Blogger templates

Makna Tauhid Uluhiyah Dan Tauhid Adalah Inti Dakwah Para Rasul

Oleh
Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan bin Abdullah bin Fauzan





Uluhiyah adalah Ibadah.
Tauhid uluhiyah adalah mengesakan Allah dengan perbuatan para hamba berdasarkan niat taqarrub yang disyari'atkan seperti do'a, nadzar, kurban, raja' (pengharapan), takut, tawakkal, raghbah (senang), rahbah (takut) dan inabah (kembali/taubat). Dan jenis tauhid ini adalah inti dakwah para rasul, mulai rasul yang pertama hingga yang terakhir.

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

"Artinya : Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): 'Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah thaghut itu'." [An-Nahl : 36]

"Artinya : Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya, 'Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang haq) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku'." [Al-Anbiya' : 25]

Setiap rasul selalu melalui dakwahnya dengan perintah tauhid uluhiyah. Sebagaimana yang diucapkan oleh Nabi Nuh, Hud, Shalih, Syu'aib, dan lain-lain:

"Artinya : Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan bagi-mu selainNya." [Al-A'raf: 59, 65, 73, 85].

"Artinya : Dan ingatlah Ibrahim, ketika ia berkata kepada kaumnya, 'Sembahlah olehmu Allah dan bertakwalah kepadaNya'." [Al-Ankabut : 16]

Dan diwahyukan kepada Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam :

"Artinya : Katakanlah, 'Sesungguhnya aku diperintahkan supaya menyem-bah Allah dengan memurnikan ketaatan kepadaNya dalam (menjalankan) agama'." [Az-Zumar : 11]

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam sendiri bersabda:

"Artinya : Saya diperintahkan untuk memerangi manusia sampai mereka bersaksi bahwa tiada ilah (sesembahan) yang haq kecuali Allah dan bahwa Muhammad adalah Rasulullah." [Hadits Riwayat Al-Bukhari dan Muslim]

Kewajiban awal bagi setiap mukallaf adalah bersaksi laa ilaaha illallah (tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah), serta mengamalkannya. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

"Artinya : Maka ketahuilah bahwa tidak ada Tuhan (yang berhak disem-bah) melainkan Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu...". [Muhammad : 19]

Dan kewajiban pertama bagi orang yang ingin masuk Islam adalah mengikrarkan dua kalimah syahadat.

Jadi jelaslah bahwa tauhid uluhiyah adalah maksud dari dakwah para rasul. Disebut demikian, karena uluhiyah adalah sifat Allah yang ditunjukkan oleh namaNya, "Allah", yang artinya dzul uluhiyah (yang memiliki uluhiyah).

Juga disebut "tauhid ibadah", karena ubudiyah adalah sifat 'abd (hamba) yang wajib menyembah Allah secara ikhlas, karena ketergantungan mereka kepadanya.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, "Ketahuilah, kebutuhan seorang hamba untuk menyembah Allah tanpa menyekutukan-Nya dengan sesuatu pun, tidak memiliki bandingan yang dapat dikias-kan, tetapi dari sebagian segi mirip dengan kebutuhan jasad kepada makanan dan minuman. Akan tetapi di antara keduanya ini terdapat perbedaan mendasar. Karena hakikat seorang hamba adalah hati dan ruhnya, ia tidak bisa baik kecuali dengan Allah yang tiada Tuhan selainNya. Ia tidak bisa tenang di dunia kecuali dengan mengingat-Nya. Seandainya hamba memperoleh kenikmatan dan kesenangan tanpa Allah, maka hal itu tidak akan berlangsung lama, tetapi akan berpindah-pindah dari satu macam ke macam yang lain, dari satu orang kepada orang lain. Adapun Tuhannya maka Dia dibutuhkan setiap saat dan setiap waktu, di mana pun ia berada maka Dia selalu bersamanya."

Tauhid ini adalah inti dari dakwah para rasul, karena ia adalah asas dan pondasi tempat dibangunnya seluruh amal. Tanpa mereali-sasikannya, semua amal ibadah tidak akan diterima. Karena kalau ia tidak terwujud, maka bercokollah lawannya, yaitu syirik. Sedangkan Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

"Artinya : Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik. [An-Nisa': 48, 116]

"Artinya : ...Seandainya mereka mempersekutukan Alah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan." [Al-An'am : 88]

"Artinya : Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi." [Az-Zumar : 65]

Dan tauhid jenis ini adalah kewajiban pertama segenap hamba. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

"Artinya : Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukanNya dengan sesuatu pun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak ...". [An-Nisa': 36]

"Artinya : Dan Tuhanmu telah memerintahkan kamu supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik kepada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya ..." [Al-Isra': 23].

"Artinya : Katakanlah, 'Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu dari Tuhanmu, yaitu: janganlah kamu mempersekutukan kamu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu-bapak …'." [Al-An'am : 151]

[Disalin dari kitab At-Tauhid Lish Shaffil Awwal Al-Ali, Edisi Indonesia Kitab Tauhid 1, Penulis Syaikh Dr Shalih bin Fauzan bin Abdullah bin Fauzan, Penerjemah Agus Hasan Bashori Lc, Penerbit Darul Haq]

Jangan Bergabung dengan kafilah Perusak sebuah Kritik Atas Buku: “Bergabung Bersama Kafilah Syuhada – Dr.Abdullah Azzam”

Oleh: Mujahid al - Atsariy

Penulis dan Penerbit Buku Ini

Buku ini memiliki judul asli Ilhaq Qofilah, di tulis oleh Dr. Abdulloh ‘Azzam, diterjemahkan oleh Wahyudin, dan diterbitkan oleh Media Islamika, Solo, cetakan kedua, Desember 2006 M.

