Blogger templates

JANGANLAH KALIAN BERSEDIH MENINGGALKAN DAMMAJ, JIWA DAN KEHORMATAN KALIAN AMAT BERHARGA


لا تحزنوا بترك دماج فالنفس والعرض أهم
JANGANLAH KALIAN BERSEDIH MENINGGALKAN DAMMAJ, JIWA DAN KEHORMATAN KALIAN AMAT BERHARGA
penulis: Dr. Asy Syaikh Abdul 'Aziz bin Rayyis ar Rayyis




بسم الله الرحمن الرحيم

سلام عليكم ورحمة الله وبركاته

أما بعد:
فشكر الله للشيخ يحيى قراره في ترك دماج حفاظاً على الأنفس والأعراض التي هي أهم شرعًا.والأرض ليست مقصودة لذاتها شرعًا فلا نكون عاطفيين، وإنما المقصود التمكن من الهدف الأساس وهو تعلم العلم والعمل به والدعوة إليه.وليست أرض دماج شيئا بالنسبة لمكة، وقد تركها رسول الله صلى الله عليه وسلم وصحابته الكرام.والمرجو بعون الله وكرمه أن يتحقق المقصود في الأرض المنتقل إليها ، وأهل السنة رحمة وغيث في كل أرض حلوا فيها.ولا يقدر الله إلا خيرًاأسأل الله أن يتقبل من مات شهيدًا ، وأن يجزي أهل السنة من أهل دماج خيرًا على استقبالهم لطلاب العلم والدفاع عنهم .
أسأل الله أن يجعله مهرهم لدخول الجنة.وأسأل الله أن يؤلف بين قلوب أهل السنة على الحق ويوحد صفوفهم، فهذا الأهم ثم الأهم
وما أحسن قول الله {وَالصُّلْحُ خَيْرٌ} ولنتذكر أننا في دار بلاء وامتحان وقريبا بين يدي الله موقوفون.والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

محبكم
د.عبد العزيز بن ريس الريس
@dr_alraies
المشرف على موقع الإسلام العتيق

يوم السبت 10 / 3 / 1435 هـ

MEMBONGKAR KESESATAN MANUSIA YANG KERAS KEPALA ATAS PENGKAFIRANNYA TERHADAP NEGERA SAUDI ARABIA ( seri I )


KOREKSI

MEMBONGKAR KESESATAN MANUSIA YANG KERAS KEPALA ATAS PENGKAFIRANNYA TERHADAP NEGERA SAUDI ARABIA ( seri I )
OLEH: MUJAHID AS SALAFI

HAK PENERBITAN BUKU INI BEBAS BAGI SIAPA SAJA DAN DIPERBOLEHKAN BAGI SETIAP ORANG UNTUK MENCETAKNYA,  SERTA MENYEBARKANNYA DALAM RANGKA MEMBUAT GERAM MUSUH-MUSUH ALLAH. DAN BEBAS JUGA UNTUK MEMBISNISKANNYA TANPA IZIN TERLEBIH DAHULU KEPADA PENULIS DENGAN SYARAT TIDAK MELAKUKAN PERUBAHAN SEDIKITPUN TERHADAP ISINYA


