abdur Rahman- bahkan tidak segan – segan mereka menuduh murji’ah atas orang yang tidak sepemahaman dalam masalah ini. Dan ini adalah merupakan kesesatannya, Allah berfirman:
فَلَمَّا زَاغُوٓا۟ أَزَاغَ ٱللَّهُ قُلُوبَهُمْ ۚ
Maka tatkala mereka berpaling (dari kebenaran), Allah memalingkan hati mereka. ( QS. Ash Shaff : 05 )
Imam Ibnu Katsir menafsirkan: ketika mereka berpaling dar mengikuti kebenaran dengan ilmu yang mereka miliki, maka Allah akan memalingkan hati mereka dari petunjuk, akan menjadikan hatinya dalam keraguan, kebingunan dan keterlantaran, sebagaimana firman Allah ta’ala:
وَنُقَلِّبُ أَفْـِٔدَتَهُمْ وَأَبْصَٰرَهُمْ كَمَا لَمْ يُؤْمِنُوا۟ بِهِۦٓ أَوَّلَ مَرَّةٍۢ وَنَذَرُهُمْ فِى طُغْيَٰنِهِمْ يَعْمَهُونَ
Dan (begitu pula) Kami memalingkan hati dan penglihatan mereka seperti mereka belum pernah beriman kepadanya (Al Qur'an) pada permulaannya, dan Kami biarkan mereka bergelimang dalam kesesatannya yang sangat. ( QS. Al An’am : 110 )
Bahasan kali ini  bersumber langsung dari kitab Adlwaul Bayan karya asy Syaikh Amin asy Syinqithi. Sengaja kami merujuk pada kitab tersebut karena kami melihat pendapat beliau dalam masalah ayat hukum diikuti mereka, dengan harapan mereka bisa menyikapi hal ini dengan obyektif dan jauh dari ta’ashshub sekaligus sebagai koreksi atas keyakinan jihadi yang menyatakan tiada udzur jahil adalah ijma’ ulama’. Amin yaa mujibas sailin……..

                           Mujahid As Salafi
       Pengelola www.millahmuhammad.blogspot.com


------------------------------------------------------------------------



Allah ta’ala berfirman:
وَمَا كُنَّا مُعَذِّبِينَ حَتَّىٰ نَبْعَثَ رَسُولًۭا
dan Kami tidak akan mengazab sebelum Kami mengutus seorang rasul. ( QS. Al Isra’ : 15 )