Jihad Adalah Ibadah

Buku ini dari awal hingga akhir merupakan hasungan dari penulis kepada kaum muslimin agar berjihad, dan ini adalah hal yang tidak ada satupun para ulama Sunnah yang mengingkarinya, karena begitu banyak nash-nash yang menunjukkan tentang perintah kepadanya seperti firman Alloh ‘Azza wa Jalla:

“Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan maupun berat, dan berjihadlah kamu dengan harta dan dirimu di jalan Alloh. [QS. At-Taubah (9):41]

Dan Sabda Rasulullah –shalallalahu ‘alaihi wa sallam-:

“Berjihadlah melawan orang-orang musyrikin dengan harta kalian, jiwa kalian dan lidah kalian.” [HR.Abu Dawud dalam Sunan-nya: 3/10 Dishohihkan oleh Syaikh al-Albani di dalam Shohihul Jami’: 3090]

Hanya, setiap ibadah tidak akan diterima di sisi Alloh kecuali jika terpenuhi di dalamnya dua syarat:

1. Hendaknya amalan tersebut diikhlaskan semata kepada Alloh, karena sesungguhnya Alloh tidak akan menerima amalan kecuali yang dimurnikan semata kepada-Nya. Alloh ‘Azza wa Jalla berfirman:

“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Alloh dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus.” [QS.al-Bayyinah:5]

2. Hendaknya ittiba’ (mengikuti) Nabi -shalallalahu ‘alaihi wa sallam-, karena sesungguhnya Alloh tidak akan menerima amalan kecuali yang mencocoki dengan petunjuk Rasulullah shalallalahu ‘alaihi wa sallam-. Alloh ‘Azza wa Jalla berfirman:

“Apa yang diberikan Rosul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah.” [QS.al-Hasyr:7]

Rasulullah shalallalahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Barangsiapa yang melakukan amalan yang tidak berdasarkan urusan dari kami, maka ia adalah tertolak.” [Diriwayatkan oleh al-Bukhori di dalam Shohihnya: 2499 dan Muslim di dalam Shohihnya: 3243]

Maka jihad wajib dilandasi oleh dua hal yang merupakan syarat diterimanya amal ibadah, yaitu ikhlas dan mutaba’ah (mengikuti sunnah Rasul shalallalahu ‘alaihi wa sallam). Alloh tidak akan menerima jihadnya seseorang hingga dia mengikhlaskan niatnya karena Alloh dan mengharapkan dengan jihadnya tersebut keuntungan pribadi atau jabatan atau yang lainnya dari perkara-perkara dunia, maka jihadnya ini tidak diterima oleh Alloh ‘Azza wa Jalla. Demikian pula, Alloh tidak akan menerima jihad seseorang apabila dia tidak mengikuti sunnah Rosululloh shalallalahu ‘alaihi wa sallam dalam berjihad. Seseorang yang ingin berjihad haruslah terlebih dahulu memahami bagaimana dahulu Rasulullah shalallalahu ‘alaihi wa sallam berjihad kemudian dia mencontohnya.

Tidak Berjihad Kecuali Bersama Waliyul Amr

Penulis berkata di dalam hlm.48:

Ada sebagian manusia berapologi mencari pembenaran untuk tidak berangkat berjihad hanya karena beberapa perkara yang hukumnya masih diperselisihkan, mereka beralasan bahwasnya masih banyak orang-orang afghanistan yang keislamannya tidak dapat diterima/menyimpang.

Namun persoalan ini telah dijawab oleh para fuqoha dengan menunjukkan dalil-dalilnya. Bahwa seseorang wajib berjihad meskipun harus bersama dengan tentara yang mayoritas mereka adalah orang-orang tidak baik.

Ini adalah salah satu landasan pokok aqidah Ahlussunnah wal Jama’ah (yaitu berperang bersama orang yang baik dan yang fajir/jahat), karena Alloh ‘Azza wa Jalla akan mengokohkan dien ini dengan laki-laki yang fajir. Ini adalah jejak generasi umat pilihan pada masa dahulu dan sekarang. Hukumnya adalah wajib bagi setiap mukallaf (orang yang terbebani dengan perintah dan larangan).

Tidak berjihad bersama para pemimpin (meskipun mereka orang-orang yang fajir) atau bersama mayoritas tentara yang fajir adalah jalannya kelompok Haruriyah –mereka adalah bagian dari golongan Khawarij- dan kelompok semisal dengan mereka yang mengambil jalan dan sikap hati-hati yang berlebihan karena ilmu yang dangkal dan niscaya mengakibatkan kerusakan.

Kami katakan:

Penulis menyebutkan bahwa wajib berjihad bersama kaum muslimin yang baik dan yang jelek, tetapi dia telah melalaikan pokok yang agung yang disepakati oleh Ahlus Sunnah wal Jama’ah tentang wajibnya berjihad bersama pemimpin (waliyul amr) yang baik dan yang jelek, dan bahwa jihad wajib dengan izin imam yang syar’i. Al Imam Abu Ja’far ath Thohawi –rahimahullah- berkata:

“Jihad dan ibadah haji dilakukan bersama ulil amri dari kaum muslimin, baik yang sholih maupun yang fasik, hingga hari kiamat. Keduanya tak dapat dibatalkan dan dirusak oleh segala sesuatu.” (Aqidah Thohawiyyah hal.49)

Al Imam Abu Hatim ar-Rozi dan al Imam Abu Zur’ah ar-Rozi rahimahumallah berkata:

“Kita melaksanakan kewajiban jihad dan haji bersama imam-imam kaum muslimin, disetiap masa.” (Ashlu Sunnah hal.22)

Al Imam Abu Utsman ash-Shobuni –rahimahullah- berkata:

“Mereka (Ashhabul Hadits) juga berpendapat bahwa berjihad melawan orang-orang kafir itu bersama pemerintah meskipun mereka zhalim dan fasik.” (Aqidah Salaf Ashhabul Hadits hal.106)

Yang dimaksud imam (pemimpin) disini adalah imam yang syar’i sebagaimana dikatakan al-Imam Ahmad -rahimahullah-, “Tahukah kamu, apakah imam itu? Yaitu kaum muslimin berkumpul atasnya dan semuanya mengatakan, “inilah imam.” (Masa’il al Imam Ahmad: 2/185, riwayat Ibnu Hani)

Al Imam Hasan bin Ali al-Barbahari –rahimahullah- berkata, “Barangsiapa yang menjadi kholifah dengan kesepakatan kaum muslimin dan keridhoan mereka, maka dia adalah amirul mukminin, tidak dihalalkan atas siapapun untuk menginap satu malam dalam keadaan tidak memandang bahwa dia memiliki imam.” (Syarhus Sunnah hal.69-70)