MUQADDIMAH
بسم الله الرحمن الرحيم وبه أستعين
الحمد لله رب العالمين والعاقبة للمتقين ولا عدوان إلا على الظالمين وأشهد ألا إله إلا الله وحده لا شريك له الموصوف بصفات الجلال والإكرام وصلى الله على سيدنا محمد وعلى آله وصحبه وسلم أجمعين
أَلَمْ تَرَ كَيْفَ ضَرَبَ ٱللَّهُ مَثَلًۭا كَلِمَةًۭ طَيِّبَةًۭ كَشَجَرَةٍۢ طَيِّبَةٍ أَصْلُهَا ثَابِتٌۭ وَفَرْعُهَا فِى ٱلسَّمَآءِ. تُؤْتِىٓ أُكُلَهَا كُلَّ حِينٍۭ بِإِذْنِ رَبِّهَا ۗ وَيَضْرِبُ ٱللَّهُ ٱلْأَمْثَالَ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ.
Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit, pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat.( QS. Ibrahim : 24-25 )
Ya Allah Rabb kami, mudahkanlah kami dalam membongkar pemikiran sesat para musuh – musuhMu, agar mereka mengetahui:
ذَٰلِكَ ٱلدِّينُ ٱلْقَيِّمُ وَلَٰكِنَّ أَكْثَرَ ٱلنَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ
(Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. ( QS. Ar Ruum: 3 )
لَتُبَيِّنُنَّهُۥ لِلنَّاسِ وَلَا تَكْتُمُونَهُۥ
"Hendaklah kamu menerangkan isi kitab itu kepada manusia, dan jangan kamu menyembunyikannya." ( QS. Ali Imran: 187 )
Al Imam Muslim meriwayatkan di dalam Shahihnya dari Aisyah radliyallahu ‘anha bahwa Nabi Shallallaahu ‘alaikhi wa sallam bersabda seraya mengkhithabi para sahabanya:
أهجوا قريشاً فإنّه أشدّ عليهم من رَشقِ بالنّبل
“Hinalah orang-orang Quraisy itu, karena hinaan itu lebih dahsyat pengaruhnya terhadap mereka daripada hujanan panah.”
Ini bila masalahnya adalah masalah hinaan dan jawaban akan cacian orang-orang musyrik,maka apa gerangan dengan membongkar kesesatan para musuh – musuh Allah yang menebar kedustaan bahkan tidak segan mengkafirkan dua ulama’ sunnah Ibnu Baz dan Muhammad bin shalih al Utsaimin -rahimahumallah-.?! Tentu hal ini justru lebih penting dari hal itu.
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ جَاهِدِ الْكُفَّارَ وَالْمُنَافِقِينَ وَاغْلُظْ عَلَيْهِمْ وَمَأْوَاهُمْ جَهَنَّمُ وَبِئْسَ الْمَصِيرُ
Hai Nabi, berjihadlah (melawan) orang-orang kafir dan orang-orang munafik itu, dan bersikap keraslah terhadap mereka. Tempat mereka ialah neraka Jahanam. Dan itulah tempat kembali yang seburuk-buruknya. (QS. At Taubah : 73)
Ibnul Qoyyim menyatakan: Jihad dengan Ilmu dan hujjah merupakan jihadnya para Nabi dan Rosul-Nya. (Qosidah Nuniyyah)
Berkata Syaikh Bakr Abu Zaid -rahimahullah-: membantah orang yang menyimpang merupakan bagian dari ushul agama islam.
Imam Asy – Syathibi berkata: semisal dengan mereka, maka tidak mengapa membongkar kesesatan – kesesatan mereka. Semua itu kembalinya kepada kaum muslimin agar tidak terjerumus dalam kesesatan mereka. ( diambil dari Muqaddimah kitab “Hiwar ma’a doktor Safar Hawali fii kitabihi Zhahiratul Irja’ ” )
Amma Ba’du
            Risalah ini kami susun sebagai pembongkaran kesesatan manusia yang keras kepala bernama Abu Muhammad al Maqdisiy Isham Burqawi dalam pengkafirannya terhadap negeri saudi arabia yang hal itu dia paparkan dalam kitab sesatnya yang berjudul “Al Kawasyiful Jaliyyah fii Kufri Daulatis Su’udiyyah”.
            Risalah ini kami susun dengan banyak mengambil faedah dari kitab “Tabdid Kawasyifil ‘Anid Fii Takfirihi li Daulatit Tauhid” karya Doktor Asy Syaikh Abdul ‘Aziz Bin Rayyis ar Rayyis kitab ini merupakan bantahan dari kitab Abu Muhammad al Maqdisiy tersebut. Dan disini kami memberikan tambahan – tambahan faedah dari kitab – kitab lain yang semisal agar semakin nampak dan jelas kesesatan Abu Muhammad al Maqdisiy dan para pengikutnya.
            Hamba yang faqir menulis ini dalam rangka penunaian kewajiban seraya meminta keteguhan dan kelurusan dari Rabbul ‘Ibaad. Dan ini dilakukan dalam rangka:
  • Mengingatkan kaum mu’miniiin.
  • Menyadarkan orang-orang yang masih tidur lagi lalai.
  • Membongkar kaum mulabbisiin dan munifiqiin.
  • Menegakkan hujjah terhadap orang-orang yang membangkang.
  • Serta sebagai pelepas tanggung jawab di hadapan Allah Rabbul ‘aalamiin.
            Aku memohon kepada Allah ta’ala agar menjadikan risalah ini ikhlas karenaNya dan semoga Allah ta’ala menampakkan kebenaran di bumiNya dan melenyapkan kebatilan yang ada.
فَأَمَّا ٱلزَّبَدُ فَيَذْهَبُ جُفَآءًۭ ۖ وَأَمَّا مَا يَنفَعُ ٱلنَّاسَ فَيَمْكُثُ فِى ٱلْأَرْضِ ۚ كَذَٰلِكَ يَضْرِبُ ٱللَّهُ ٱلْأَمْثَالَ
Adapun buih itu, akan hilang sebagai sesuatu yang tak ada harganya; adapun yang memberi manfaat kepada manusia, maka ia tetap di bumi. Demikianlah Allah membuat perumpamaan-perumpamaan. ( QS. Ar Ra’du: 17 )
لِّيَهْلِكَ مَنْ هَلَكَ عَنۢ بَيِّنَةٍۢ وَيَحْيَىٰ مَنْ حَىَّ عَنۢ بَيِّنَةٍۢ ۗ وَإِنَّ ٱللَّهَ لَسَمِيعٌ عَلِيمٌ
agar orang yang binasa itu binasanya dengan keterangan yang nyata dan agar orang yang hidup itu hidupnya dengan keterangan yang nyata (pula). Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha menegtahui. ( QS. Al Anfal : 42 )