            zhahir ayat yang mulia ini menunjukkan bahwa Allah ta’ala tidak mengadzab  di dunia maupun di akhirat seorang dari makhlukNya yang berbuat dosa sampai Dia mengutus atasnya seorang rasul yang memberi peringatan padanya lantas bermaksiat terhadap rasul tersebut, senantiasa diatas kekafiran dan bermaksiat kepada Allah (padahal) telah datang peringatan dan ancaman.
            Sungguh Allah ta’ala telah menjelaskan makna ayat ini dibeberapa ayat, seperti:
رُّسُلًۭا مُّبَشِّرِينَ وَمُنذِرِينَ لِئَلَّا يَكُونَ لِلنَّاسِ عَلَى ٱللَّهِ حُجَّةٌۢ بَعْدَ ٱلرُّسُلِ ۚ
(Mereka kami utus) selaku rasul-rasul pembawa berita gembira dan pemberi peringatan agar supaya tidak ada alasan bagi manusia membantah Allah sesudah diutusnya rasul-rasul itu.  ( QS. An Nisa’ : 165 )
Allah ta’ala telah menjelaskan melalui ayat yan mulia ini sesungguhnya terputusnya hujjah pada setiap orang dengan diutusnya para rasul yang memberi kabar gembira bagi orang yang taat kepada para rasul dengan surga dan memberi peringatan bagi orang yang berma’siat kepada para rasul dengan neraka. Allah ta’ala juga menjelaskan ma’na ayat ini dalam akhir surat Thoha, dengan firmanNya:
وَلَوْ أَنَّآ أَهْلَكْنَٰهُم بِعَذَابٍۢ مِّن قَبْلِهِۦ لَقَالُوا۟ رَبَّنَا لَوْلَآ أَرْسَلْتَ إِلَيْنَا رَسُولًۭا فَنَتَّبِعَ ءَايَٰتِكَ مِن قَبْلِ أَن نَّذِلَّ وَنَخْزَىٰ
Dan sekiranya Kami binasakan mereka dengan suatu azab sebelum Al Qur'an itu (diturunkan), tentulah mereka berkata: "Ya Tuhan kami, mengapa tidak Engkau utus seorang rasul kepada kami, lalu kami mengikuti ayat-ayat Engkau sebelum kami menjadi hina dan rendah?". ( QS. Thoha : 134 )
Mengisyaratkan pula di surat al Qashash:
وَلَوْلَآ أَن تُصِيبَهُم مُّصِيبَةٌۢ بِمَا قَدَّمَتْ أَيْدِيهِمْ فَيَقُولُوا۟ رَبَّنَا لَوْلَآ أَرْسَلْتَ إِلَيْنَا رَسُولًۭا فَنَتَّبِعَ ءَايَٰتِكَ وَنَكُونَ مِنَ ٱلْمُؤْمِنِينَ
Dan agar mereka tidak mengatakan ketika azab menimpa mereka disebabkan apa yang mereka kerjakan: "Ya Tuhan kami, mengapa Engkau tidak mengutus seorang rasul kepada kami, lalu kami mengikuti ayat-ayat Engkau dan jadilah kami termasuk orang-orang mukmin". ( QS. Al Qashash: 34 )
ذَٰلِكَ أَن لَّمْ يَكُن رَّبُّكَ مُهْلِكَ ٱلْقُرَىٰ بِظُلْمٍۢ وَأَهْلُهَا غَٰفِلُونَ
Yang demikian itu karena Tuhanmu tidaklah membinasakan kota-kota secara aniaya, sedang penduduknya dalam keadaan lengah. ( QS. Al An’am : 131 )
يَٰٓأَهْلَ ٱلْكِتَٰبِ قَدْ جَآءَكُمْ رَسُولُنَا يُبَيِّنُ لَكُمْ عَلَىٰ فَتْرَةٍۢ مِّنَ ٱلرُّسُلِ أَن تَقُولُوا۟ مَا جَآءَنَا مِنۢ بَشِيرٍۢ وَلَا نَذِيرٍۢ ۖ فَقَدْ جَآءَكُم بَشِيرٌۭ وَنَذِيرٌۭ ۗ
Hai Ahli Kitab, sesungguhnya telah datang kepada kamu Rasul Kami, menjelaskan (syariat Kami) kepadamu ketika terputus (pengiriman) rasul-rasul, agar kamu tidak mengatakan: "Tidak datang kepada kami baik seorang pembawa berita gembira maupun seorang pemberi peringatan". Sesungguhnya telah datang kepadamu pembawa berita gembira dan pemberi peringatan. ( QS. Al Maidah : 19 )
وَهَٰذَا كِتَٰبٌ أَنزَلْنَٰهُ مُبَارَكٌۭ فَٱتَّبِعُوهُ وَٱتَّقُوا۟ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ. أَن تَقُولُوٓا۟ إِنَّمَآ أُنزِلَ ٱلْكِتَٰبُ عَلَىٰ طَآئِفَتَيْنِ مِن قَبْلِنَا وَإِن كُنَّا عَن دِرَاسَتِهِمْ لَغَٰفِلِينَ. أَوْ تَقُولُوا۟ لَوْ أَنَّآ أُنزِلَ عَلَيْنَا ٱلْكِتَٰبُ لَكُنَّآ أَهْدَىٰ مِنْهُمْ ۚ فَقَدْ جَآءَكُم بَيِّنَةٌۭ مِّن رَّبِّكُمْ وَهُدًۭى وَرَحْمَةٌۭ ۚ
Dan Al Qur'an itu adalah kitab yang Kami turunkan yang diberkati, maka ikutilah dia dan bertakwalah agar kamu diberi rahmat, (Kami turunkan Al Qur'an itu) agar kamu (tidak) mengatakan: Bahwa kitab itu hanya diturunkan kepada dua golongan saja sebelum kami, dan sesungguhnya kami tidak memperhatikan apa yang mereka baca." Atau agar kamu (tidak) mengatakan: "Sesungguhnya jika kitab itu diturunkan kepada kami, tentulah kami lebih mendapat petunjuk dari mereka." Sesungguhnya telah datang kepada kamu keterangan yang nyata dari Tuhanmu, petunjuk dan rahmat. ( QS. Al An’am : 155-157 )
Dan yang memisalnya, menjelaskan lagi menunjukkan sesungguhnya Allah ta’ala tidak akan menyiksa seorangpun kecuali setelah diberi peringtan melalui lisan para Rasul –a’alaihim ash shalatu wa as salam-. Penjelasan Allah Azza wa Jalla mengenai “Dia tidak akan memasukkan seorang keneraka kecuali setelah diberi peringatan melalui lisan para Rasul ” berada dalam ayat – ayat yang banyak, diantaranya:
كُلَّمَآ أُلْقِىَ فِيهَا فَوْجٌۭ سَأَلَهُمْ خَزَنَتُهَآ أَلَمْ يَأْتِكُمْ نَذِيرٌۭ.قَالُوا۟ بَلَىٰ قَدْ جَآءَنَا نَذِيرٌۭ فَكَذَّبْنَا وَقُلْنَا مَا نَزَّلَ ٱللَّهُ مِن شَىْءٍ
Penjaga-penjaga (neraka itu) bertanya kepada mereka: "Apakah belum pernah datang kepada kamu (di dunia) seorang pemberi peringatan?" Mereka menjawab: "Benar ada, sesungguhnya telah datang kepada kami seorang pemberi peringatan, maka kami mendustakan (nya) dan kami katakan: "Allah tidak menurunkan sesuatu pun. ( QS. Al Mulk : 8-9 )
firmanNya (  كُلَّمَآ أُلْقِىَ فِيهَا فَوْجٌۭ) bersifat umum atas semua orang kafir yang berada di neraka, berkata Abu Hayyan dalam “Bahrul Muhith” seraya menjelaskan tafsir ayat ini (كُلَّمَآ أُلْقِىَ فِيهَا فَوْجٌۭ  ) adalah menunjukkan umum disetiap zaman – zaman yang ada.
وَسِيقَ ٱلَّذِينَ كَفَرُوٓا۟ إِلَىٰ جَهَنَّمَ زُمَرًا ۖ حَتَّىٰٓ إِذَا جَآءُوهَا فُتِحَتْ أَبْوَٰبُهَا وَقَالَ لَهُمْ خَزَنَتُهَآ أَلَمْ يَأْتِكُمْ رُسُلٌۭ مِّنكُمْ يَتْلُونَ عَلَيْكُمْ ءَايَٰتِ رَبِّكُمْ وَيُنذِرُونَكُمْ لِقَآءَ يَوْمِكُمْ هَٰذَا ۚ قَالُوا۟ بَلَىٰ وَلَٰكِنْ حَقَّتْ كَلِمَةُ ٱلْعَذَابِ عَلَى ٱلْكَٰفِرِينَ
Orang-orang kafir dibawa ke neraka Jahanam berombong-rombongan. Sehingga apabila mereka sampai ke neraka itu dibukakanlah pintu-pintunya dan berkatalah kepada mereka penjaga-penjaganya: "Apakah belum pernah datang kepadamu rasul-rasul di antaramu yang membacakan kepadamu ayat-ayat Tuhanmu dan memperingatkan kepadamu akan pertemuan dengan hari ini?" Mereka menjawab: "Benar (telah datang)". Tetapi telah pasti berlaku ketetapan azab terhadap orang-orang yang kafir. ( QS. Az Zumr : 71 )
Firman Allah ta’ala (وَسِيقَ ٱلَّذِينَ كَفَرُوٓا۟  ) bersifat umum bagi semua orang kafir. Sesungguhnya telah tetap di qaidah ushul bahwa isim – isim maushul seperti “ al ladzi, al lati dan cabang dari keduanya ” termasuk sighah umum berlaku disetiap yang meliputinya. Disebutkan dalam Maraaqu as Sa’ud:
Shighah “kullu” atau jama’
            Ditandai dengan al ladzi, al lati dan cabang dari keduanya
            Maksud baitnya adalah: “ al ladzi, al lati dan cabang dari keduanya ” menunjukkan sighah umum, maka Firman Allah ta’ala (وَسِيقَ ٱلَّذِينَ كَفَرُوٓا۟  ) sampai FirmanNya (يَوْمِكُمْ هَٰذَا ) menunjukkan umum berlaku bagi semua orang kafir.
            Zhahir ayat (diatas) menunjukkan semua penduduk neraka itu sungguh telah diberi peringatan oleh Rasul di dunia, maka mereka bermaksat terhadap perintah Rabb mereka, hal ini adalah perkara yang jelas sekali. Pandangan lain (sebagai penguat) hal ini adalah firman Allah ta’ala:
وَٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ لَهُمْ نَارُ جَهَنَّمَ لَا يُقْضَىٰ عَلَيْهِمْ فَيَمُوتُوا۟ وَلَا يُخَفَّفُ عَنْهُم مِّنْ عَذَابِهَا ۚ كَذَٰلِكَ نَجْزِى كُلَّ كَفُورٍۢ. وَهُمْ يَصْطَرِخُونَ فِيهَا رَبَّنَآ أَخْرِجْنَا نَعْمَلْ صَٰلِحًا غَيْرَ ٱلَّذِى كُنَّا نَعْمَلُ ۚ أَوَلَمْ نُعَمِّرْكُم مَّا يَتَذَكَّرُ فِيهِ مَن تَذَكَّرَ وَجَآءَكُمُ ٱلنَّذِيرُ ۖ