Yang sunnah adalah satu imam untuk kaum muslimin di seluruh dunia. Akan tetapi, ketika kaum muslimin terbagi menjadi beberapa negeri dan sulit disatukan, maka masing-masing penguasa negeri adalah imam yang wajib dibai’at dalam ketaatan kepadanya sesuai dengan batasan-batasan syar’i.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah –rahimahullah- berkata, “”Yang sunnah hendaknya seluruh kaum muslimin memiliki satu imam, yang lain adalah perwakilan-perwakilannya. Jika terjadi keadaan di mana umat menyelisihi hal ini karena sebab kemaksiatan atau ketidakmampuan, atau sebab lain, sehingga terjadilah beberapa imam negeri, maka dalam keadaan seperti ini wajib atas setiap imam agar menegakkan hudud, dan menunaikan hak-hak..” (Majmu’ Fatawa: 34/175-176)

Al Imam asy-Syaukani –rahimahullah- berkata, “Sesudah menyebarnya Islam, meluasnya wilayahnya, dan berjauhan batas-batasnya, merupakan hal yang dimaklumi bahwa masing-masing wilayah memiliki seorang imam atau penguasa, yang tidak berlaku kekuasaannya di wilayah yang lain. Maka tidak mengapa dengan terjadinya beberapa imam dan penguasa negeri, dan wajib ditaati masing-masing penguasa negeri sesudah dilakukan bai’at atasnya oleh penduduk wilayah masing-masing..” (Sailul Jarror: 4/512)

Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab –rahimahullah- berkata, “Para imam dari setiap madzhab telah sepakat bahwa barang siapa yang menguasai suatu negeri, maka dia memiliki hukum imam dalams egala sesuatu. Seandainya tidak seperti ini maka tidaklah tegak dunia, karena kaum muslimin sejak zaman yang lama, sebelum zaman al-Imam Ahmad hingga sekarang, belum pernah bersatu dibawah satu imam.” [Durrar Saniyyah:7/239]

Syaikh Muhammad bin Sholih al-Utsaimin -rahimahullah- berkata, “Dengan ini kita mengetahui kesesatan anak-anak muda yang mengatakan, ‘Sesungguhnya hari ini tidak ada imam bagi kaum muslimin sehingga tidak ada bai’at bagi seorang pun –kita memohon keselamatan kepada Alloh- dan saya tidak tahu apakah mereka menghendaki urusan-urusan menjadi kacau-balau karena tidak ada pemimpin yang mengatur manusia? Ataukah mereka menghendaki dikatakan bahwa setiap orang adalah pemimpin dirinya? Mereka ini jika mati tanpa bai’at maka mereka mati seperti mati jahiliyah.” [asy-Syahul Mumthi’:8/12-13]

Jihad Yang Fardhu ‘Ain Tidak Perlu Izin?

Penulis berkata di dalam hal.62 dari bukunya ini:

“Tidak ada kewajban izin bagi siapapun saat hukum fardhu ain, sebab berdasarkan kaidah bahwa “Tidak perlu minta izin saat fardhu ain.”

Penulis juga berkata di dalam hal.74:

“Apabila jihad telah menjadi fardhu ain, maka seorang anak tidak perlu meminta izin kepada kedau orang tua sebagaimana mereka tidak perlu meminta izin untuk melaksanakan sholat Shubuh atau shaum Ramadhan.”

Kami katakan:

Syaikh Abul Aziz ar-Royyis –hafizhahullah- membantah syubhat ini dengan mengatakan, “Sekali-kali tidak, karena jihad sama saja apakah ia fardhu ‘ain atau fardhu kifayah maka dia adalah wajib secara syar’i dengan waliyyul amr (pemerintah) bukan kepada yanglainnya. Jika dia (waliyyul amr, Red) sembrono di dalam melaksanakannya makadia berdosa dan kita tidak menanggung apa-apa, dan kita mengikuti waliyyul amr kita. Inilah yang dilakukan oleh apra sahabat yang mulia. Karena itu, mereka tidak meninggalkan Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- untuk membela Abu Bashir dan Abu Jandal, atau membela saudara-saudara mereka yang tertindas di Makkah.” [Kasyfu Syubuhatil ‘Ashriyyah hal.44]

Di antara dalil yang menunjukkan bahwa perkara jihad bergantung kepada waliyyul amr adalah hadits yang diriwayatkan oleh al-Bukhori dan Muslim dari Abu Huroiroh –radhiyallahu ‘anhu- bahwasanya Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:

“Sesungguhnya seorang imam (pemimpin) adalah perisai. Diperangi (musuh) dari belakangnya dan berlindung dengannya. Apabila ia memerintahkan kaumnya untuk bertakwa kepada Alloh Yang Maha Agung lagi Maha Mulia dan berlaku adil, maka dari itu ia akan memperoleh pahala. Akan tetapi, apabila ia mmerintahkan kepada perbuatan yang lainnya, maka ia pasti akan menerima balasan sesuai dengan perintahnya tersebut.” [Shohih Bukhari: 4/60 dan Shohih Muslim: 6/17]

Hadits ini adalah kabar yang bermakna perintah dan merupakan nash pada masalah ini. Al-Imam an Nawawi –rahimahullah- berkata:

“Imam adalah perisai, yaitu seperti penutup, karena dia menghalangi musuh dari mengganggu kaum muslimin, dan menghalangi sebagian manusia dari mengganggu sebahagian mereka, menjaga pertahanan Islam, manusia takut kepadanya dan takut serangannya, dan makna diperangi di belakangnya yaitu bersamanya diperangi orang-orang kafir, para pemberontak, orang-orang Khowarij, dan semua orang-orang yang merusak dan zholim.” [Syarh Muslim: 6/315]

Al Hafizh Ibnu Hajar –rahimahullah- berkata:

“Karena dia menghalangi musuh dari mengganggu kaum muslimin, dan menahan gangguan sebagian manusia atas sebagian yang lain.” [Fathul Bari: 6/116]

Syaikh Abdul Muhsin bin Hamd al-‘Abbad –rahimahullah- berkata:

“Maka imam adalah perisai, dengannya berperang. Kaum Muslimin berperang mengikutinya dan berada dibelakangnya. Jadilah ia sebagai pemimpin mereka di dalam peperangan serta di dalam mengadakan akad-akad dan perjanjian-perjanjian.” [Syarh Sunan Abu Dawud: 15:/73]

Jihad Tidak Perlu Izin Kepada Amirul Mukminin?