                                                                                                                                    mujahid as Salafiy













MEMBONGKAR KESESATAN PENULIS DALAM MUQADDIMAHNYA
Penulis berkata: Lembaran-lembaran ini telah saya susun dengan waktu yang sangat singkat lagi sempit, dan saya untuk mengumpulkan materinya tidak begitu menguras waktu yang banyak dan tenaga yang besar.
Dan yang membuat saya cepat-cepat mengeluarkan dan menghadirkannya adalah apa yang terjadi dan tersebar dari kelangan yang menisbatkan diri mereka kepada dakwah, ilmu dan jihad, yang berupa pembelaan mereka terhadap nidzam su’uudiy briithaaniy amriikiy kafir (system kafir Nega Saudi yang bergaya Inggris dan Amerika),
            Jika kalian memperhatikan kalimat diatas, maka tentu akan kalian ketahui bahwa Manhaj Abu Muhammad al Maqdisiy adalah manhaj setan, Rasulullah bersabda:
ketenangan datangnya dari Allah, sedang tergesa – gesa itu datangnya dari syaitan. ( HR. Abu Ya’la dan dihasankan syaikh Albani dalam shahih jami’ush shaghir )
            Ulama’ salaf terdahulu menulis kitab dengan waktu yang lama bahkan sampai ada yang meninggal dunia kitab karangannya belum sempurna, beda halnya denga Abu Muhammad al Maqdisiy yang dengan tergesa – gesanya dia menulis bahkan menghukumi kafir terhadap sebuah negara, maka ini adalah kesalahan yang fatal lagi besar. Walaa haula walaa quwwata illa billah
Penulis berkata: apalagi usaha talbiis itu tidak menghabiskan biaya besar, paling buat ongkos cetak buku-buku itu dan gaji bagi para syaikh-syaikh upahan……….. Alangkah senangnya para thaghut Alu Su’uud dengan keberadaan orang-orang seperti kalian, dan alangkah girangnya mereka dengan pemahaman dan pola pikir kalian. Demi Allah seandainya mereka itu mengetahui kalian dan mendapatkan jalan untuk menemui kalian tentu mereka membeli kalian dengan uang berjuta-juta (Riyal).
            Lihatlah bagaimana orang keras kepala ini memenuhi mulutnya dengan celaan terhadap para Ulama’ bahkan menebar talbis dan tadlis kepada manusia, hanya kepada Allah-lah tempat mengadu,
وَمَثَلُ كَلِمَةٍ خَبِيثَةٍۢ كَشَجَرَةٍ خَبِيثَةٍ ٱجْتُثَّتْ مِن فَوْقِ ٱلْأَرْضِ مَا لَهَا مِن قَرَارٍۢ
Dan perumpamaan kalimat yang buruk seperti pohon yang buruk, yang telah dicabut dengan akar-akarnya dari permukaan bumi; tidak dapat tetap (tegak) sedikit pun. ( QS. Ibrahim: 26 )
إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَن ضَلَّ عَن سَبِيلِهِۦ وَهُوَ أَعْلَمُ بِٱلْمُهْتَدِينَ
Sesungguhnya Tuhanmu, Dia-lah Yang Paling Mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya; dan Dia-lah Yang Paling Mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. ( QS. Al Qalam : 07 )

