Blogger templates

STATEMENT AHLUS SUNNAH ATAS MATINYA USAMAH


KOREKSI

STATEMENT AHLUS SUNNAH ATAS MATINYA USAMAH

oleh: Mujahid as - salafi


segala puji bagi Alloh yang telah berfirman dalam firmanya:

Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya. [Al-Isra’:36]

sholawat dan salam semoga terhaturkan kepada nabi yang tidak ada Nabi setelahnya. amma ba'du:
telah sampai ditelinga manusia kabar tentang kematian osamah Bin Laden sang penyeru pemberontakan di negara Saudi Arabia. ada sebagian kelompok yang salah dalam menyikapi kematiannya dengan memberi gelar kepadanya dengan gelar "Syahid" sebagaimana yang dinyatakan oleh "Forum Islam Al - Bushro" dan pernyataan ini dimuat dalam link majalah An - Najah solo yang layak disebut dengan majalah adl - Dlollah, padahal pernyataan ini tidaklah layak diberikan padanya. sebagai amanah ilmiyyah maka kami akan mengajak anda untuk menyelami apa yang saya utarakan tadi, dan kami dalam hal ini menjadikan dua bagian.

a. PENYEBUTAN SYAHID KEPADA SESEORANG tertentu ADALAH TERLARANG
dalam hal ini banyak sekali hadits- hadits dan perkataan ulama' yang menjelaskan hal ini,

Rosululloh bersabda:“Sesungguhnya manusia yang pertama kali dihisab pada hari Kiamat ialah seseorang yang mati syahid, lalu diperlihatkan kepadanya kenikmatan sehingga ia mengetahuinya dengan jelas, lantas Dia bertanya: ‘Apa yang telah kamu lakukan di dunia wahai hamba-Ku? Dia menjawab: ‘Saya berjuang dan berperang demi Engkau ya Allah sehingga saya mati syahid.’ Allah berfirman: ‘Dusta kamu, sebenarnya kamu berperang bukan karena untuk-Ku, melainkan agar kamu disebut sebagai orang yang berani. Kini kamu telah menyandang gelar tersebut.’ Kemudian diperintahkan kepadanya supaya dicampakkan dan dilemparkan ke dalam neraka. (HR: Muslim: 3527)

Telah menceritakan kepada kami Umar bin al-Khaththab dia berkata, “Ketika terjadi perang Khaibar, maka sejumlah sahabat menghadap Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam seraya berkata, ‘Fulan mati syahid, fulan mati syahid’, hingga mereka melewati seorang laki-laki lalu berkata, ‘fulan mati syahid.’ Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Tidak demikian, sesungguhnya aku melihatnya di neraka dalam pakaian atau mantel yang dia ambil (sebelum dibagi).’ Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda lagi: ‘Wahai Ibnu al-Khaththab, pergi dan serukanlah kepada manusia bahwa tidak akan masuk surga kecuali orang-orang yang beriman.’ Maka Umar berkata, ‘Aku keluar seraya berseru, ‘Ketahuilah, tidak akan masuk surga kecuali orang mukmin’.” (HR: Muslim:165)

Umar berkata; “Dan yang lain adalah ketika ada orang yang terbunuh dalam peperangan kemudian dia meninggal, lalu kalian mengatakan; ‘Si fulan syahid, ‘ padahal mungkin dia telah membawa hewan tunggangannya atau pelana kudanya dengan berisi emas atau perak dengan tujuan berdagang, maka janganlah kalian mengatakan demikian, akan tetapi katakanlah sebagaimana yang dikatakan oleh Nabi atau Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam: “Barangsiapa terbunuh dalam berperang di jalan Allah maka dia masuk syurga.” (HR:Ahmad: 272)

Dari Aisyah Ummul Mukminin, ia berkata bahwa Rasulullah pernah diminta untuk menyolati jenazah seorang anak dari Al-Anshor, maka aku katakan: ”Wahai Rasulullah beruntung anak ini, (ia menjadi seekor) burung ushfur dari burung-burung ushfur di dalam Surga, ia belum berbuat kejelekan sama sekali dan belum menjumpainya. ” Nabi menjawab: ”Atau (bahkan) selain itu, wahai Aisyah, sesungguhnya Allah menciptakan untuk surga penghuninya, Allah ciptakan mereka untuk surga sejak mereka berada pada tulang sulbi ayah-ayah mereka, dan Allah menciptakan untuk neraka penghuninya Allah menciptakan mereka sejak mereka dalam tulang sulbi ayah-ayah mereka. ” [HR Muslim: 4813]

seorang bocah yang masih suci belum melakukan kejelekan dan belum menjumpainya sebagaimana tutur Aisyah, dan ia adalah seorang anak sahabat Anshor sehingga ‘Aisyah-pun bersaksi atas kebahagiaannya. Ternyata Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tetap menegur ‘Aisyah atas persaksiannya, mengapa? Sebagian ulama mengatakan bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri waktu itu belum tahu tentang nasib anak-anak muslim itu. Ulama yang lain mengatakan –atas dasar bahwa anak muslim nantinya bakal di surga dan itu telah disepakati ulama– bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ingin melarang ‘Aisyah untuk terburu-buru memastikan sesuatu tanpa ada dalil yang pasti. Hal itu karena ini adalah urusan ghaib, urusan akhirat yang hanya di Tangan Allah dan manusia tidak tahu-menahu tentangnya.

Bahkan dalam kejadian lain, di sebuah perjalanan peperangan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beberapa sahabat sempat memvonis surga bagi seseorang yang mati di sela-sela perjalanan itu, diriwayatkan,

Dari Abu Hurairah ia berkata: Kami keluar bersama Nabi menuju ke Khaibar, maka Allah memenangkan kami, dan kami tidak mendapat rampasan perang berupa emas, ataupun perak, tapi kami mendapatkan rampasan berupa barang-barang, makanan dan pakaian. Lalu kami beranjak ke sebuah lembah, dan bersama Rasulullah seorang budak, beliau diberi oleh seorang dari bani Judzam, panggilannya Rifa’ah bin Zaid dari bani Dhobib, maka ketika kami singgah di lembah itu budak tersebut bangkit untuk melepaskan bawaan tunggangannya, ternyata dia dilempar panah sehingga itu menjadi sebab kematiannya, kamipun mengatakan: “Berbahagialah dia dengan pahala syahid, wahai Rasulullah.” Rasulullah mengatakan: “Sekali-

kali tidak, demi yang jiwa Muhammad di tangan-Nya, sesungguhnya kainnya akan menyalakan api padanya, ia mengambilnya dari rampasan perang pada perang Khaibar dan belum dibagi.” Abu Hurairah berkata: ”Maka orang-orang sangat takut sehingga ada seorang yang menyerahkan satu tali sandal atau dua tali sandal dan mengatakan, “Wahai Rasulullah, kami mendapatkannya pada perang Khaibar,” maka Rasulullah bersabda: “Satu atau dua tali sandal dari neraka.”. (HR: Bukhari: 3908)

Para sahabat mempersaksikan kesyahidan untuk budak tersebut, budak yang membantu Nabi, berjuang bersama beliau, meninggal dalam perjalanan perang yang tentu semuanya itu sebenarnya adalah jihad fi sabilillah. Namun dengan tegas Nabi membantah persaksian mereka, bahkan diiringi dengan sumpah dengan nama Allah, dan bahwa pelanggarannya berupa mencuri selembar kain sebelum dibagi-bagikan menghalanginya untuk mendapatkan kemuliaan syahid, ya, hanya karena selembar kain yang dia curi.