Penulis berkata di dalam hal.86:

“Sesungguhnya Amirul Mukminin tidak dimintai izin di dalam tida keadaan: (1) bila ia menihilkan jihad. (2) Bila ia menutup perizinan untuk berjihad. (3) Bila sebelumnya kita telah mengethaui bahwa ia akan menolak permohonan ijin untuk berjihad.

Kami katakan:

Syaikh Muhammad bin Sholih al-Utsaimin –rahimahullah- berkata: “Tidak boleh memerangi pasukan kecuali dengan izin imam betapapun perkatanya, karena yang diperintah berperang dan berjihad adalah apra waliyyul amr dan bukan person-person manusia, maka person-person manusia adalah mengikuti ahlul halli wal ‘aqdi, maka tidak boleh seorang pun untuk berperang tanpa izin imam kecuali untuk membela diri.” [asy-Syarhul Mumthi’:8/22]

Adapun tentang imam yang menihilkan jihad maka ini adalah perkataan yang global. Jika yang dmaksud bahwa dia mengingkari disyari’atkannya jihad maka ini adalah kekufuran. Adapun jika yang dimaksud bahwa dia belum melaksanakannya maka ini ada dua keadaan:

Pertama: Jika mereka lebih memilih dunia daripada akhirat maka perbuatan mereka ini adalah haram, bukan kufur, karena yang maksimal dari hukumnya adalah maksiat.

Kedua: Jika mereka ingin berjihad, tetapi mereka lemah tidak mampu melakukan hal itu, karena mereka belum siap dari segi kekuatan iman dan kekuatan militer, barangsiapa yang meninggalkan jihad karena alasan ini maka mereka benar di dalam pandangan mereka, karena jihad yang syar’i haruslah terpenuhi syarat-syarat dan faktor-faktor penunjangnya, diantaranya adalah:

  1. Hendaklah berjihad semata-mata mengharapkan wajah Alloh ‘Azza wa Jalla.
  2. Kaum muslimin mempunyai senjata, kekuatan dan pertahanan.
  3. Berjihad dalam satu komando di bawah bendera kaum muslimin
  4. Seorang imam kaum (pemimpin) muslimin mengumandangkan seruan untuk berjihad
  5. Hendaknya (sebelum mereka diperangi) telah diserukan dakwah agar mereka masuk Islam, jika mereka menolak seruan tersebut atau mereka menghalang-halangi dari tersebarnya Islam maka diperangi
  6. Hendaknya benar-benar yakin dalam berjihad tidak menimbulkan kemudhoratan bagi Islam dan kaum Muslimin.

Jika telah terpenuhi syarat-syarat dan faktor-faktor yang menunjangnya maka marilah kita berjihad, dan kalaulah tidak terpenuhi syarat-syarat tersebut maka janganlah kita berjihad. [Lihat al-Jihad Fil Islam karya Syaikh Abdus Salam as Suhaimi hal.86]

PenutupInilah yang bisa kami sampaikan berupa sebagian dari jawaban-jawaban terhadap syubhat-syubhat buku ini. Akhirnya, kita memohon kepada Alloh agar menjadikan kita semua termasuk orang-orang yang berjihad di jalan-Nya dengan jihad yang benar sesuai yang diperintahkan oleh Alloh dan dicontohkan oleh Rosul-Nya dan semoga Alloh selalu memberikan taufiq kepada kita semua agar bisa selalu bisa menmpuh jalan yang lurus di dalam semua segi kehidupan. Aamiin.

Sumber: www.alqiyamah.wordpress.com

SALAH KAPRAH JIHADI MEMBONGKAR SYUBHAT KHOWARIJ MASA KINI bag II

Saudaraku se Islam Pada kesempatan bulan lalu telah kita ketahui bersama bahwa diantara kesalahan pertama buku “Salah Kaprah Salafi” yang ditulis Abu Muhammad Al – Maqdisi adalah “mudah mengkafirkan kaum muslimin.” Karena itu pada kesempatan kali ini kita akan melanjutkan penyimpangan buku tersebut. Semoga bermanfaat.

2. MENUDUH SALAFI BERAQIDAH MURJI’AH
Pada definisi Murji’ah penulis berkata:…. Dan itu dikarenakan Murjiah masa kita ini tidak memandang bahwa di sana ada kufur ‘amaliy yang mengeluarkan dari millah kecuali bila itu disertai dengan keyakinan, atau juhud atau istihlal, maka itu barulah kekafiran menurut mereka.
Sama saja baik itu termasuk masalah hinaan terhadap Allah ta’ala atau seujud kepada berhala atau tasyri’ (membuat hukum/UU) di samping Allah…….
Kami katakan: apakah dengan sebab kami Ahlus Sunnah dalam masalah tasyri’ ( membuat Hukum/UU) tidak mengkafirkan pelakunya kecuali harus adanya istihlal/penghalalan anda menuduh kami sebagai Mrji’ah? Ketahuilah, -semoga Alloh ta’ala memberi saya dan anda petunjuk-adanya istihlal dalam hal masalah tahkim adalah pendapat Imam Ahlus Sunnah Seperti Ibnul Qoyyim, Ibnu Taimiyyah, Imam Abu Ubaid al Qosim, Thowus dan yang lainnya ( Sebagaimana akan datang penjelasannya setelah ini. Insya Alloh ).

Sekarang kita bertanya kepada anda: apakah Ulama’ – ulama’ yang kami sebutkan diatas beraqidah Murji’ah karena mensyaratkan adanya istihlal bagi orang yang tidak berhukum dengan hukum Alloh dalam mengkafirkannya?!

Mengapa kalian hanya mengkhususkan pengkafiran ini hanya kepada pemerintah saja? Bukankah orang yang berbuat bid'ah dan yang berbuat maksiat itu juga berhukum dengan selain hukum Alloh ?!