Dan orang-orang kafir bagi mereka neraka Jahanam. Mereka tidak dibinasakan sehingga mereka mati dan tidak (pula) diringankan dari mereka azabnya. Demikianlah kami membalas setiap orang yang sangat kafir. Dan mereka berteriak di dalam neraka itu: "Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami niscaya kami akan mengerjakan amal yang saleh berlainan dengan yang telah kami kerjakan". Dan apakah Kami tidak memanjangkan umurmu dalam masa yang cukup untuk berpikir bagi orang yang mau berpikir, dan (apakah tidak) datang kepada kamu pemberi peringatan? ( QS. Faathir : 36-37 )
            Oleh karena itu firman Allah ta’ala (وَسِيقَ ٱلَّذِينَ كَفَرُوٓا۟  ) sampai pada firmanNya ( yang disebutkan setelahnya ) (ٱلنَّذِيرُ ۖ فَذُوقُوا۟  )[2]  berlaku umum juga bagi semua penghuni neraka –sebagaimana penjelasan yang telah lalu-, pandangan lain (sebagai penguat berikutnya, penj) adalah firman Allah ta’ala :
وَقَالَ ٱلَّذِينَ فِى ٱلنَّارِ لِخَزَنَةِ جَهَنَّمَ ٱدْعُوا۟ رَبَّكُمْ يُخَفِّفْ عَنَّا يَوْمًۭا مِّنَ ٱلْعَذَابِ قَالُوٓا۟ أَوَلَمْ تَكُ تَأْتِيكُمْ رُسُلُكُم بِٱلْبَيِّنَٰتِ ۖ قَالُوا۟ بَلَىٰ ۚ قَالُوا۟ فَٱدْعُوا۟ ۗ وَمَا دُعَٰٓؤُا۟ ٱلْكَٰفِرِينَ إِلَّا فِى ضَلَٰلٍ.
Dan orang-orang yang berada dalam neraka berkata kepada penjaga-penjaga neraka Jahanam: "Mohonkanlah kepada Tuhanmu supaya Dia meringankan azab dari kami barang sehari". Penjaga Jahanam berkata: "Dan apakah belum datang kepada kamu rasul-rasulmu dengan membawa keterangan-keterangan?" Mereka menjawab: "Benar, sudah datang". Penjaga-penjaga Jahanam berkata: "Berdoalah kamu". Dan doa orang-orang kafir itu hanyalah sia-sia belaka. ( QS. Ghaafir : 49-50 )
            Dan ayat lainnya yang semisal menunjukkan semua penghuni neraka telah diberi peringatan oleh para Rasul di dunia.
            Ayat – ayat yang kami sebutkan dan yang semisal denganya menunjukkan atas udzur ahlil fathrah[3] dengan sebab tidak datang pemberi peringatan kepada mereka. Ini adalah pendapat kebanyakan Ahli Ilmu.
            Ulama’ lain ada yang berpendapat “setiap orang yang mati kafir maka dia di neraka meskipun belum datang padanya pemberi peringatan”. Mereka berdalil dengan keumuman ayat – ayat dalam al qur’an dan hadits hadits Nai –shalallahu ‘alaihi wa as salam-, diantaranya:
وَلَا ٱلَّذِينَ يَمُوتُونَ وَهُمْ كُفَّارٌ ۚ أُو۟لَٰٓئِكَ أَعْتَدْنَا لَهُمْ عَذَابًا أَلِيمًۭا
Dan tidak (pula diterima tobat) orang-orang yang mati sedang mereka di dalam kekafiran.( QS. An Nisa’ : 18 )
إِنَّ ٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ وَمَاتُوا۟ وَهُمْ كُفَّارٌ أُو۟لَٰٓئِكَ عَلَيْهِمْ لَعْنَةُ ٱللَّهِ وَٱلْمَلَٰٓئِكَةِ وَٱلنَّاسِ أَجْمَعِينَ
Sesungguhnya orang-orang kafir dan mereka mati dalam keadaan kafir, mereka itu mendapat laknat Allah, para malaikat dan manusia seluruhnya. ( QS. Al Baqarah : 161 )
إِنَّ ٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ وَمَاتُوا۟ وَهُمْ كُفَّارٌۭ فَلَن يُقْبَلَ مِنْ أَحَدِهِم مِّلْءُ ٱلْأَرْضِ ذَهَبًۭا وَلَوِ ٱفْتَدَىٰ بِهِۦٓ ۗ أُو۟لَٰٓئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌۭ وَمَا لَهُم مِّن نَّٰصِرِينَ
Sesungguhnya orang-orang yang kafir dan mati sedang mereka tetap dalam kekafirannya, maka tidaklah akan diterima dari seseorang di antara mereka emas sepenuh bumi, walaupun dia menebus diri dengan emas (yang sebanyak) itu. Bagi mereka itulah siksa yang pedih dan sekali-kali mereka tidak memperoleh penolong. ( QS. Ali Imran : 91 )
إِنَّ ٱللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَن يُشْرَكَ بِهِۦ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَٰلِكَ لِمَن يَشَآءُ ۚ
Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. ( QS. An Nisa’ 48 )
وَمَن يُشْرِكْ بِٱللَّهِ فَكَأَنَّمَا خَرَّ مِنَ ٱلسَّمَآءِ فَتَخْطَفُهُ ٱلطَّيْرُ أَوْ تَهْوِى بِهِ ٱلرِّيحُ فِى مَكَانٍۢ سَحِيقٍۢ
Barang siapa mempersekutukan sesuatu dengan Allah, maka adalah ia seolah-olah jatuh dari langit lalu disambar oleh burung, atau diterbangkan angin ke tempat yang jauh. ( QS. Al Hajj : 31 )
إِنَّهُۥ مَن يُشْرِكْ بِٱللَّهِ فَقَدْ حَرَّمَ ٱللَّهُ عَلَيْهِ ٱلْجَنَّةَ وَمَأْوَىٰهُ ٱلنَّارُ
Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, ( QS. Al Maidah : 72 )
إِنَّ ٱللَّهَ حَرَّمَهُمَا عَلَى ٱلْكَٰفِرِينَ
Sesungguhnya Allah telah mengharamkan keduanya itu atas orang-orang kafir,
( QS. Al A’raaf : 50 )
            Dan yang semisalnya, zhahir ayat ini bersifat umum, tidak mengkhusushkan bagi sebagian orang kafir saja ( baik yang telah datang pemberi perinagatan maupun belum, penj ).
            Adapun diantara hadits – hadits yang menunjukkan orang kafir (ahlul fathrah) tidak diudzur adalah:
Dari Anas bin Malik –radliayallahu ‘anhu- dia berkata “ seorang laki – laki bertanya: ya Rasulallah dimana bapakku? Beliau menjawab: di neraka, ketika dia pergi beliau memanggilnya seraya bersabda: sesungguhnya bapakku dan bapakmu berada di neraka ”. ( HR. Muslim 347 )
Aku (Rasulullah) minta izin kepada Rabb-ku untuk memintakan ampunan bagi ibuku, maka Dia tidak mengizinkan dan aku minta izinNya untuk berziarah kuburnya (Aminah), maka Dia mengizinkan aku. ( HR. Muslim 105 )
Nabi berziarah kubur ibunya lantas menangis disekitar kuburnya, seraya berkata “Aku (Rasulullah) minta izin kepada Rabb-ku untuk memintakan ampunan bagi ibuku, maka Dia tidak mengizinkan dan aku minta izinNya untuk berziarah kuburnya (Aminah), maka Dia mengizinkan aku”, berziarah kuburlah, karena ziarah kubur dapat mengingatkan kematian. ( HR. Muslim 108 )
            Hadits – hadits diatas dan semisalnya menunjukkan peniadaan udzur bagi orang musyrik sebab fatrah. ( namun ) permasalahan ini adalah terdapat perselisihan yang masyur dikalangan ulama. Apakah orang musyrik yang mati pada masa fathrah berada di neraka sebab kekafirannya, atau mereka diberi udzur? Qaidah ini berada Dalam maraaqu as Sa’ud disebutkan:
Ahlul Fthrah tetap dengan cabang
            Dikalangan ahli ushul terdapat perselisihan
            Diantara yang berpendapat ahlul fatrah yang mati kafir berada di neraka adalah imam Nawawi dalam Syarah Shahih Muslim dan Imam Qarraafi dalm Syarah Tanqihul Ijma’ sebagaimana dinukil oleh penulis kitab Nasyrul Bunud.
            Jawaban mereka yang tidak mengudzur ahlul fatrah (atas hujjah mereka yang mengudzur) tentang  firman Allah ta’ala (وَمَا كُنَّا مُعَذِّبِينَ حَتَّىٰ نَبْعَثَ رَسُولًۭا)  adalah dari empat alasan:
  1. Hukuman yang ditiadakan dalam firmanNya (وَمَا كُنَّا مُعَذِّبِينَ حَتَّىٰ نَبْعَثَ رَسُولًۭا)  dan yang semisalnya adalah hukuman di dunia, sebagaimana hukuman yang menimpa kaum nabi Nuh, Huud, Shalih, Luth, Syu’aib, Musa dan semisal mereka –alaihim ash shalatu wa as asalam- maka ini tidak pula menafikan adzab di akhirat. Ucapan ini aalah perkataan Abu Hayyan, Syaukani dan selain mereka sebagaimana hal ini terdapat dalam kitab tafsir mereka.
  2. Bahwasanya udzur dengan sebab fathrah yang terdapat dalam firman Allah (وَمَا كُنَّا مُعَذِّبِينَ حَتَّىٰ نَبْعَثَ رَسُولًۭا)  dan ayat yang semisalnya masih butuh penjelasan yang mana hal ini tidak samar bagi yang memiliki akal sehat. Misalna penyembah berhala tidak seorangpun mengudzur, karena orang kafir meyakini bahwa Allah ta’ala adalah pencipta mereka, pemberi rizki, pemberi manfaat dan memberi bahaya atas mereka, mereka pula mengetahui bahwa berhala – berhala itu tidak mendatangkan manfaat dan tidak pula menolak bahaya, sebagaimana hal ini Allah firmankan mengenai kaumnya Ibrahim –alaihi as salam-:

لَقَدْ عَلِمْتَ مَا هَٰٓؤُلَآءِ يَنطِقُونَ
Sesungguhnya kamu (hai Ibrahim) telah mengetahui bahwa berhala-berhala itu tidak dapat berbicara". ( QS. Al Anbiya’ : 65 )
Sebagaimana datang pula penjelasan dari ayat – ayat qur’an yang banyak sekali mengisyaratkan orang – orang kair mengikhlaskan doa hanya kepada Allah di waktu susah, supaya mereka mengetahui selain Allah ta’ala tidak dapat mendatangkan manfaat dan tdak pula menolak bahaya, Allah berfirman:
فَإِذَا رَكِبُوا۟ فِى ٱلْفُلْكِ دَعَوُا۟ ٱللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ ٱلدِّينَ
Maka apabila mereka naik kapal mereka mendoa kepada Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya. ( QS. Al Ankabut : 65 )
وَإِذَا غَشِيَهُم مَّوْجٌۭ كَٱلظُّلَلِ دَعَوُا۟ ٱللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ ٱلدِّينَ
Dan apabila mereka dilamun ombak yang besar seperti gunung, mereka menyeru Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya.
 ( QS. Luqman : 32 )
وَإِذَا مَسَّكُمُ ٱلضُّرُّ فِى ٱلْبَحْرِ ضَلَّ مَن تَدْعُونَ إِلَّآ إِيَّاهُ ۖ
Dan apabila kamu ditimpa bahaya di lautan, niscaya hilanglah siapa yang kamu seru kecuali Dia. ( QS. Al Isra’ : 67 )
Dan yang semisalnya, akan tetapi orang kafir menyalahi diri mereka berupa kefanatikan mereka terhadap berhala . mereka mengira bahwasanya baerhala itu mendekatkan diri mereka kepada Allah denagan sedekat – dekatnya, mereka juga beranggapan berhala – berhala itu penolong mereka disis Allah, padahal akal yang sehat mengingkari hal itu.
  1. Orang – orang kafir itu disisi mereka terdapat ketetapan peringatan yang datang dari para Rasul terdahulu yang diutus sebelum Nabi kita –shalallahu ‘alaihi wa sallam-, seperti Nabi Ibrahim dan selain beliau dengan sebab itulah hujjah telah tegak atas mereka, ini adalah pendapat imam Nawawi dalam Syarah Shahih Muslim dan pendapat Al Abadi dalam al ayaat al bayyinat.
  2. Hadits Shahih yang datang dari Nabi kita –shalallahu ‘alaihi wa sallam- menunjukkan Ahlul Fthrah di neraka, sebagaimana telah kami sebutkan terdahulu daam shahih muslim