Yang lebih membuat mengherankan para sahabat adalah peristiwa lain dimana Nabi bersaksi neraka terhadap seseorang yang berjuang keras dalam berjihad. Imam Al-Bukhari meriwayatkan,

Dari Sahl bin Sa’ad ia mengatakan: Bahwa Rasulullah bertemu dengan orang-orang musyrik sehingga mereka saling menyerang, maka tatkala Rasulullah menuju ke kampnya, dan yang lain juga menuju ke kamp mereka, sementara di antara para sahabat Nabi ada seseorang yang tidak membiarkan seorangpun (dari musyrikin-pent) yang lepas dari regunya kecuali dia kejar dan dia tebas dengan pedangnya. Akhirnya para sahabat mengatakan: “Tidaklah seorangpun dari kita pada hari ini mencukupi seperti yang dicukupi Fulan itu.” Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan: “Sesungguhnya dia termasuk penduduk Neraka” (dalam sebuah riwayat): Maka para sahabat mengatakan: “Siapa diantara kita menjadi penghuni Al-Jannah, bila dia saja termasuk penghuni An-Nar ?”

Maka seseorang diantara orang-orang mengatakan: Aku akan menguntitnya terus. Iapun keluar bersamanya, setiap kali orang itu berhenti ia ikut berhenti, dan jika dia cepat iapun cepat. Ia berkisah: Lalu orang itu terluka dengan luka yang parah, maka ia ingin segera mati sehingga ia letakkan (gagang) pedangnya di bumi dan ujungnya di antara dua dadanya kemudian dia mengayunkan dirinya di atas pedangnya, sehingga iapun membunuh dirinya. Lalu orang yang menguntitnya itu

datang kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam seraya mengatakan: “Aku bersaksi bahwa engkau adalah Rasulullah”. Beliau mengatakan: “Kenapa ?”, Ia menjawab: “Orang yang engkau sebutkan tadi bahwa dia termasuk penghuni Neraka.” Lalu orang-orang tercengang dengan hal itu. Maka aku katakan: “Aku (akan membuktikan) untuk kalian tentangnya. Maka aku keluar menguntitnya sampai ia terluka dengan luka yang parah maka ia ingin cepat mati, akhirnya ia letakkan gagang pedangnya di bumi dan ujungnya di antara dua dadanya, lalu ia ayunkan dirinya di atas pedangnya sehingga iapun membunuh dirinya.“ Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya seseorang benar-benar beramal dengan amalan penghuni Al-Jannah -yang nampak bagi manusia- sementara dia termasuk penghuni Neraka. Dan sungguh seseorang beramal dengan amalan penghuni Neraka -yang nampak bagi manusia- sementara dia termasuk penghuni Al-Jannah.” [HR: Al-Bukhari: 2683 dan Muslim]

Sungguh benar-benar mengherankan, perjuangan yang begitu gigih dalam jihad di jalan Allah, dan membuat kocar-kacir musuh, ternyata perjuangannya menjadi tidak begitu berarti manakala ia melanggar agama, bunuh diri. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mencegah persaksian mereka, hal itu karena kita sebagai manusia, banyak hal yang terluputkan dari kita, kita tidak mengetahui hal yang tersembunyi, hanyalah Allah yang tahu akhir dari nasib seseorang.

Kiranya kejadian-kejadian di atas menjadi pelajaran penting bagi kita semuanya, para sahabat Nabi yang mulia dengan keilmuan dan keimanan mereka bersaksi atas para sahabat yang lain yang memenuhi hari-hari mereka dengan perjuangan dan pengorbanan, namun Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam selalu mencegah mereka dari persaksian-persaksian tersebut, kenapa? Sekali lagi ini urusan ghaib yang hanya diketahui oleh Dzat Yang Maha Tahu urusan itu, Allah ‘Azza wa Jalla.

Atas dasar itu, maka menjadi keyakinan Ahlussunnah yang mereka saling-mewarisi dan mewariskan dari sejak zaman Nabi hingga kini, bahwa kita tidak bisa memastikan seorangpun secara tertentu dari muslimin bahwa dia akan masuk Surga karena sebuah amalan tertentu. Tentu saja, kepastian atas mereka yang kita peroleh informasinya dari wahyu ilahi, semacam Al-‘Asyroh Al-Mubasyaruna bil Jannah ‘, sepuluh sahabat yang diberi kabar gembira masuk surga’, diantaranya khalifah yang empat dan 6 lainnya.

Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah yang digelari Imam Ahlussunnah, karena kegigihannya dalam memperjuangkan Aqidah, mengatakan:

Dan kami tidak bersaksi atas ahlul qiblah (yakni kaum muslimin) karena sebuah amalan yang dia amalkan bahwa ia pasti masuk surga atau neraka, kami berharap baik bagi seorang yang shaleh tapi kami tetap khawatir padanya, dan kami khawatir terhadap mereka yang berbuat jelek, tapi kami tetap mengharap rahmat Allah padanya. [Ushulus Sunnah]

Imam Ahmad yang merasakan pahit getirnya kejahatan penguasa saat itu, penyiksaan, penjara, intimidasi dalam waktu kurang lebih 3 masa khalifah yaitu Al-Makmun, Al-Mu’tashim dan Al-Watsiq, itu semua karena memperjuangkan aqidah, hampir-hampir nyawa melayang karenanya.

Bahkan sudah melayang nyawa sekian ulama yang mendahului beliau saat itu, namun hal itu tidak membuat beliau larut dalam perasaan yang membawa kepada persaksian yang tidak benar, walaupun kesedihan terasa begitu mendalam dalam sanubari.

Imam Al-Bukhari dalam kitabnya Shahih Al-Bukhari, sepakat ulama menyebutnya sebagai kitab yang paling Shahih setelah Kitabullah, oleh karenanya umat Islam menyambutnya dengan lapang dada, beliau meletakkan sebuah

“TIDAK BOLEH SESEORANG MENGATAKAN FULAN SYAHID”

Lalu beliau menyebutkan riwayat:Abu Hurairah berkata dari Nabi shallallahu’alaihi wa sallam: ”Allah lebih tahu siapakah yang (benar-benar) berjihad di jalan-Nya, Allah lebih tahu siapakah yang terluka di jalan-Nya.