            Dan cukuplah bukti kesesatannya dengan banyaknya celaan yang dia lakukan terhadap siapapun yang tidak sejalan dengannya bahkan terhadap Ulama’ sekalipun, yang mana hal ini telah Allah larang dalam kitabNya,
وَلَا تُطِعْ كُلَّ حَلَّافٍۢ مَّهِينٍ. هَمَّازٍۢ مَّشَّآءٍۭ بِنَمِيمٍۢ. مَّنَّاعٍۢ لِّلْخَيْرِ مُعْتَدٍ أَثِيمٍ. عُتُلٍّۭ بَعْدَ ذَٰلِكَ زَنِيمٍ
Dan janganlah kamu ikuti setiap orang yang banyak bersumpah lagi hina, yang banyak mencela, yang kian ke mari menghambur fitnah, yang sangat enggan berbuat baik, yang melampaui batas lagi banyak dosa, yang kaku kasar, selain dari itu, yang terkenal kejahatannya. ( QS. Al Qalam: 10-13 )
Penulis berkata: Begitulah talbiis dari pemerintah, talbiss dari para syaikh, dan talbiis dari para da’i, sehingga mereka mengkaburkan agama manusia, bahkan masalahnya sudah lebih dari itu, di mana sebagian orang yang menisbatkan dirinya kepada jihad, dia melarang setiap usaha dan jihad melawan pemerintah itu, bahkan berbicara (tentangnya saja adalah dilarang) dengan dalih bahwa statusnya masih samar dan tidak jelas.
            Dengan mudahnya dia memutar balikkan fakta, padahal dia justru yang menebar talbis dan tadlis, sehingga mengkaburkan agama yang haq ini dari manusia. Dimana dia melecehkan ulama’ yang melarang dia dan yang sepemahan dengannya agar tidak membicarakan aib – aib pemerintah melalui mimbar – mimbar yang hal ini bukanlah tergolong manhaj Rasulullah dalam menasehati pemerintah, buktinya adalah Rasulullah bersabda:
“Barangsiapa hendak menasehati pemerintah tentang sesuatu, jangalah dia lakukan secara terang – terangan. Akan tetapi hendaknya dia ajak dan menyendiri dengannya”. ( HR. Ahmad dalam Musnadnya )
            Bukti lain akan hal ini sebagaimana yang diriwayatkan Ibnu Abi Syaibah dan yang lainnya, Abdullah bin Jubair berkata:
“Aku berkata kepada Ibnu Abbas bahwa aku akan mengajak pemerintahku berbuat kebaikan, Ibnu Abbas berkata: jika kamu takut dia akan membunuhmu, maka jangan lakukan. Jika kamu ingin melakukan maka lakukanlah di tempat yang hanya antara kamu dan dia”.
Abu Ishaq berkata: tidaklah suatu kaum mencela pemerintah mereka kecuali Allah haramkan kebaikan atas mereka. ( Diriwayatkan Ibnu Abdil Barr dalam kitab beliau at Tamhid )
Berkata Syaikh Muhammad Ibnu ibrahim:…. Maka wajib menasehati mereka (pemerintah) sesuai Syar’I dengan lemah lembut, dan mengikuti jejak salaf Shalih (dalam perkara ini) tanpa membongkar kejelekan mereka di majlis – majlis dan di hadapan manusia. Yang meyakini hal ini merupakan bentuk inkarul Munkar maka ini adalah sifat melampaui batas yang tercela, bodoh terhadap realita dan tidak mengetahui akibat buruk akan hal itu terhadap agama dan dunia. ( Ad Durarus Saniyyah 9/119 )