3. MENUDUH PENGUASA MUSLIM YANG TIDAK BERHUKUM DENGAN HUKUM ALLOH SEBAGAI THOGIT

Penulis berkata dalam bab Syubhat Pertama Dalih Mereka Buat Para Thaghut Musyarri’in Dengan Ungkapan Kufrun Duna Kufrin:…….mereka mencampuradukkan dan melakukan pengkaburan dalam rangka menutupi (kekafiran) para thaghut masa kini dari kalangan para penguasa yang membuat undang-undang yang tidak Allah izinkan…
Kami katakan: begitulah tabiat jelek penulis yang ghuluw dan gegabah dalam memvonis seseorang, seorang penguasa biasa dikatakan thogut yaitu apabila berpendapat atau berkeyakinan Jika penegakan hukum selain dari apa yang diturunkan Alloh diperbolehkan, dan harus menghakimi dengannya, atau ia berpendapat hukum buatan sama dengan aturan Allah, atau lebih baik dari hukum Alloh. Tetapi jika penguasa tidak berhukum dengan hukum Alloh dan meyakini bahwa perbuatannya ini adalah berdosa, dan ia (penguasa) juga berkeyakinan bahwa hukum Alloh itu lebih baik dan berhukum dengan hukum Alloh adalah sebuah keharusan, maka ia ( penguasa ) tidak bias dikatakan sebagai Thogut. ( Syarah Ushuluts Tsalatsah oleh Syeikh Sholeh bin ‘Abdul ‘Aziz Alu Syeikh hal 85)
4. BERUSAHA MELARIKAN DIRI DARI TUDUHAN KHOWARIJ
Penulis berkata masih dalam bab sama: kemudian menamakan orang yang mengkafirkan mereka dan yang mengajak untuk melawan, memberontak dan dari mereka dan dari tentara, anshar dan kroni-kroninya sebagai orang Khowarij.
Kami katakan: tidaklah salah menyatakan kalian sebagai Khowarij karena sifat – sifat khowarij ada pada diri kalian, seperti mengkafirkan penguasa dan memberontak kepada penguasa. Karena para ulama Ahlus Sunnah wal Jamaah seperti Al-Imam Abu Bakr Al-Ajurri, Ibnu Abdil Barr, Al-Qadhi Abu Ya’la, dan ulama yang lainnya seperti Al-Jashshash mengatakan:bahwa pendapat yang mengkafirkan seluruh orang yang berhukum dengan selain hukum Allah Subhanahu wa Ta’ala tanpa memperinci apakah dengan pengingkarannya (terhadap hukum Alloh) atau tidak, adalah pendapat (pernyataan) Khowarij. (Lihat Fiqhu As-Siyaasah Asy-Syar’iyyah hal. 86-87)

Adapun Mengenai pemerintah, maka Ahlus Sunnah ta’at kepadanya dalam hal kebaikan dan tidak memberontak,selama belum Nampak kekafiran kepada mereka secara nyata. Imam Al – Ajurri berkata: oleh karena itu tidak layak bagi seseorang yang telah mengetahui pemikiran Khowarij yang benar – benar menyatakan memberontak dari ( ketaatan ) kepada seorang penguasa, baik yang adil maupun zholim, kemudian ia ikut keluar untuk menghalang suatu persengkongkolan dengan menghunuskan pedangnya – maksudnya ialah mengangkat senjata untuk memberontak- dan menghalalkan darah kaum muslimin. Dan tidak pantas baginya untuk terperdaya dengan kehebatan ( Khowarij ) dalam membaca Al – Qur’an, panjangnya sholat, indahnya lafadz ketika menyampaikan ilmu…. ( Asy- Syari’ah )

Jadi kami mengatakan kalian sebagai Khowarij telah ada ulama’ Salafnya.

Sedikit tambahan faedah – semoga Alloh ta’ala mempermudah untuk memahaminya-: jika telah Nampak kekafiran pemerintah secara nyata kita diperkenankan memberontak dengan syarat memiliki kekuatan untuk memberontak, jika tidak memiliki kekuatan maka kita harus berhijrah, bersabar atau mengingkari denganhati. Berikut nukilan para Ulama’ salaf terhadap penguasa yang kafir:

1.Al Hafidz,:” Kesimpulannya seorang khalifah dipecat berdasar ijma’ kalau ia telah kafir. Maka wajib bagi setiap muslim melakukannya. Siapa kuat melaksanakannya maka baginya pahala, siapa yang berkompromi baginya dosa, sedang yang tidak mampu (lemah) wajib hijrah dari bumi tersebut.” (Fathul Bari 13/132 )

2.Imam Ibnu Abdil Barr dalam mengatakan, ”Al Umari al ‘abid ---yaitu Abdullah bin Abdul Aziz bin Abdullah bin Abdullah bin Umar bin Khathab- bertanya kepada imam Malik bin Anas,” Wahai Abu Abdillah, bolehkah kita tidak terlibat dalam memerangi orang yang keluar dari hukum-hukum Allah dan berhukum dengan selain hukum-Nya ?” Imam Malik menjawab, ”Urusan ini tergantung kepada jumlah banyak atau sedikit. ( Al Kafi I/463 )

3.Imam Ahmad bin Hanbal berkata ( tatkala beliau didatangi Fuqoha’ Baghdad yang mengadu kepada beliau semakin merajalelanya bid’ah bahwa Al – Qur’an adalah Makhluk ): kalian harus mengingkari dalam hati dan jangan mencabut baiat dan jangan memecah barisan kaum muslimin, jangan mengalirkan darah kalian dan darah kaum muslimin. Perhatikanlah akibatnya ( dari memberontak ), bersabarlah hingga orang bijak bisa beristirahat atau hingga diistirahatkannya orang fajir( zholim/bejat ). ( Min Akhbaris Salaf, syeikh Zakariya ibnu Ghulam Al - Baghistani )

NASEHAT IMAM AL WADI’I rohimahulloh KEPADA JIHADI

Sesungguhnya kami telah mengirimkan kepada Usamah bin Laden beberapa surat nasehat, kana tetapi Alloh lebih mengetahuinya sampai atau tidak surat itu kepadanya. Sesungguhnya telah datang kepada kami beberapa saudara dari mereka, dimana mereka mengajukan bala bantuan kepada kita dan pertolongan kepada kita untuk berdakwah kepada Allah. Namun setelah itu kami terkejut tatkala mereka mengirimkan harta dan meminta kepada kami untuk membagikannya kepada para pembesar-pembesar suku/kabilah untuk membeli tank dan persenjataan. Namun aku tolak tawaran mereka dan aku minta mereka supaya tidak dating lagi ke kediamanku untuk kedua kalinya. Dan aku terangkan pada mereka bahwa aktivitas kami adalah aktivitas murni dakwah saja dan kami tidak pernah memberikan izin kepada murid-murid kami beraktivitas selainnya (yakni selain dakwah, pent.).