Ibnu Hajar menerangkan: [Tidak boleh Mengatakan Fulan Syahid] yakni dengan memastikan hal itu kecuali dengan (berita) dari wahyu, seolah-olah beliau (Al-Bukhari) mengisyaratkan kepada hadits Umar bahwa beliau berkhutbah lalu mengatakan: “Kalian katakan dalam peperangan-peperangan kalian ‘fulan syahid’ dan ‘fulan mati syahid’, barangkali dia telah memberatkan kendaraannya, ketahuilah janganlah kalian mengatakan semacam itu akan tetapi katakanlah seperti yang dikatakan Rasulullah: “Siapa yang meninggal atau terbunuh di jalan Allah maka dia syahid”. “ Dan itu hadits hasan Riwayat Ahmad dan Said bin Manshur dan selain keduanya.

Aqidah inipun ditegaskan oleh Ath-Thohawi dalam buku aqidahnya:Kami berharap untuk orang-orang yang berbuat baik dari orang-orang mukmin agar Allah mengampuni mereka dan memasukkan mereka ke dalam Al-Jannah dengan rahmat-Nya dan kami tidak merasa aman atas mereka serta tidak bersaksi bahwa mereka pasti dapat surga. Kami juga memintakan ampun untuk orang-orang yang berbuat jelek dan kami khawatir atas mereka tapi kami tidak putus asa pada mereka.

Dan begitulah sifat seorang mukmin, ia tidak merasa aman tentram dengan amalnya, karena yakin pasti diterima, bahkan ia selalu merasa khawatir, jangan-jangan amalnya tidak diterima, Aisyah bertanya kepada Rasulullah, wahai Rasulullah ayat :

Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan (yakni dari shodaqoh atau yang mereka amalkan dari amal shalih), dengan hati yang takut, (karena mereka tahu bahwa) sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhan mereka. [Al-Mukminun:60]

“Apakah maksudnya adalah seorang yang berzina dan meminum khamr serta mencuri?“ Rasulullah menjawab: “Tidak wahai putri Ash-Shiddiq, akan tetapi itu adalah seseorang yang berpuasa shalat, bersedekah dan khawatir amalannya tidak diterima.” [HR Ahmad, Tirmidzi dan Ibnu Majah: 4188]

Al-Hasan Al-Bashri mengatakan:

“Demi Allah mereka mengamalkan ketaatan serta bersungguh-sungguh padanya tapi mereka juga takut kalau amalnya ditolak, sesungguhnya seorang mukmin menyertakan antara perbuatan baik dan rasa khawatir, sementara seorang munafiq menggabung antara perbuatan jelek dan perasaan tenang.” [Lihat Syarh At-Thahawiyah]

B. Osamah adalah orang yang berbuat kerusakan di muka Bumi, maka tidak layak disebut Mujahid atau Syahid

Al Imam Abdul Aziz bin Baz menyebutkan di dalam surat kabar Al Muslimun dan Asy Syarqul Ausath tanggal 9 jumadil Ula 1417 H, bahwa:

Usamah tergolong kelompok orang-orang perusak di muka bumi yang telah menempuh jalan kejahatan dan kejelekan serta keluar dari sikap ketaatan kepada waliyyul amr.

Dalam sebuah pertemuan bersama ‘Allamatul Yaman Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i, dalam surat kabar Ar-Ra’yul ‘Am Kuwait tertanggal 19 Desember 1998 edisi 11.503, beliau berkata :


“Aku berlepas diri di hadapan Allah dari (kesesatan) Bin Laden. Dia merupakan kejahatan dan musibah terhadap umat ini, dan aktivitasnya adalah aktivitas kejahatan.”


Dalam pertemuan yang sama, berkata seorang penanya :
“Kita dapati kaum muslimin selalu dihadapkan dengan tekanan-tekanan di negeri-negeri barat hanya dengan sebab adanya sebuah peledakan di mana saja terjadi di alam ini?“

Asy-Syaikh Muqbil rahimahullah menjawab :
“Saya mengetahui hal itu, dan saya telah dihubungi oleh beberapa ikhwan dari negeri Inggris yang mengeluhkan adanya tekanan-tekanan yang mereka alami. Mereka bertanya apakah boleh mengumumkan sikap berlepas diri mereka dari Usamah bin Laden. Maka aku menjawab :
Kami semua berlepas diri darinya dan aktivitas-aktivitasnya sejak jauh sebelum ini. Dan realita menyaksikan bahwa muslimin (yang hidup) di negeri-negeri barat tertekan dengan sebab adanya gerakan-gerakan yang diperankan oleh kelompok Al Ikhwanul Muslimun dan kelompok-kelompok yang lainnya. Wallahul Musta’an.“


Asy-Syaikh Muqbil juga berkata di dalam kitab yang sama :
“…Lalu bagaimana pula dengan mereka-mereka yang telah membunuh 20 orang Amerika tetapi dengan itu mereka membikin takut penduduk negeri muslimin secara menyeluruh. Maka wajib bagi kita untuk membekali para pelajar dan para pemuda yang brutal dengan ilmu, dan didatangkan untuk mereka para ‘ulama yang akan membimbing mereka, seperti Asy-Syaikh Bin Baz, Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin, Asy-Syaikh Rabi’ bin Hadi, Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan dan yang semisalnya dari kalangan para ‘ulama yang mulia untuk menjelaskan kepada umat bahwasanya urusan agama ini tidak boleh diambil dari orang semisal Usamah bin Laden dan Al Mis’ari atau yang lainnya. Tetapi perkara agama ini harus diambil dari kalangan ‘ulama. …. Bahkan sesungguhnya umat ini masih sangat membutuhkan seribu ‘ulama semisal Asy-Syaikh Bin Baz, dan seribu ‘ulama lain semisal Asy-Syaikh Al-Albani.”


atas dasar inilah maka Osamah bin LAden tidak layak disebut Syahid atau mujahid, kalaupun dikatakan Mujahid maka ia adalah Mjahidnya Setan,

berkata Syeikh Abdul Muhsin: Bagaimana mungkin dia(osamah) disebut sebagai mujahid? Na’am, dia mujahid di jalan syaithon. Osamah bin Laden membawa petaka yang besar bagi kaum muslimin. Tidak diragukan lagi bahwa kematiannya mendatangkan ketentraman bagi kaum muslimin. Umat manusia menjadi lebih tenang dengan kepergiannya.