Ulama’ yang mengudzur Ahlul Fathrah menjawab empat alasan diatas,
Jawaban alasan ke I:
            Terbantahkan dengan dua alasan:
  1. Hal ini menyelisihi zhahir ayat al qu’an yang menjelaskan hukuman secara muthlaq baik di dunia maupun di akhirat, sehingga memalingkan zhahir ayat ini dari zhahirnya adalah terlarang. Dan orang yang menyelewengkan al qur’an dari zhahirnya hendaknya ruju’.
  2. Al qur’an dalam aat – ayat yang banyak menunjukkan hukuman itu di akhirat, sebagaimana firman Allah:

كُلَّمَآ أُلْقِىَ فِيهَا فَوْجٌۭ سَأَلَهُمْ خَزَنَتُهَآ أَلَمْ يَأْتِكُمْ نَذِيرٌۭ.قَالُوا۟ بَلَىٰ قَدْ جَآءَنَا نَذِيرٌۭ فَكَذَّبْنَا وَقُلْنَا مَا نَزَّلَ ٱللَّهُ مِن شَىْءٍ
Penjaga-penjaga (neraka itu) bertanya kepada mereka: "Apakah belum pernah datang kepada kamu (di dunia) seorang pemberi peringatan?" Mereka menjawab: "Benar ada, sesungguhnya telah datang kepada kami seorang pemberi peringatan, maka kami mendustakan (nya) dan kami katakan: "Allah tidak menurunkan sesuatu pun. ( QS. Al Mulk : 8-9 )
(ayat tersebut) adalah dalil bahwa semua penghuni neraka tidak diadzab di akhirat kecuali diberi peringatan dari para Rasul (kemudian membangkang) sebagaimana penjelasan yang telah lalu.
Jawaban alasan ke II:
            Membedakan antara yang jelas dan tidak menyelisihi zhahir ayat al qur’an kecuali dengan dalil, orang yang menylewengkan al qur’an dari zhahirnya wajib ruju’ atasnya, karena Allah ta’ala telah menashkan penduduk neraka tidak diadzab sehinga mereka mendustakan para Rasul di dunia setelah datang atas mereka peringatan,  tentang yang demikian itu telah datang penjelasannya sebagaimana yang telah lalu.
Jawaban alasan yang ke III;
            Apa yang ditegaskan imam Nawawi dan al Abadi adalah ucapan bathil tanpa diragukan lagi. Banyak ayat al qur’an yang menjelaskan tentang kebathilannya, Allah berfirman:
لِتُنذِرَ قَوْمًۭا مَّآ أُنذِرَ ءَابَآؤُهُمْ فَهُمْ غَٰفِلُونَ
agar kamu memberi peringatan kepada kaum yang bapak-bapak mereka belum pernah diberi peringatan, karena itu mereka lalai. ( QS. Yaasin : 6 )
            مَّا pada lafadz مَّآ أُنذِرَ ءَابَآؤُهُمْ adalah nafi berdasarkan penelitian yang benar, hal ini ditunjukkan dengan fa’ pada firman Allah فَهُمْ غَٰفِلُونَ
وَمَا كُنتَ بِجَانِبِ ٱلطُّورِ إِذْ نَادَيْنَا وَلَٰكِن رَّحْمَةًۭ مِّن رَّبِّكَ لِتُنذِرَ قَوْمًۭا مَّآ أَتَىٰهُم مِّن نَّذِيرٍۢ مِّن قَبْلِكَ
Dan tiadalah kamu berada di dekat gunung Thur ketika Kami menyeru (Musa), tetapi (Kami beritahukan itu kepadamu) sebagai rahmat dari Tuhanmu, supaya kamu memberi peringatan kepada kaum (Quraisy) yang sekali-kali belum datang kepada mereka pemberi peringatan sebelum kamu. ( QS. Al Qashash : 46 )
وَمَآ ءَاتَيْنَٰهُم مِّن كُتُبٍۢ يَدْرُسُونَهَا ۖ وَمَآ أَرْسَلْنَآ إِلَيْهِمْ قَبْلَكَ مِن نَّذِيرٍۢ
Dan Kami tidak pernah memberikan kepada mereka kitab-kitab yang mereka baca dan sekali-kali tidak pernah (pula) mengutus kepada mereka sebelum kamu seorang pemberi peringatan pun. ( QS. Saa’ : 44 )
أَمْ يَقُولُونَ ٱفْتَرَىٰهُ ۚ بَلْ هُوَ ٱلْحَقُّ مِن رَّبِّكَ لِتُنذِرَ قَوْمًۭا مَّآ أَتَىٰهُم مِّن نَّذِيرٍۢ مِّن قَبْلِكَ
Tetapi mengapa mereka (orang kafir) mengatakan: "Dia Muhammad mengada-adakannya". Sebenarnya Al Qur'an itu adalah kebenaran (yang datang) dari Tuhanmu, agar kamu memberi peringatan kepada kaum yang belum datang kepada mereka orang yang memberi peringatan sebelum kamu.
( QS. As Sajdah : 03 ) dan yang semisalnya
Jawaban alasan ke IV:
            Hadits – hadits dalam shahih Muslim dan lainnya yang berhubungan dengan ayat ini adalah hadits ahad, hendaknya didahulukan firman Allah, seperti al Isro’ ayat 15 dan al Mulk ayat 9. Adapun mengenai ayat – ayat yang dijadikan hujjah mereka semisal surat an Nisa’ 18 maka jawaban sebagaimana yang telah lalu yakni bahwa ayat itu menjelaskan ketika rasul – rasul diutus atas mereka lantas mereka mendustakan para rasul dengan dalil surat al isro’ ayat 15.