            Bahkan Manhaj Abu Muhammad al Maqdisiy dalam perkara ini adalah Manhaj Abdullah bin Saba’ yahudi pencetus Syi’ah, Ibnu Jarir meriwatkan dalam kitab Tarikhnya, bahwa Abdullah bin Saba’ berkata:
“tampakkanlah cacian kalian terhadap pemerintah kalian.” ( Taarikh ar Rusul 4/340 )
Penulis berkata: Seharunya bila mereka tidak mengetahui atau status negaranya itu masih samar atas diri mereka, seharunya mereka itu mencari (kejelasan) dan bertanya, daripada menghalang-halangi dan banyak berdebat,”karena sesungguhnya obat ketidaktahuan adalah bertanya,” Allah subhaanahu wa ta’aala berfirman:
Dan janganlah kamu berdebat (untuk membela) orang-orang yang mengkhianati dirinya. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang selalu berkhianat lagi bergelimang dosa. An (Nisaa: 107).
Dan firman-Nya subhaanahu wa ta’aala:
Beginilah kamu, kamu sekalian adalah orang-orang yang berdebat untuk (membela) mereka dalam kehidupan dunia ini. Maka siapakah yang mendebat Allah untuk (membela) mereka pada hari kiamat? Atau siapakah yang jadi pelindung mereka (terhadap siksa Allah)?. “(An Nisaa: 109).
            Seharusnya dialah yang harus bertanya kepada Ulama’ mengenai hal ini, bukan dia hukumi sendiri bahkan menyuruh para Ulama’ bertanya kepadanya yang jelas – jelas dia bukan deretan Ulama’ hanya orang yang tidak memiliki ilmu, tidak pula rasa wara’ dan orang yang dalam hatinya ada kebencian.
فَسْـَٔلُوٓا۟ أَهْلَ ٱلذِّكْرِ إِن كُنتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui. ( QS. An Nahl: 43 )
Benarlah apa yang difirmankan Allah:
وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ لَا تُفْسِدُوا۟ فِى ٱلْأَرْضِ قَالُوٓا۟ إِنَّمَا نَحْنُ مُصْلِحُونَ. أَلَآ إِنَّهُمْ هُمُ ٱلْمُفْسِدُونَ وَلَٰكِن لَّا يَشْعُرُونَ
Dan bila dikatakan kepada mereka: Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, mereka menjawab: "Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan." Ingatlah, sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang membuat kerusakan, tetapi mereka tidak sadar. ( QS. Al Baqarah: 11-12 )
Padahal kalau dicermati apa yang dia lontarkan dengan kacamata ilmu dan keadilan murni, akan nampak sekali ketimpangan dan pengelabuhan serta penyamaran hakekat serta pemaksaan argument yang didesak-desakkan kedalam kebrutalannya.         
Dengan sadar atau tanpa sadar dia telah mengikuti jalan Fir`aun ketika berkata ke kaumnya:
قَالَ فِرْعَوْنُ مَا أُرِيكُمْ إِلَّا مَا أَرَى وَمَا أَهْدِيكُمْ إِلَّا سَبِيلَ الرَّشَاد
"Berkata Fir'aun : Aku tidaklah memberi tahu kalian kecuali apa yang telah aku arahkan, dan tidaklah aku menunjuki kalian kecuali jalan yang lurus.'[QS Ghofir :29]