Sumber:

http://www.sahab.net/forums/index.php?showtopic=120559


terakhir kami berdoa seraya memohon pada Alloh agar membuka hati kaum muslimin sehingga mengetahui hakekat Osamah dan para pengikutnya dengan sebenar benarnya. sesungguhnya Dia Maha kuasa atas segala sesuatu.


RENUNGAN BAGI MEREKA PARA PELAKU PENGEBOMAN


RENUNGAN BAGI MEREKA PARA PELAKU PENGEBOMAN

Ditulis oleh:

Abu Idris al - Indunisy

Maha suci Allah yang telah menurunkan Al Furqaan kepada hamba-Nya, agar Dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam.

Pada jum'at 15 April 2011 lalu telah terjadi pengeboman di sebuah Masjid di kota Cirebon yang dilakukan oleh oknum kelompok yang mengatas namakan diri mereka sebagai Mujahidin/pejuang Islam, padahal apa yang mereka lakukan menunjukkan bahwa mereka lebih layak disebut MUfsidin/para perusak bukan Mujahidin. Risalah berikut ini adalah sebuah hal yang perlu kita renungkan terkhusus mereka para pelaku pengeboman.

Perlu diketahui, orang-orang yang mengalirkan darah dan gemar melakukan pengeboman terbagi menjadi dua kelompok.

Pertama. Kelompok yang memerangi semua orang, tanpa membedakan antara penguasa dengan rakyat. Mereka adalah Ghulatu At Takfir (kelompok yang ekstrim dalam mengkafirkan orang).

Para pengkhianat ini tidak berusaha membebaskan diri dari tanggung-jawabnya merusak kehormatan wanita, membunuh para orang tua lanjut usia, menyembelih anak-anak serta memotong-motong anggauta tubuh bapak-bapaknya dengan kampak sambil menontonnya, dan melakukan pembakaran terhadap seluruh anggauta keluarga korban ketika mereka terperangkap dalam mobil.

Wahai, generasi orang mulia.

Tidakkah engkau mendekat hingga dapat melihat apa yang mereka ceritakan padamu?

Orang yang menyaksikan langsung tentu tidak seperti orang yang hanya mendengar.

Kedua. Kelompok yang mengklaim, bahwa serangan yang dilancarkannya adalah bersih, sebab sasarannya terbatas hanya orang-orang pemerintah, polisi dan tentara.

Kelompok terakhir ini terbagi menjadi dua kelompok. (Yaitu) AIS atau Armee Islamique du Salut (Tentara Islam untuk Penyelamatan), dan Al Jama’ah As Salafiyah Li Ad Da’wah Wa Al Qital (Jama’ah Salafiyah untuk Dakwah dan Perang).

Mereka semua merupakan Jama’ah Takfir (kelompok orang yang mengkafirkan orang lain). Sebab mereka tidak memperbolehkan perang melawan orang-orang yang telah aku sebutkan di atas kecuali setelah dikafirkan. Sementara pengkafiran terhadap orang-orang yang menjadi sasaran serangan tersebut, sama sekali tidak berdasarkan pembuktian dari Allah dan tidak pula mengikuti petunjuk para Ulama yang menonjol keulamaannya.

Hendaknya anda jangan pula tertipu dengan penyebutan mereka sebagai Kelompok Salafiyah. Sebab tidak ada tanda-tanda salafiyah pada diri mereka, kecuali hanya nama belaka. Bagaimana mungkin klaim mereka sebagai kelompok salafiyah bisa dianggap benar.

Hendaknya anda juga jangan tertipu dengan pengakuan mereka, bahwa mereka telah mengambil fatwa dari “Fulan”, seseorang yang sepertinya mirip dengan Ahli Ilmu (ulama). Hal ini disebabkan oleh alasan :

Pertama. Mufti (penfatwa) yang disebutkan di atas bukan termasuk ulama yang memiliki kedalaman ilmu syari’at, dan tidak pula termasuk ulama yang bermadzhab Ahlu Sunnah wal Jama’ah dalam persoalan iman dan kufur. Apalah kedudukan penfatwa itu dibandingkan dengan ulama Ahlu Sunnah wal Jama’ah yang sebenarnya. Orang yang sehat tentu tidak akan sama dengan orang lumpuh.

Sesungguhnya Allah telah membuat persyaratan, agar hendaknya selalu bertanya kepada ulama yang memiliki kedalaman ilmu syar'i. Alah Subhanahu wa Ta'ala berfirman :.

dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan ulil Amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (Rasul dan ulil Amri)[323]. kalau tidaklah karena karunia dan rahmat Allah kepada kamu, tentulah kamu mengikut syaitan, kecuali sebahagian kecil saja (di antaramu). . [An Nisa’ : 83]

Kedua. Sesungguhnya mereka menyandang senjata sebelum lahirnya fatwa. Bahkan pada waktu itu mereka tidak memiliki kesiapan untuk menoleh kepada seorang alimpun, meski seperti apapun rendahnya kedudukan orang alim itu. Orang-orang yang jujur di antara mereka dapat menceritakan kebenaran apa yang aku katakan.

Di sini aku tidak ingin membedakan antara jama’ah-jama’ah itu, karena semuanya mempunyai kesamaan sikap dalam masalah penumpahan darah orang yang terlindungi. Sebab meskipun dikatakan, bahwa berbeda masalahnya antara pembunuhan terhadap penduduk sipil beserta tentaranya sekaligus, seperti yang dilakukan oleh Ghulat Takfir (kelompok yang ekstrim dalam mengkafirkan orang), dengan pembunuhan secara terbatas hanya terhadap tentaranya saja, seperti dilakukan oleh kelompok yang tidak seekstrim pertama. Tetapi (sama saja, pent.), karena semua yang menjadi korban pembunuhan adalah kaum muslimin. Dan memandang remeh persoalan darah satu orang, sama dengan memandang remeh persoalan darah semua orang.

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman :.

bahwa: Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, Maka seakan-akan Dia telah membunuh manusia seluruhnya [Al Ma’idah : 32].

Dahulu di tengah kancah pertempuran, Usamah bin Zaid pernah membunuh seorang musyrik sesudah orang itu mengucapkan kalimat syahadat. Maka Rasulullah pun bersabda,”Bukankah ia sudah mengucapkan kalimat Laa Ilaaha Illallaah?”

Usamah menjawab,”Wahai, Rasulullah. Dia mengucapkannya lantaran takut senjata.”

Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,”Apakah engkau membuka hatinya hingga mengetahui hatinya mengucapkannya atau tidak?”

Dalam riwayat lain disebutkan, bahwa Rasulullah n bersabda,”Wahai, Usamah. Apakah engkau membunuhnya sesudah mengucapkan kalimat Laa Ilaaha Illallaah?” Aku (Usamah) menjawab,”Wahai, Rasulullah. Dia mengucapkannya hanya untuk melindungi diri saja.” Beliau mengulang sabdanya lagi,”Apakah engkau membunuhnya sesudah mengucapkan kalimat Laa Ilaaha Illallaah?”