            Muqayyadah –semoga Allah mengampuninya- yang benar mengenai masalah ini adalah bahwa orang fathrah diudzur di dunia dan Allah akan menguji mereka di akhirat. Wallahu a’lam. Adlwaul bayan 3/335-341

















                 



[1]  Judul dan kata pengantar adalah tambahan dari penerjemah.
[2] Surat Faathir ayat 37
[3]  Ahlul fathrah adalah orang yang hidup dalam masa kekosongan watu antar dua orang rasul, dimana ia tidak mendapati rasul yang pertamam dan tidak pula yang ke dua. ( Jam’ul Jawami’ 1/63 )

ARAHAN UMUM DALAM MENYIKAPI FITNAH PERSELISIHAN DIKALANGAN ULAMA’


ARAHAN UMUM DALAM MENYIKAPI FITNAH PERSELISIHAN DIKALANGAN ULAMA

PENULIS: Abu Ukasya Ilham Gorontalo
Catatan kaki: Mujahid as Salafiy

MUQADDIMAH

بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله رب العالمين، الرحمن الرحيم، مالك يوم الدين; وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له، وأشهد أن محمدا عبده ورسوله، أرسله رحمة للعالمين، وحجة على الكافرين، صلى الله عليه وعلى آله وصحبه، ومن تبعهم بإحسان إلى يوم الدين، وسلم تسليما.
Maha suci Allah Ta’ala yang telah berfirman lagi termaktub dalam Qur’an yang mulia
وَجَعَلْنَا بَعْضَكُمْ لِبَعْضٍۢ فِتْنَةً
Dan Kami jadikan sebahagian kamu cobaan bagi sebahagian yang lain. (Q.S Al Furqon :25)
وَكَذَٰلِكَ فَتَنَّا بَعْضَهُم بِبَعْضٍۢ
Dan demikianlah telah Kami uji sebahagian mereka dengan sebahagian mereka. (Q.S Al An ‘am :53) .
            Dua ayat yang mulia ini Allah Ta’ala mengabarkan sebagian kita terhadap sebagian yang lain menjadi fitnah. Manusia akan dilanda fitnah melalui saudara – saudara mereka sendiri , tak lepas juga Ahlus Sunnah akan tertimpa pula fitnah. Dan fitnah bertambah dahsyat dengan bertambahnya waktu.
Dalam hadits Amru bin Ash disebutkan :
Umat kamu ini kebaikannya di jadikan pada awalnya , akhir umat ini akan di timpa musibah dan perkara – perkara yang kamu ingkari.  Hadits riwayat Muslim Abdullah bin Mas’ud berkata : Demi Allah Sesungguhnya aku tahu bahwa kemarin lebih baik daripada hari ini, dan hari ini lebih baik dari besok. (Hadits riwayat Ath Thobari).
Karena pada saat ini hidup di jaman fitnah maka hendaknya kita kembalikan urusan nya hanya kepada Allah Subhanahu  Wata’ala dengan berpegang teguh pada perintahNya dan perintah nabiNya. Rasulullah Sallallohu ‘alaihi Wasallam bersabda : Aku tinggalkan pada kalian dua perkara yang jika kalian berpegang teguh pada keduanya maka tidak akan sesat selamanya yaitu Kitabulloh dan sunnah Rasululloh Sallallohu’alaihi wasallam.   
Siapa diantara kalian yang hidup sesudahku akan melihat perselisihan yang banyak maka wajib berpegang taguh pada sunnahku dan sunnah Khulafaur rosyidin yang diberi petunjuk, gigitlah dengan gigi geraham. ( H.R Abu Dawud ).
Ini adalah risalah ringkas yang ditulis akhuna Abu Ukasyah Ilham Gorontalo berisikan cara bijak menyikapi fitnah di kalangan Ahlus Sunnah. Aku memohon kepada Allah Subhanahu Wata’ala dzat yang maha mulia agar membalasnya dengan kebaikan dan semoga bermanfaat baginya dan bagi kaum muslimin terkhusus Ahlus Sunnah. Wal ‘ilmu indallah wa billahit taufiq wa Shallallohu’ala muhammadin wa ‘ala ‘alihi wa shohbihi ajma’in.  

               Mujahid as salafi
               Pengelola www.millahmuhammad.blogspot.com












-----------------------------------------------------------------------



MUQADDIMAH PENULIS
Kami mendapati beberapa berkomentar dalam fitnah ini, yang kami lihat mereka mau bersikap pertengahan dalam fitnah ini , namun kami lihat pada perkataan nya masih ada sikap taqshir dan guluw dan kecenderungan terhadap kelompok lain, dan masih terbawa sikap ta’ashub dan kejahilan, dan mereka hanya membahas langsung pada inti masalah, tanpa memberikan poin poin pengarahan sebelum masuk dalam masalah, agar dengan pengarahan tersebut orang bisa bersikap diatasnya , dan agar orang memahami kadar dirinya masing – masing, jadi kami terdorong untuk andil memberikan pengarahan.
Mudah – mudahan memberikan titik gambaran solusi dari fitnah tersebut dengan taufiq dan bantuan dari Allah Subhanahu Wata’ala.

                              Abu Ukasyah Ilham Gorontalo






---------------------------------------------------------------------------------