Beliau juga berkata di dalam kitab Tuhfatul Mujib, dari rekaman kaset tertanggal 18 Shofar 1417 yang berjudul Min Waro` at-Tafjiiraat fi Ardhi al-Haramain : "Dan demikian pula dengan menyandarkan perkara (agama) kepada orang-orang bodoh, sebagaimana diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dan Muslim di dalam Shahih mereka, dari Abdullah bin 'Amr radhiyallahu 'anhuma berkata, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam bersabda :
"Sesungguhnya Allah tidak mencabut ilmu dengan begitu saja dari para hambahamba- Nya. Akan tetapi Allah mencabut ilmu dengan mewafatkan para ulama, sehingga apabila tidak tersisa lagi para ulama, maka manusia menjadikan pimpinan-pimpinan yang bodoh, mereka ditanya dan berfatwa tanpa ilmu, sehingga mereka sesat dan menyesatkan."

Seperti yang dikatakan (oleh orang-orang bodoh, pent.) bahwa si fulan yang alim ini tidak faham waqi' (realita) sedikitpun, atau dia adalah seorang alim yang jumud (beku/kaku metode berfikirnya, pent.) dengan maksud tanfir (menjauhkan ummat dari ulama, pent.), sebagaimana yang di'kata'kan oleh Majalah "As- Sunnah" (milik al-Muntada Inggris yang dikelola Muhammad Surur Zainal Abidin, pent.) –yang lebih layak disebut dengan "Al-Bid'ah"- yang menampakkanpermusuhan sengitnya terhadap ahlus sunnah semenjak (meletusnya perang) teluk.

Dan saya katakan, sesungguhnya manusia tatkala mereka mulai meninggalkan ruju' (mengembalikan segala permasalahan, pent.) kepada para ulama, mereka akan menyimpang. Allah Azza wa Jalla berfirman : "Jika datang kepada mereka suatu berita tentang ketentraman atau ketakutan, mereka segera menyiarkannya. Seandainya mereka mau menyerahkan perkara tersebut kepada Rasul dan Ulil Amri di tengah-tengah mereka, niscaya tentulah orang-orang yangingin mengetahui kebenarannya akan mengetahuinya dari mereka."

Dan yang dimaksud dengan Ulil Amri adalah para ulama, umara' (penguasa), uqolaa' (orang yang berakal) dan orang-orang yang shalih.

(Lihatlah) Qorun ketika dia keluar di hadapan kaumnya dengan segala perhiasannya, maka berkatalah orang-orang ahlud dunya (pencinta dunia) :
"Semoga kiranya kita memiliki seperti apa yang telah diberikan kepada Qarun, sesungguhnya ia benar benar memiliki keberuntungan yang besar. Namun orang-orang yang berilmu berkata, kecelakaan besarlah bagi kamu, pahala yang Allah berikan adalah lebih baik bagi orang-orang yang beriman dan beramal sholih, dan tidaklah diperoleh pahala tersebut kecuali oleh orang-orang yang sabar." (QS. Al-Qoshosh 80)

Adapun para ulama, mereka meletakkan segala sesuatu pada tempatnya.
"Dan itulah permisalan-permisalan yang kami buat bagi manusia dan tiada yang memahaminya melainkan orang-orang yang berilmu."(QS. Al-Ankabut 43)
"Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda bagi orang yang berilmu."(QS. Ar-Ruum 22)
"Allahmeninggikan orang-orang yang beriman dan berilmu di antara kalian beberapa derajat." (QS. Al-Mujadilah 11)

Lantas, siapakah orang yang diangkat (derajatnya) oleh Allah, para ulama ataukah para pelaku revolusi dan kudeta?! Telah datang sebuah hadits di dalam Shohih al-Bukhari dari Abu Hurairoh radhiyallahu 'anhu bahwasanya Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam ditanya : "Kapankah as-Sa'ah (terjadinya kiamat)?", Rasulullah menjawab :
"Apabila urusan diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya, maka tunggulah kehadiran as-Sa'ah."

Diantara contoh dari fitnah ini adalah fitnah yang telah hampir meliputi Yaman yang dihembuskan oleh Usamah bin Laden. Apabila dikatakan pada dirinya : "kami memerlukan dana sebesar 20.000 Real Saudi untuk membangun Masjid di negeri ini." Maka dia (Usamah) menjawab : "Kami tidak memiliki kemampuan (sebesar itu), akan kami berikan insya Allah sebatas kemampuan kami." Namun apabila dikatakan padanya : "Kami memerlukan tank-tank, persenjataan dan selainnya." Maka niscaya dia akan menjawab : "Ambillah ini, 100.000 –atau lebih- dan insya Allah akan menyusul sisanya." –selesai-

PEMBELAAN TERHADAP SYEIKH BIN BAZ YANG TERDZOLIMI SEBUAH BANTAHAN TERHADAP AIMAN ADH DHAWAHIRIY

Penulis: Abu Usamah Al - Jawi

MUQODDIMAH

Pembaca yang dirohmati Alloh, berikut ini adalah sebuah bantahan atas artikel berjudul “IBNU BAZ ANTARA HAKIKAT DAN PRADUGA” yang ditulis oleh AIMAN ADH DHAWAHIRIY yang dimuat di majalah Al Mujahidun, edisi ke 11 tahun I, Rabu 3 Sya’ban 1415 H/1994 M. kemudian Artikel ini diterjemahkan oleh Abu Sulaiman Aman Abdur Rohman dan dimuat di dalam situs www.mi xxahxxxxhim. Semoga Alloh ta’ala senantiasa menjaga dan memberi hidayah kepada kita.