Demikianlah Rasulullah terus-menerus mengulang pertanyan itu hingga aku berangan-angan, bahwa aku belum masuk Islam sebelum hari itu. [HR Bukhari, no. 6872 dan Muslim 158, 159]

MAKA RENUNGKANLAH!

Pertama. Bahwa kedudukan pelaku pembunuhan, yakni Usamah -sebagai sahabat kesayangan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam - tidak menghalangi beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam untuk melakukan kecaman keras terhadapnya, dan untuk menunjukkan besarnya kejahatan tersebut di hadapan mata Usamah.

Berbeda dengan orang-orang yang menganggap remeh persoalan darah kaum Muslimin (seperti Usamah bin Laden dan para pengikutnya). Padahal Usamah Radhiyallahu 'anhu dahulu melakukan ijtihad dengan tujuan membela agama Allah ketika sedang berperang melawan seorang musyrik. Orang yang tidak mengucapkan kalimat Laa Ilaaha Illallaah kecuali setelah berada di bawah ancaman kilatan pedang.

Semua tanda-tanda menunjukkan bahwa orang musyrik tersebut tidak menginginkan kalimat tauhid itu, kecuali untuk menghindar dari kematian. Terutama karena ia sejak semula adalah orang musyrik. Tetapi tetap saja Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mengharamkan pembunuhan terhadapnya. Bahkan beliau memberikan kecaman sedemikian rupa kepada sahabat kesayangannya (sang pelaku pembunuhan), suatu kecaman yang tidak diketahui pernah dilakukan seperti itu oleh beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam. Sampai-sampai Usamah berangan-angan, jika ia belum pernah mengenal Islam sebelum peristiwa itu. Lalu bagaimanakah keadaan orang-orang (yang menumpahkan darah kaum Muslimin di Aljazair, pent) ini, padahal mereka telah memahami bahwa kalimat Laa Ilaaha Illallaah memiliki kehormatannya?

Atas dasar ini, maka barangsiapa yang mengikuti jejak Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, hendaknya tidak ragu-ragu mengingatkan jama’ah-jama’ah pelaku penyerangan ini, seperti halnya Rasulullah n juga tidak berbasa-basi menegur sahabat kesayangannya, yaitu Usamah bin Zaid Radhiyallahu 'anhuma.

Kedua. Bahwa orang musyrik (yang dibunuh Usamah), sebelumnya bukanlah seorang muslim. Ia datang sebagai petempur. Bahkan telah berhasil membunuh sejumlah kaum Muslimin. Bahkan hampir tidak ada yang bisa selamat dari tangannya, seperti diceritakan oleh Jundub bin Abdillah Radhiyallahu 'anhuma :

“…Maka adalah seorang tentara dari pasukan kaum musyrikin jika berkeinginan menuju salah seorang dari tentara kaum Muslimin, ia akan segera mendatanginya dan membunuhnya…”[HR Muslim, 160].

Sesudah ia menyebutkan pembunuhan yang dilakukan Usamah terhadap orang itu, lalu Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bertanya kepadanya :

“Mengapa engkau membunuhnya?” Usamah menjawab,”Wahai, Rasulullah. Dia telah banyak menimbulkan penderitaan di kalangan kaum Muslimin. Dia telah membunuh Fulan dan Fulan –Usamah menyebutkan nama beberapa orang. Kemudian aku menyerangnya. Ketika ia melihat pedang, ia mengucapkan Laa Ilaaha Illallaah.” Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam lalu bertanya ,”Apakah engkau membunuhnya?” Usamah menjawab,”Ya.” Beliau bertanya,”Apa yang akan engkau lakukan dengan kalimat Laa Ilaaha Illallaah ketika ia datang (menuntutmu) pada hari kiamat?” Usamah berkata,”Wahai, Rasulullah. Mintakanlah ampun kepada Allah untukku.” Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mengulang pertanyaannya,”Apa yang akan engkau lakukan dengan kalimat Laa Ilaaha Illallaah ketika ia datang (menuntutmu) pada hari kiamat?”

Demikianlah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak menambah pertanyaan lain kecuali pertanyaan : Apa yang akan engkau lakukan dengan kalimat Laa Ilaaha Illallaah ketika ia datang (menuntutmu) pada hari kiamat? [HR. Muslim : 160].

Kisah di atas berkenaan dengan (pembunuhan terhadap) seorang musyrik yang telah menyakiti dan memerangi kaum Muslimin dengan pedangnya. Bagaimana dengan pembunuhan terhadap seorang muslim, yang bisa jadi merupakan seorang yang secara rutin melaksanakan shalat, zakat dan puasa; hanya lantaran dosa yang dianggapnya dosa adalah karena ia seorang polisi atau seorang tentara?

Laa Ilaaha Illallaah! Betapa keras hati-hati mereka para pelaku pengeboman yang mengatasnamakan pejuang islam!!

Abdullah bin Umar bin Khatthab Radhiyallahu 'anhuma berkata,

Sesungguhnya, diantara perkara yang dapat membinasakan, yang bila seseorang menjerumuskan diri ke dalamnya tidak akan ada jalan keluarnya ialah menumpahkan darah seseorang yang haram untuk ditumpahkan, dengan cara yang tidak benar. [Atsar shahih riwayat Imam Bukhari, no. 6863].

Jadi, bagaimana mungkin –bersama ini semua-, para penghalal darah polisi mengklaim bahwa penyerangan mereka itu bersih? Disamping itu, mereka juga hidup dengan harta hasil curian dan harta hasil rampasan yang diambil secara paksa dari pemiliknya. Mereka juga menumpahkan darah para tentara yang beragama Islam serta membiarkannya tergeletak berlumuran darah, sementara keluarga korban menyaksikannya.

Kami tidak akan mencuci diri dari sebutan Salafiyah. Sebab salafiyah merupakan (manhaj) agama yang benar. Tetapi kami nyatakan kepada Allah, bahwa kami berlepas diri dari Jama’ah Salafiyah Li Ad Da’wah Wa Al Qital (Jama’ah Salafiyah Untuk Da’wah dan Perang), dan berlepas diri dari setiap orang yang memanggul senjata sekarang di negeri kami untuk melawan sistem pemerintahan yang berlaku atau melawan rakyat.

Saya katakan hal ini, agar semua orang mengetahui bahwa penyandaran diri para kaum revolusioner ini kepada sebutan Salafiyah hanyalah untuk merusak citra salafiyah. Seperti halnya penyandaran kaum muslimin yang melakukan penyimpangan kepada Islam adalah juga merusak citra Islam, menghalangi jalan Allah dan menyebabkan orang lari dari golongan yang selamat. Akan tetapi, salafiyah adalah salafiyah. Seperti halnya Islam adalah Islam, sekalipun pengacaunya berusaha mengaburkannya.