( sebelumnya kami nasehatkan pada diri ini dan saudara – saudara kami [1])Marilah kita menyibukkan diri mempebaiki diri- diri kita dan keluarga- keluarga kita[2], dan berdakwah di jalan Allah Subhanahu Wata’ala kepada orang – orang yang ada di sekitar kita atau orang – orang yang bisa kita jangkau untuk menyampaikan tauhid dan Sunnah[3], Nabi Shalallohu’alaihi wasallam bersabda :
بَلِّغُوا عَنِّي وَلَوْأَيَةٌ
“Sampaikanlah dariku meskipun hanya satu ayat”[4]
Orang yang berakal adalah orang yang bisa menjaga dirinya tetap istiqomah diatas jalan Allah ketika terjadi fitnah, dia tidak tersibukan mengurus perkara – perkara yang belum bisa di jangkaunya, dia berdakwah memulai dengan perkara yang paling terpenting kemudian yang penting lainnya. Nabi Shalallohu’alaihi Wasallam bersabda :
إِنَّ السَعِيْدَ لِمَنْ جُنِّبَ الفِتَنْ
"Sesungguhnya orang –orang yang beruntung adalah orang yang dijauhkan dari fitnah".[5]
 Perlu di ketahui ! bahwa perkara Ulama saling mentahdzir dan saling menghukumi itu bukan perkara baru, tapi sudah ada sejak jaman para Aimmah terdahulu, fitnah Ulama itu akan berdampak negatif bagi para pengikut mereka, sampai pada masa kita sekarang ini, namun bagi orang –orang yang faham maka janganlah kemudian dia melibatkan orang – orang awam atau orang – orang yang baru mengaji dan kenal dakwah, karena itu akan membuat mereka bingung dan akhirnya lari dari dakwah, dan ini bertentangan dengan sabda Nabi Shalallahu’alaihi Wasallam:
“Sesungguhnya kalian diutus untuk mempermudah ( dalam dakwah ) dan bukan mempersulit”.[6]
Beliau -shalallahu ‘alaihi wa sallam- juga bersabda kepada Mu’adz dan Abu Musa yang mau dikirim berdakwah ke Yaman
 “Bersatulah kalian dalam dakwah dan jangan berselisih. Permudahlah dan jangan mempersulit, berilah kabar gembira dan jangan membuat lari”.[7]
 Inilah nasehat beliau-shalallahu ‘alaihi wa sallam- kepada para Da’I secara umum.
            Perkara Ulama saling mentahdzir dan saling menghukumi itu memang bidang mereka , karena ini masuk dalam BAB Jarh Wa Ta’dil , hendaknya kita berprasangka baik terhadap mereka, karena mereka juga dalam mentahdzir bukan karena hawa nafsu atau karena Ta’ashub atau pembelaan kelompok, namun karena kecemburuan mereka terhadap agama ini , niat baik mereka ingin menjaga agama yang mulia ini,dan niat baik mreka ingin menjaga Ummat dan menasehatinya, ini sikap yang harus kita kedepankan terhadap para Ulama, jika mereka salah maka itu adalah ijtihad yang mereka tetap mendapat pahala karena nya[8] , kecuali nampak dari mereka niat jahat dalam usaha tersebut, baru kita hukumi sesuai dzohir nya.
            Sekali lagi untuk para da’I dalam fitnah ini , jangan kemudian melibatkan orang – orang awam atau orang – orang yang baru ngaji ( kenal dakwah ) karena akal dan pemahaman mereka belum bisa menjangkau fitnah ini, karena sahabat Ali bin Abi Tholib –radliyallahu ‘anhu-berkata :
‘Sampaikanlah kepada manusia sesuai dengan kadar akal – akal mereka “
 Adapun jika hanya sekedar menghabarkan secara umum bahwa telah terjadi fitnah Ulama fulan dengan Ulama fulan, dan memberikan sedikit arahan kepada mereka, maka ini tidak mengapa, namun jangan kemudian fitnah tersebut di jadikan saran untuk mengelompok. Sarana untuk tahazzub, sarana untuk fanatik, membela ulama sana atau sini, membela Geng sana atau geng sini. Inilah bukanlah tujuan syari’at , ini bukanlah tujuan dakwah, tetapi ini adalah Manhaj Perang, Manhaj Partai, Manhaj tahazzub.  Wala Haula Wala Quwwata Illa Billah !     
            Ringkas masalah, dalam fitnah ini orang – orang yang menyikapi nya terbagi menjadi tiga yaitu :
1). Orang – orang yang guluw
2). Orang – orang yang tafrith / taqshir / meremehkan.
3). Muqtashid  / orang – orang pertengahan.
Gologan yang pertama yakni orang – orang yang ghuluw[9] adalah orang – orang yang menjadikan fitnah ini sebagai sarana tahazzub , perpecahan dan permusuhan , dan melibatkan orang – orang awam dan para thullab yang masih baru, kemudian mendesak mereka untuk bersikap atau membela Ulama sana atau sini.
Golongan yang kedua , yakni orang – orang yang taqshir[10], meremehkan tidak mau tahu dengan fitnah Ulama, alergi dengan fitnah Ulama, berprasangka buruk terhadap Ulama , menyangka bahwa dalam fitnah ini Ulama membuat fitnah, Ulama membuat perpecahan, Ulama tidak faham kondisi , Ulama tidak hikmah, mereka tidak mau tahu dan berprasangka buruk terhadap fitnah ini.
Adapun Golongan Muqtashid [11]yakni orang – orang yang selamat ketika terjadi fitnah , mereka tidak ghuluw dan tidak taqshir , mereka tetap berprasangka baik terhadap Ulama, dan mereka tetap mendo’akan para Ulama dengan kebaikan[12] , tidak terpengaruh dengan fitnah, dan tidak membuat masalah jadi rumit, tidak membuat masalah menjadi besar, tidak memperkeruh masalah , mereka tetap istiqomah berdakwah di jalan Allah , menyampaikan perkara – perkara yang bermanfaat tentang tauhid dan sunnah dengan cara hikmah, mereka tidak melibatkan orang – orang yang baru ngaji ( kenal dakwah ) mereka tidak mendesak orang lain untuk bersikap dalam fitnah ini, mereka saling menasehati sesama untuk sibuk mengurus aib diri sendiri dan keluarga, semua itu bukan karena sikap meremehkan fitnah yang terjadi di kalangan Ulama , namun mereka menjaga jangan sampai ketika terlibat dalam fitnah tersebut sehingga menyebabkan muncul fitnah baru yang lebih besar, seperti yang terjadi di kalangan para ustadz , akibat terlibat dalam fitnah akhirnya di cela, di fitnah , di hukumi di tahdzir, di bongkar aibnya. Padahal kita diperintah menyembunyikan aib kita setelah bertaubat. Namun dengan sebab kita masuk dalam fitnah ini, kita mentahdzir yang dengan itu orang lain membalas dengan membongkar aib kita yang tidak pantas ditampakkan, yang ujungnya menyebabkan orang lain tidak menerima nasehat kita, tidak menerima kebenaran yang kita sampaikan.
Maka hendaknya Seorang Dai merenungi hal ini, bisa jadi dia masuk dalam hadits :
“semua kesalahan ummatku akan diampuni kecuali orang yang menampakkan maksiatnya terang – terangan.”[13]
            Bukan kita yang menampakkan secara langsung, tapi akibat perbuatan kita akhirnya orang lain mengumbar – umbar aib kita. Makanya dalam hadits disebutkan :
“celakalah orang yang mencela kedua orang tuanya! Yaitu orang mencela orang tua orang lain kemudian orang tersebut membalas mencela orang tuanya.”[14]
Orang – orang yang muqtashid mereka mengambil sikap diam dalam fitnah tersebut, jika mereka menyikapi maka tidaklah mengomentari kecuali hanya sekedar memberikan arahan – arahan yang bersifat umum, jika mereka terjun dalam fitnah mereka bersikap bijaksana, berniat baik ingin mencari kebenaran dan berusaha membuat solusi, sikap mereka terjun dalam fitnah tidaklah menimbulkan fitnah yang baru yang lebih besar, yang mana kesemuanya itu mereka lakukan diatas dasar nasehat dan keikhlasan dan diatas dasar sikap mengikuti Rasulullah –shalallahu ‘alaihi wa sallam- dan mengikuti jejak para salafush shaleh, jauh dari sikap mengikuti hawa nafsu dan fanatik. [15]
            Orang – orang yang ingin mengetahui dan mempelajari fitnah yaman, maka hendaknya bersikap adil[16], bijaksana,  dan tatsabut. Jangan dia mengikuti sesuatu yang dia tidak tahu tentangnya atau dia menghukumi sesuatu yang belum jelas permasalahannya, karena hanya sekedar menerima berita dari sepihak. Karena dalam menyikapi dua pihak yang bersengketa harus mengetahui hujjah dari masing – masing pihak. Inilah yang dilakukan Rasulullah dan dilakukan para Nabi –‘alaihim ash shalatu wa as salam-. Setelah dia mengetahui duduk masalah dan mengetahui pihak mana yang benar. Maka dalam hal ini berlakulah sabda Rasulullah –shalallahu ‘alaihi wa sallam-:
“tolonglah saudaramu yang dizhalimi atau yang menzhalimi, adapun orang yang menzhalimi maka engkau mencegahnya dari berbuat zhalim.”[17]
            Jangan kemudian dia memaksa dan mendesak orang lain untuk mengetahui dan mempelajari fitnah ini, dengan perkataan “antum harus tahu dan mempelajari masalah ini, antum harus bersikap!, jika antum tidak mencari kebenaran dalam hal ini maka antm akan terseret pada hizbiyyah! Atau kalimat – kalimat yang senada, ujungnya adalah memaksa dan mendesak orang harus bersikap, agar diketahui mana yang di pihak sini dan mana yang di piak sana, seolah – olah perkara ini adalah yang wajib diketahui dan dipelajari, serta akan menciderai ketsiqahan manhaj seseorang. Bersambung insya Allah
           