SYUBHAT DAN BANTAHAN

Aiman Adh Dhowahiriy berkata: Saya mendengarkan bersama jutaan dari anak-anak umat Islam kepada siaran-siaran berita. Ia menyiarkan lewat udara fatwa-fatwa Abdul Aziz Ibnu Baz, sedang ia mengajak kaum muslimin untuk shalat di Al Masjid Al Aqsha dan membolehkan berniaga dan berinteraksi dengan Israel.

Kami katakan: berdasarkan ucapan Aiman Adh Dhowahiriy diatas, maka dapat kita simpulkan:

Pertama: menyalahkan Syeikh Bin Baz karena membolehkan sholat di Masjidil Aqsho, sekarang saya bertanya kepada penulis atau yang mewakili dari kelompok mereka Adakah larangan yang bersumber dari al – Qur’an dan Sunnah tentang larangan sholat disana?! Tentu anda tidak akan menjumpainya walau hanya sekalimat saja.

Kedua: menyalahkan Syeikh Bin Baz karena membolehkan berniaga dan berinteraksi dengan yahudi. maka Hal ini perlu dilihat dengan seksama. Membeli dari orang kafir dibolehkan karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah membeli barang dari orang Yahudi, ketika Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam wafat baju besinya tergadai di tempat orang Yahudi untuk memberi makanan keluarganya. Jika anda melarangnya maka apakah Apakah belum sampai kepadamu bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah membeli makanan untuk keluarganya dari orang Yahudi, ketika Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat baju besinya tergadai di tempat orang Yahudi?! Apakah belum sampai kepadamu bahwa Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam pernah menerima hadiah dari orang Yahudi?! Jika kita mengatakan tidak boleh membeli produk mereka maka akan luput dari kita banyak sekal hal-hal yang bermanfaat, seperti mobil buatan Yahudi, dan hal-hal lain yang bermanfaat yang tidak membuatnya kecuali orang Yahudi.

Ketiga: menamakan yahudi sebagai Israil, maka ini adalah sebuah kekeliruan, sebab Israil adalah nama lain dari Nabi Allah, Ya’qub alaihissalam.Adapun mereka, (yang membantai), adalah famili para babi dan monyet…

Tidak diragukan lagi bahwa mereka adalah Yahudi, bukan Israil. Tapi mereka menggunakan nama itu. Kemudian menjadi kesalahan dari ummat ini, baik itu negara Islam atau yang menjadikan Islam sebagai simbolnya menamakan mereka dengan nama Israil.
Negara Yahudi menamakan dirinya dengan Israil, yakni di atas dasar keyahudian.
Dan tidak diragukan lagi bahwa setiap orang yang berakal di dunia ini, apakah dari Nashrani di Barat ataupun orang kafir di Timur, melainkan dia tahu bahwa Amerika sangat gigih untuk melecehkan dunia Islam – diantaranya termasuk Arab Saudi-.

Namun – dengan pertolongan Allah sajalah – dikarenakan kita berpegang teguh kepada agama kita yang benar dan kita menggigitnya – dengan gigi geraham kita – secara jujur, serta kita mengikhlaskan amal kita untuk Allah. Maka Allah menolong hamba-hambanya yang beriman. Tidak ada penyebab terlambat datangnya pertolongan Allah melainkan karena kehinaan hamba-hamba-Nya tersebut, yakni disaat mereka menyia-nyiakan agamanya.

Aiman Adh Dhowahiriy berkata: Dalam pandangan saya yang lemah adalah tidak mungkin seorang laki-laki menyatukan sekaligus pada dirinya antara kepemimpinan dalam dien ini dan tampil sebagai juru fatwa dan ta’lim dengan menjabat jabatan keagamaan tertinggi dinegeri Dinasti Salul, negara boneka Amerika.

Kami katakan: Yang Aiman dan kelompoknya ucapkan tidak lain adalah dusta. Tidak diragukan lagi bahwa kerajaan Saudi Arabia adalah yang menjadi target untuk diganggu oleh Amerika…
Bukankah mereka telah menekan lembaga-lembaga sosial dan berambisi untuk menghentikan dan membekukan bantuan (kaum muslimin untuk muslimin)?!.

(Amerika) menghalangi usaha-usaha baik mereka (Arab Saudi) –semoga Allah melenyapkan kepongahannya (Amerika) dan menghancurkan kekuatannya-. Bukankah mereka menuduh para pembesar (negeri ini) bahwa mereka mendanai terorisme?! Yaitu apa yang mereka salurkan berupa sedekah untuk orang-orang fakir dari kaum muslimin dan yang mereka perbantukan kepada yayasan-yayasan sosial dalam mengajarkan ilmu.

Maka yang mengatakan bahwa Saudi bersama Yahudi dan Amerika, tidak lain hal itu diucapkan oleh orang yang di hatinya ada kedengkian terhadap aqidah ini dan para pembawa serta pembelanya. Kedengkian-kedengkian itu hanya akan menjerumuskan pelakunya ke lembah kehinaan dan kejelekan.

Tidak diragukan lagi… bahwa di dunia Islam tidak ada negara yang bisa memberikan bantuan melalui badan-badan dan lembaga-lembaga sosial seperti yang dilakukan oleh negara ini , baik atas nama pemerintah ataupun pribadi.

Maka kita mohon kepada Allah agar menampakkan kekuasaan-Nya -dengan segera tanpa ditunda- atas Amerika yang akan membahagiakan kaum mukminin…

Aiman Adh Dhowahiriy berkata: Bagaimana Dinasti Salul memberi gaji kepada orang ini(Syeikh Bin Baz) dan menempatkannya pada jabatan itu.