Ketiga. Sesungguhnya, ketika Usamah bin Zaid terjerumus ke dalam apa yang dialaminya, ia tidak memiliki pengetahuan tentang hukum yang dilakukannya sebelum itu. Ia juga tidak mempunyai contoh kasus serupa yang dapat diambil qiyasnya. Karena itu, ia harus berijtihad, ia harus menentukan salah satu di antara dua pilihan; membunuh orang tersebut atau membiarkannya.

Kesempatan yang dimiliki Usamah amat terbatas, apalagi ia berada dalam suatu pertempuran. Ia berhadapan dengan seorang petempur musyrik yang pemberani dan kuat. Tidak ada yang mampu menghadapinya, kecuali Usamah. Tetapi, semua alasan di atas tidak dapat menolong dirinya di hadapan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, hingga beliau n menegurnya sedemikian rupa.

Oleh sebab itu, renungkanlah! Hendaknya persoalan ini tanpa dipengaruhi oleh hawa nafsu dan senantiasa berselimut pakaian taqwa. –semoga Allah senantiasa memberikan rahmat.

Perlu diketahui pula bahwa perlakuan tersebut, yang berasal dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, merupakan sunnah beliau dalam persoalan darah seseorang. Beliau tidak pernah memandang remeh sama sekali.

Kasus senada ialah sebagaimana yang dikisahkan oleh Jabir Radhiyallahu 'anhu. Dia berkata: Kami keluar dalam suatu safar. Saat itu ada batu menimpa salah seorang di antara kami hingga melukai kepalanya. Orang ini kemudian bermimpi (maksudnya, junub dalam mimpinya). Diapun bertanya kepada sahabat-sahabatnya,”Apakah kalian mengetahui ada rukhshah (keringanan hukum) dengan bertayammum (dalam masalah ini)?” Mereka menjawab,”Kami tidak mendapatkan rukhshah untukmu dalam masalah ini.”

Akhirnya orang ini mandi junub, lalu mati.

Ketika kami sampai di hadapan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, aku ceritakan masalah itu. Beliau lalu bersabda (menegur),

Mereka telah membunuhnya. Semoga Allah membunuh mereka. Tidakkah mereka bertanya ketika tidak mengetahui? Sesungguhnya obat kebodohan hanyalah bertanya. [HR Abu Dawud 336; Ad Daraquthni, 69; dan lain-lainnya. Hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalan Shahih Al Jami’ Ash Shaghir, no. 4362]

Renungkanlah kemurkaan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam berkenaan dengan kasus nyawa satu orang mukmin (di atas). Lalu bagaimana dengan orang yang menghabisi banyak nyawa tentara dan polisi muslim ketika sedang dalam keadaan aman di markas-markas mereka? Bagaimana dengan orang yang mengayunkan pedang dan kampak hingga melenyapkan nyawa-nyawa kaum muslimin ketika mereka tengah melaksanakan shalat tarawih pada bulan Ramadhan?

Sebenarnya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam (juga) telah mendo’akan jelek dengan doa yang keras itu terhadap orang-orang yang menurut persangkaan mereka adalah para mujahidin yang berijtihad. Sungguh layak do’a Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam ini terkena pada mereka kalaulah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak bersabda:

Ya Allah, sesungguhnya aku hanyalah seorang manusia, aku marah sebagaimana manusia marah. Maka orang muslim manapun yang aku maki, atau aku laknat, atau aku dera, hendaknya Engkau jadikanlah hal itu untuknya sebagai shalat, zakat dan taqarrub yang dapat mendekatkan dirinya kepadaMu pada hari kiamat. Dan jadikanlah pula hal itu sebagai penghapus dosanya hingga hari kiamat. Dalam riwayat lain disebutkan: Seorang manusia manapun yang aku do’akan jelek di antara umatku dengan suatu do’a jelek, padahal ia bukan orang yang berhak mendapatkan do’a jelek itu…Al hadits. [HR Bukhari, 6361 dan Muslim, 2600-2603]

Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan : “Sesungguhnya mereka telah melakukan kesalahan yang bukan ijtihad. Sebab mereka bukan Ahli Ilmu (orang yang menguasai ilmu agama [Majmu’ Fatawa 20/254].

Semoga Alloh ta'ala memberi petunjuk pada mereka dan kita, serta menjadikan negeri kita negeri yang aman sentosa………………..

Éb>u ö@yèô_$# #x»yd t$s#t6ø9$# $YYÏB#uä ÓÍ_ö7ãYô_$#ur ¢ÓÍ_t/ur br& yç7÷è¯R tP$oYô¹F{$#

Ya Tuhanku, Jadikanlah negeri ini, negeri yang aman, dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku daripada menyembah berhala-berhala.

÷bÎ) ߃Íé& žwÎ) yx»n=ô¹M}$# $tB àM÷èsÜtGó$# 4 $tBur þÅ+ŠÏùöqs? žwÎ) «!$$Î/ 4 Ïmøn=tã àMù=©.uqs? Ïmøs9Î)ur Ü=ŠÏRé& ÇÑÑÈ

aku tidak bermaksud kecuali (mendatangkan) perbaikan selama aku masih berkesanggupan. dan tidak ada taufik bagiku melainkan dengan (pertolongan) Allah. hanya kepada Allah aku bertawakkal dan hanya kepada-Nya-lah aku kembali.