   


[1] Mengambil faidah dari firman Allah:
وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلًۭا مِّمَّن دَعَآ إِلَى ٱللَّهِ وَعَمِلَ صَٰلِحًۭا
Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh. ( QS. Fushhilat : 33 ) Tambahan dari pemberi catatan kaki
[2] Allah berfirman:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ قُوٓا۟ أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًۭا
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka. ( QS. At Tahrim : 06 )
[3] Allah berfirman:
ٱدْعُ إِلَىٰ سَبِيلِ رَبِّكَ بِٱلْحِكْمَةِ وَٱلْمَوْعِظَةِ ٱلْحَسَنَةِ ۖ وَجَٰدِلْهُم بِٱلَّتِى هِىَ أَحْسَنُ ۚ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَن ضَلَّ عَن سَبِيلِهِۦ ۖ وَهُوَ أَعْلَمُ بِٱلْمُهْتَدِينَ
Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. ( QS. An Nahl : 125 )
[4] Hadits riwayat Bukhari dari sahabat Abdullah bin Amr bin Ash
[5] Hadits riwayat Abu Dawud dalam sunannya di kitab al Fitan wal Malahim, dishahihkan Syaikh al Albani dalam al Misykatul Mashabih 5405
[6] Hadits Riwayat Bukhari dari Shahabat Abu Hurairah –radliyallahu ‘anhu- no 220
[7] Hadits Riwayat Bukhari
[8] Rasulullah-shalallahu ‘alaihi wa sallam-  bersabda:
Apabila seorang hakim menghukumi suatu perkara, lalu berijtihad dan benar baginya dua pahala. Dan apabila dia menghukumi suatu perkara, lalu berijtihad dan keliru, maka baginya satu pahala. ( HR. Bukhari dan Muslim dari Amru bin Ash )
[9]  Golongan ini dicela dalam al Qur’an dan Hadits serta tidak sesuai dengan manhaj salaf. Allah berfirman:
يَٰٓأَهْلَ ٱلْكِتَٰبِ لَا تَغْلُوا۟ فِى دِينِكُمْ وَلَا تَقُولُوا۟ عَلَى ٱللَّهِ إِلَّا ٱلْحَقَّ ۚ
Wahai Ahli Kitab, janganlah kamu melampaui batas dalam agamamu, dan janganlah kamu mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar. ( QS. An Nisa’ : 171 )
[10]  Golongan ini juga merupakan makar syetan dan bukan manhaj salaf. ( Mawaridul Amn 187 )
[11] Inilah golongan yang beruntung dan manhaj Ahlus Sunnah berdiri diatasnya, allah berfirman:
وَأَقْسِطُوٓا۟ ۖ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلْمُقْسِطِينَ
dan berlaku adillah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. ( QS. Al Hujurat : 09 )
[12] Syaikh Abdul Muhsin berkata: sepeninggal rasulullah –shalallahu ‘alaihi wa sallam- tiada seorangpun yang ma’sum, begitu pula orang alim, diapun tidak akan leps dari kesalahan. Seorang yang terjatuh dalam kesalahan, janganlah kesalahan itu digunakan untuk menjatuhkan dirinya dan tidak boleh kesalahannya itu menjadi sarana untuk membuka kejelekannya yang lain dan melakukan tahdzir terhadapnya….. sa’id bin Musayyib berkata: seorang ulama’ , orang yang mulia, atau orang yang memiliki keutamaan  tidak akan luput dari kesalahan. Akan- ---tetapi, barangsiapa yang keutamaannya lebih banyak dari kekurangannya maka kekurangannya akan tertutup oleh keutamaannya.
Abdullah bin al Mubarak berkata: apabila kebaikan seorang lebih banyak daripada kesalahannya maka kesalahannya tidak dianggap. ( Siyaru A’lamin Nubala’ 8/352 ) ( mengambil faidah dari risalah Rifqan Ahlas Sunnah bi Ahlis Sunnah, Syaikh Abdul Muhsin al Abbad )
[13] Hadits riwayat Bukhari no 6069
[14] Hadits riwayat Bukhari dari Amru bin Ash
[15] Allah melarang hambaNya mengikuti hawa nafsu, sebagaiamana dalam firmanNya:
أَفَرَءَيْتَ مَنِ ٱتَّخَذَ إِلَٰهَهُۥ هَوَىٰهُ وَأَضَلَّهُ ٱللَّهُ عَلَىٰ عِلْمٍۢ وَخَتَمَ عَلَىٰ سَمْعِهِۦ وَقَلْبِهِۦ وَجَعَلَ عَلَىٰ بَصَرِهِۦ غِشَٰوَةًۭ فَمَن يَهْدِيهِ مِنۢ بَعْدِ ٱللَّهِ ۚ أَفَلَا تَذَكَّرُونَ
Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya, dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?. ( QS. Al Jatsiyah : 23 )
[16] Allah berfirman:
ٱعْدِلُوا۟ هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَىٰ
Berlakulah adil, karena adil itu lebih dekat kepada ketaqwaan. ( QS. Al Maidah: 08 )
[17] Hadits riwayat Bukhari dalam kitab shahihnya dari shahabat Anas bin Malik –radliyallahu ‘anhu-