Kami katakan: pemberian gaji pemerintah Saudi kepada syeikh bin Baz dan Ulama’ yang lain –semoga Alloh membalas kebaikan pemerintah Saudi dengan sebaik – baik balasan- adalah merupakan wujud pemuliaan&penghormatan terhadap para Ulama’, bapak mereka Abdul Aziz rahimahullah telah mewasiatkan hal itu, maka mereka menghormati para ulama dan memuliakannya dengan sesungguh-sungguhnya, akan tetapi di sana ada para ulama su’ seperti anda, Abu Muhammad Al – Maqdisi dan orang – orang yang sepemikiran dengan anda-semoga Alloh memberi hidayah kepada anda dan orang – orang yang sepemikiran dengan anda- yang mencela pemerintah Saudi dan kadang mereka kafirkan pemerintah Saudi, maka selayaknya dipilahkan di antara orang-orang berilmu mana yang berada di atas aqidah tauhid yang selayaknya dia ini dimuliakan, dan antara orang-orang yang berada di atas aqidah-aqidah bid’ah dan hizbiyyah, orang-orang hizbi ini –wahai saudara-saudara- adalah orang-orang yang jelek, mereka mencari-cari kesempatan untuk menyerang daulah ketika mereka memliki kesempatan, maka selayaknya orang-orang hizbi ini tidak diberi kesempatan samasekali, dan hendaknya mereka tidak dibantu pada kebatilan mereka, Allahumma jika sebagai sarana melunakkan hati mereka jika dipandang mereka akan kembali. Sesungguhnya pemuliaan pemerintah Saudi terhadap ulama merupakan manqobah (keutamaan) mereka dan kebaikan mereka terhadap daulah mereka serta bapak mereka (Abdul Aziz) sebagai pelaksanaan wasiatnya –Rahimahullah Ta’ala-, semoga Allah membalas mereka dengan kebaikan, sungguh mereka telah menyambut kami dengan sebaik-baiknya, memuliakan kami dengan semulia-mulianya, mereka lakukan –Biidznillahi Ta’ala- segala hal yang berhubungan dengan pengobatan kami, dan pada hal-hal yang kami butuhkan, maka semoga Allah membalas mereka dengan kebaikan.

Aiman Adh Dhowahiriy berkata: Seandainya terbesit dalam benak mereka sekali saja bahwa Syaikh ini mungkin menentang mereka atau mengancam kekuasaan mereka tentu mereka akan menggunakan terhadapnya apa yang cukup untuk mendiamkannya berupa pemecatan sampai pembunuhan. Dan sejarah Dinasti Salul dalam hal itu bersama orang-orang yan menentang mereka adalah lebih masyhur dari disebutkan.

Kami katakan: ketahuilah –semoga Alloh memberi anda hidayah- para Ulama’, seperti Syeikh Bin Baz dan yang lainnya telah menentang tindakan pemerintah yang salah, tetapi cara mereka bijaksana sesuai dengan Al – qur’an&Sunnah berdasarkan pemahaman para salaf yaitu dengan sembunyi – sembunyi. Sebagaimana telah mashur dalam hadits:

Barang siapa yang hendak menasehati penguasa tentang sesuatu perkara, maka janganlah ia memberikannya secara terang – terang akan tetapi gandenglah tangannya dan menjauhlah di tempat yang sepi. ( HR. Ahmad )

Inilah metode dalam menasehati penguasa, akan tetapi hal ini ditentang dari kalangan pengekor hawa nafsu seperti anda dan orang yang sejalan dengan anda-semoga Alloh memberi petunjuk pada anda-.

Sebelum kami mengakhiri tulisan ini, kami akan menukil ucapan Aiman Adh - dhawahiri yang sebenarnya merupakan senjata makan tuan bagi dia, ucapannya yaitu:

Sungguh ribuan para pemuda telah hidup sebagai tawanan bagi nama-nama yang populer ini-seperti anda, Usamah Bin Laden, Abu Muhammad Al-Maqdisi-, mereka mengikuti orang-orang ini, atau minimal mereka tidak berani untuk menyelisihinya termasuk meskipun sangat besar kekeliruan syaikh-syaikh itu dan sangat keji penyimpangan-penyimpangan mereka itu.

Sungguh telah tiba saatnya bagi pemuda muslim untuk melepaskan diri dari nama-nama yang nyaring lagi kosong itu yang terus-menerus dalam kemunafikan…

Dan telah tiba bagi para pemuda ini saatnya ia berkumpul disekitar ulama ‘amilin yang jujur yang menderita dan mendapat cobaan dijalan agama mereka yang disifati Allah Subhanahu Wa Ta’ala dalam firmanNya :

“Dan kami jadikan diantara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka sabar. Dan adalah mereka meyakini ayat-ayat Kami” (As Sajdah : 24)

Dan telah tiba saatnya bagi para pemuda ini untuk keluar dari lobang yang ia hidup didalamnya, dan untuk sadar bahwa peperangan antara Islam dengan kekafiran dan antara Al Haq dengan Al Bathil adalah peperangan yang pasti lagi tidak bisa lari darinya. Dan bahwa bila ia tidak siap untuknya dan tidak mempersiapkan persiapannya untuk peperangan itu, maka ia akan menjadi korban pertama.

Dan saya mengetahui bahwa ucapan saya ini akan dianggap berlebihan oleh sebahagian orang banyak orang, baik yang masih hidup dalam praduga atau orang-orang yang sepakat dengan saya akan tetapi mereka tidak memiliki pada diri mereka keberanian untuk terang-terangan dengan hal itu, karena takut dari tuduhan orang lain terhadap mereka (dengan tuduhan) melecehkan ulama, atau karena mereka tidak mampu menyelisihi apa yang selalu mereka dengung-dengungkan bertahun-tahun.

Sesungguhnya barisan al iman wajib melepaskan diri dari para pemalsu dan kaum munafikin sebelum berhadapan dengan barisan kekafiran [“Dan demikianlah kami terangkan ayat-ayat Al Quran, (supaya jelas orang-orang yang shaleh) dan supaya jelas (pula) jalan orang-orang yang berdosa”] (Al An’am : 55)

إِنْ أُرِيدُ إِلا الإصْلاحَ مَا اسْتَطَعْتُ وَمَا تَوْفِيقِي إِلا بِاللَّهِ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَإِلَيْهِ أُنِيبُ

Aku tidak bermaksud kecuali (mendatangkan) perbaikan selama aku masih berkesanggupan. Dan tidak ada taufik bagiku melainkan dengan (pertolongan) Allah. Hanya kepada Allah aku bertawakal dan hanya kepada-Nya-lah aku kembali.