MEMBONGKAR KEDUSTAAN AL – MAQDISIY DALAM KITABNYA PEMBONGKARAN YANG JELAS ATAS PENGKAFIRAN NEGERI SAUDI


KOREKSI


MEMBONGKAR KEDUSTAAN AL – MAQDISIY DALAM KITABNYA PEMBONGKARAN YANG JELAS ATAS PENGKAFIRAN NEGERI SAUDI

OLEH: Asy – Syeikh Abdul ‘Aziz Ar Royyis

Penerjemah: Abu Ammar as – Salafi

Editor dan Peneliti: Mujahid as - Salafi

PENGANTAR REDAKSI

Segala puji bagi Alloh yang telah mencipkan gelap dan terang, sholawat serta salam semoga tercurahkan kepada Nabi Akhir zaman Muhammad bin Abdulloh, para keluarga dan shahabatnya, serta orang – orang yang mengikuti jejak langkah mereka dalam berjuang di jalan Alloh. Telah beredar sebuah kitab dengan judul Al – Kawasyiful Jaliyyah Fii Takfiri ad Daulatis Su’udiyyah(pembongkaran yang jelas didalam pengkafiran Negara Saudi) karya Abu Muhammad al – Maqdisiy Ishom Burqowi yang mana kitab tersebut berisikan racun – racun yang meracuni otak para kawula muda yang bermodal semangat dalam din tanpa bermodal ilmu. Karena itu dengan memohon pertolongan kepada Alloh kami akan menghadirkan bantahan kitab tersebut kepada para pembaca di Blog kami ini secara berseri. Dan kami katakan ”HAK PENERBITAN BUKU INI BEBAS BAGI SIAPA SAJA DAN DIPERBOLEHKAN BAGI SETIAP ORANG UNTUK MENCETAKNYA, MENTERJEMAHKANNYA SERTA MENYEBARKANNYA DALAM RANGKA MEMBUAT GERAM MUSUH-MUSUH ALLOH DARI KALANGAN KHOWARIJ PENERUS DZUL KHUWASIROH, DENGAN SYARAT TIDAK MELAKUKAN PERUBAHAN SEDIKITPUN TERHADAP ISINYA”, bagi pembaca yang ingin mendapatkan naskah asli dari kitab bantahan ini silahkan download disini.(Mujahid As - Salafi)

MUQODDIMAH

بسم الله الرحمن الرحيم

السلام عليكم و رحمة الله و بركاته........ أما بعد

Sesungguhnya sikap adil dan sikap tengah tengah, serta sikap tidak berlebih lebihan dan tidak pula sikap mengurang-ngurangi adalah merupakan sikap yang dicintai dan diridloi oleh Alloh. Alloh berfirman:

Dan berlaku adillah sesungguhnya Alloh itu mencintai orang – orang yang berbuat adil….

Dan sesungguhnya sikap berlebih – lebihan di dalam syariat islam itu adalah harom hukumnya. Yang mana keharomannya itu lebih dasyat daripada keharomannya sikap mengurang – ngurangi dan sikap yang kaku/kering. Oleh karena itulah syariat islam sungguh telah berbicara dengan sangat tegas dan keras dalam perkara seputar Khowarij dan ahlul bida’ melebihi sikap tegas dan kerasnya dalam berbicara menyikapi terhadap orang – orang yang berbuat maksiat secara umum dari orang – orang yang cenderung mengikuti syahwat.

Dan sungguh pada perkara ini ada sebuah pelajaran yang sangat penting, yaitu bahwa sikap berlebih – lebihan itu memang dari jiwa yang berperasaan ini bisa menerima sikap berlebih – lebihan. Karena sikap berlebih – lebihan tersebut berbingkis dengan bingkisan agama dan dengan penuh rasa kesemangatan diatas sikap berlebih – lebihan yang dibingkis atau dihiasi dengan atas nama agama tersebut. Yang demikian itu memang akan sangat mudah untuk bisa diterima oleh jiwa seseorang selama seseorang tersebut tidak terbentengi dengan ilmu atau orang tersebut enggan untuk keluar dari perkataan – perkataan pembesar – pembesar Ahlul – Ilmi(Ulama’).

Dan sesungguhnya robb kita Alloh yang Maha suci telah memperingatkan dari sikap berlebih – lebihan yang menjerumuskan kepada meninggalkan sebuah kebenaran. Alloh berfirman:

Wahai Ahli Kitab janganlah kalian berbuat berlebih – lebihan di dalam agama kalian, dan jangan pula kalian berkata atas nama (agama)Alloh mlainkan dengan kebenaran

Dan termasuk dari deretan kitab – kitab yang memiliki sikap berlebih – lebihan adalah sebuah kitab yang berjudul “Al – Kawasyiful Jaliyyah Fii Takfiri ad Daulatis Su’udiyyah(pembongkaran yang jelas didalam pengkafiran Negara Saudi)” yang pengarangnya adalah Abu Muhammad Al – Maqdisiy (‘Ishom Al Burqowi). Pensifatanku terhadap kitab tersebut dengan sifat berlebih – lebihan adalah merupakan dari suatu ahakan yang mana mari saya mengajakmuy kepada penelitian dalam keterangan/penjelasan isi kitab tersebut. Dan itu sebagaimana apa – apa yang terdapat dalam sampul kitab ini-yaitu kitab yang ada pada kedua tangan anda- dengan dalil dalil dan hujjah – hujjah serta kenyataan – kenyataan dan penukilan dari ahlul ilmi yang terdahulu maupun yang sekarang.

Maka apa – apa yang diserukan dan yang ditetapkan oleh pengarang kitab “Al – Kawasyiful Jaliyyah Fii Takfiri ad Daulatis Su’udiyyah(pembongkaran yang jelas didalam pengkafiran Negara Saudi)” dari celaan – celaan dan pengkafirannya yang jelas terhadap ulama’ – ulama’ kita, seperti Al – Imam Abdul ‘Aziz bin Abdulloh bin Baz dan al – Imam Muhammad bin Sholeh al – Utsaimin serta selain keduanya dari kalangan para imam-imam Ahlus Sunnah-yang semoga Alloh selalu merohmati mereka baik yang masih hidup maupun yang telah meninggal-. Dan dari pengkafirannya pula teradap para penguasa kita-yang semoga Alloh selalu membimbing mereka agar selalu mendapat petunjuk-Nya-, bahkan tidak hanya itu penulis kitab tersebut juga selalu menganjurkan dari sebuah penganjurannya atas pembunuhan dan pengrusakan di negara Al – Haromain (Saudi)-yang semoga Alloh menjaganya-. Semua ini yaitu apa yang diserukan oleh Abu Muhammad al – Maqdisiy (Ishom Burqowi) diatas adalah merupakan besarnay kejahatan, karena terkumpul padanya antara kerusakan agama dan juga kerusakan dunia*), oleh karena itu membantah kitab “Al – Kawasyiful Jaliyyah Fii Takfiri ad Daulatis Su’udiyyah(pembongkaran yang jelas didalam pengkafiran Negara Saudi)” ini adalah merupakan suatu keharusan dalm rangka untuk menjelaskan apa-apa yang ada dalam kitab ini dari sebuah kejelekan – kejelekan, kekejian – kekejian dan dari kesombongan – kesombongan, serta perkataan – perkataan yang mengada- ada yang memeras atas sebagian Ahlus Sunnah –yang semoga Alloh menjaga mereka dari setiap Syubhat dan Syahwat- terlebih bagi para kawula mudalah yang diinginkan dan diincar oelh musuh – musuh, yang mana para musuh – musuh tersebut menjadikan kawula muda sebagai alat yang bisa dipakai untuk menyalakan api fitnah, dimana perasaan jiwa kawula muda akhirnya menjadi sangat tersibukkan dengan setiap fitnah bersamaan dengan rasa semangat yang berkobar – kobar dan berapi – api yang mereka nisbahkan kepada Agama. Yang mana para kawula muda itu pada hakekatnya dalam kondisi sedikit ilmu, meskipun mereka berjumlah banyak. Dan terlebih lagi kita ditimpa oleh suatu cobaan dengan keruwetan dan kekacauan “INTERNET” yang mana internet itu akhirnya menjadi suatu yang sangat berharga bagi orang – orang yang mempunyai kepentingan dan internet pun menjadi sebuah sarana untuk memamerkan syubhat – syubhat mereka (Ahlul Bathil) terhadap kaum muslimin.Maka ketika kitab ini yakni kitab Al – Kawasyiful Jaliyyah Fii Takfiri ad Daulatis Su’udiyyah(pembongkaran yang jelas didalam pengkafiran Negara Saudi) menjadi sebuah kitab rujukan dan sebagai pedoman oleh kebanyakan orang – orang yang tertipu oleh mereka sebagai pemikiran dari kalangan orang – orang yang gemar mengkafirkan, dan menjadilah pemikirang tersebut saling dinukil oleh sebagian kelompok dari orang – orang bodoh yang hanya mengedepankan perasaan(Syahwat), kemudian mereka membawa dan menenggelamkan apa – apa yang ada dalam kitab tersebut dari sebuah racun terhadap kaum muslimin. Akhirnya sayapun meminta pertolongan kepada Alloh robb semesta alam untuk membantah kitab ini, yang bertujuan sebagai nasehat dan sebagai arasa takut serta khawatir terhadap orang – orang yang bertauhid, jika sampai syubhat – syubhat yang bertebaran lagi serampangan yang terdapat dalam kitab tersebut mengena dan memeras (hati dan pikiran) sebagian orang – orang yang bertauhid, yang mana setan dari golongan manusia dan jin senantiasa menghiasi dan mempercantik syubhat – syubhat yang berterbangan lagi serampangan tersebut sebagai tipu daya dan kedustaan yang menyesatkan. Oleh karena itu aku menamai kitab bantahan ini dengan judul “TABDIIDU KAWASYIFIL ‘ANIIDI FII TAKFIRIHI LIDAULATIT TUHID”. Dan aku menjadikan kitab bantahan ini menjadi beberapa bagian sebagai berikut:

  1. Pengkafiran kitab Al – Kawasyiful Jaliyyah Fii Takfiri ad Daulatis Su’udiyyah(pembongkaran yang jelas didalam pengkafiran Negara Saudi) Abi Muhammad al – Maqdisiy (Ishom Burqowi) terhadap dua imam yaitu imam Abdul ‘Aziz bin Abdulloh bin Baz dan imam Muhammad bin Sholeh al – Utsaimin.
  2. Membongkar lima syubhat Abu Muhammad al – Maqdisiy dalam pengkafirannya terhadap negeri Saudi-semoga Alloh menjaganya-
  3. Diskusi atas sebagian perkataan Abu Muhammad al – Maqdisiyyang lemah lagi tak berguna yang terdapat didalam kitabnya Al – Kawasyiful Jaliyyah Fii Takfiri ad Daulatis Su’udiyyah(pembongkaran yang jelas didalam pengkafiran Negara Saudi)
  4. Sikap yang benar sesuai syar’I dalam mensikapi pemerintah.
  5. Sikap para Ulama’ as sunnah, para sastrawan dan Sejarahwan terhadap negara Saudi—semoga Alloh selalu menjaganya.
  6. Penutup.

Akhirnya saya memohon kepada Alloh untuk menjadikan bantahan ini sebagi petunjuk bagi orang – orang yang tersesat dan sebagai penjagaan bagi orang – orang yang mendapat petunjuk serta sebagai penolong untuk Tauhid dan para Muwahhidun (orang – orang yang bertauhid). Dan sebagai suatu kebenaran yang apabila telah memuntahgkan atas suatu kebatilan. Maka kebenaran tersebut pasti akan mengalahkan serta melenyapkan kebatilan itu, sebagaimana Alloh berfirman:

بَلْ نَقْذِفُ بِالْحَقِّ عَلَى الْبَاطِلِ فَيَدْمَغُهُ فَإِذَا هُوَ زَاهِقٌ وَلَكُمُ الْوَيْلُ مِمَّا تَصِفُونَ

Dan bahkan kami muntahkan dengan suatu kebenaran atas kebatilan, maka kebenaran tersebut mengalahkan dan melenyapkan kebatilan itu, maka jadilah kebatilan itu lenyap dan binasa. Dan kalian mendapatkan celaka dari apa – apa yang kalian sifatkan.

Dan sebelum permulaan bantahan ini maka sesungguhnya Aku memuji Alloh atas apa yang telah Alloh anugrahkan dengan bantahan ini berupa muqoddimahnya dari Asy – Syeikh Sholeh al – Fauzan, yang mulia Asy – Syeikh Abdul Muhsin al Abiikan dan juga yang mulia Asy – Syeikh Abdulloh al – Abiilan-semoga Alloh senantiasa menjaga mereka- untuk kitab ini.

Dan aku bersyukur kepada mereka atas muqoddimah ini dan atas apa yang telah memberikan faedah – faedah padanya dari sebuah pengarahan dan sebagai pengetahuan. Sesungguhnya saya telah menetapkan didalam catatan kaki sebuah catatan – catatan koreksi milik Asy – Syeikh al – Fauzan bersamaan dengan menisbahkan catatan – catatan koreksi tersebut kepada beliau…….. dan merupakan dari sutu hal yang saya tidak melupaknnya adalah ketika aku memperlihatkan kitab bantahan ini kepada syeikh kami al – Fauzan, maka beliau menyebutkan bahwa beliau memang senantiasa menantikan bantahan atas kitab Al – Kawasyiful Jaliyyah Fii Takfiri ad Daulatis Su’udiyyah(pembongkaran yang jelas didalam pengkafiran Negara Saudi) milik al – Maqdisiy. Maka segala puji bagi Alloh yang telah memberikan taufiq serta kesuksesan untuk membantah kitab Al – Kawasyiful Jaliyyah Fii Takfiri ad Daulatis Su’udiyyah(pembongkaran yang jelas didalam pengkafiran Negara Saudi) milik al – Maqdisi tersebut. (B e r s a m b u n g)


_____________________________________________________________________

*)Berkata Syeikh Fauzan dalam memberi catatan: dan kenapa dia khususkan Negara Saudi diantara negara – negara arab yang lain?!, apakah karena negara saudi itu paling jeleknya negara – negara Arob, ataukah karena negara Saudi merupakan pusat Negara untuk dunia Islam?, ataukah karena dia itu Abu Muhammad al – Maqdisiy (Ishom Burqowi) dibayar oleh musuh – musuh Negara Saudi ini sebagai rasa hasad dan kezholiman?!