wallahu a'lam wal 'ilmu 'indallah

ARAHAN UMUM DALAM MENYIKAPI FITNAH PERSELISIHAN DIKALANGAN ULAMA’ ( seri III )


METODE DAKWAH
ARAHAN UMUM DALAM MENYIKAPI FITNAH PERSELISIHAN DIKALANGAN ULAMA’ ( seri III )

PENULIS: Abu Ukasya Ilham Gorontalo
Catatan kaki: Mujahid as Salafiy


Diantara sikap berlebihan dari orang yang bergelut dalam fitnah ini atau orang yang sudah faham dengan perkara ini, adalah memaksa dan mendesak orang lain untuk mencari tahu dan mempelajari masalah ini, seolah – olah ini adalah wajib, namun kita belum mendapatkan ulama yang berfatwa bahwa mengetahui fitnah yang terjadi di kalangan ulama wajib di ketahui, kita lihat fitnah dari ulama terdahulu, mereka tidakmewajibkan para murid – murid nya untuk mempelajari persengketaan di antara para ulama, atau bahkan mendesak dan memaksa, bahkan pada saat itu banyak para murid – murid mereka yang diam, tidak mau ikut campur. Jikalaupun wajib maka harusnya melihat kepada siapa masalah tersebut disampaikan ? dalam kondisi yang bagaimana ? apakah akan muncul mashlahat ataukah mafsadah ketika menyampaikan fitnah tersebut ?!
 Mari kita belajar dari Nabi ketika beliau menyampaikan ilmu kepada Muadz bin jabal.  Tentang orang yang masuk surga dengan hanya bersyahadat “Laa ilaha illallah”, lalu Mu’adz bertanya apakah boleh dia sampaikan kepada yang lain?! Justru Rasulullah melarang karena akan membuat mereka terfitnah, karena akan membuat mafsadat yakni mereka aka bergantung dan mengandalkan hal tersebut dan meninggalkan amalan yang lain.
Dari hadits diatas menunjukkan kepada kita bolehnya menyembunyikan ilmu bahkan tertuntut jika akan menimbulkan fitnah terhadap orang yang mau disampaikan, semua itu karena menjaga mashlahat dan madlarat. Ali bin Abi Thalib berkata:
“berbicaralah kepada manusia sesuai kadar keilmuan dan pemahaman mereka, apakah kalian mau Allah dan RasulNya didustakan?”
Jika kita memaksa dan mendesak orang lain harus mengetahui fitnah ini dan menentukan sikap sementara orang tersebut belum bisa menjangkau permasalahan tersebut atau orang yang belum mengerti manhaj salaf atau akan menimbulkan fitnah baru[1], maka dalam hal ini kita telah menyelisihi syari’at[2]. Atau jika kita sendiri yang ingin mendalami fitnah ini sementara kita belum faham manhaj dengan benar, belum faham menyikapi permasalahan dengan benar. Maka keadaan seperti ini mungkin bisa jadi kita akan masuk dalam hadits :
حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا حَفْصُ بْنُ غِيَاثٍ وَيَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ عَنْ ابْنِ جُرَيْجٍ عَنْ سُلَيْمَانَ بْنِ عَتِيقٍ عَنْ طَلْقِ بْنِ حَبِيبٍ عَنْ الْأَحْنَفِ بْنِ قَيْسٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ هَلَكَ الْمُتَنَطِّعُونَ قَالَهَا ثَلَاثًا

“telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Abu Syiabah, telah menceritakan kepada kami Hafsh bin Ghiyats dan Yahya bin Sa’id dari Ibnu Juraij dari Sulaiman bin ‘Atiq dari Thalq bin Habib dari Ahnaf bin Qais dari Abdullah ia berkata, bahwa Rasulullah bersabda: celakalah orang – orang yang melampaui batas. Beliau mengucapkannya tiga kali.” [3]
            Tanattu’ yaitu orang yang membebani diri dan berdalam – dalam dalam permasalahan yang sangat berat baginya atau yang dia tidak mampui.[4] Wal Iyyadzu billah
            Memang benar dalam maslah fitnah ini kita harus menentukan sikap, pertanyaannya sikap yang bagaimanakah itu? Tentunya sikap yang benar dan sesuai syariat yakni ikhlash dan Mutaba’ah[5]. Sudah kita bahas pada penjabaran sebelumnya bahwa hakikat fitnah ini adalah perselisihan antara Ulama’, sikap yang benar adalah:



Bagi orang – orang yang merasa dirinya belum mempunyai kemampuan dalam menyikapi perselisihan maka jangan dia memberat – beratkan dirinya terjun dalam fitnah ini, karena akan masuk dalam dalam ancaman hadits “Halakal Mutanaththi’un”[6], karena jika dia terjun maka akan terjadi kerusakan seperti yang kita lihat dan kita rasakan sendiri[7].
            Namun hendaknya dia menyibukkan dengan memperbaiki dirinya dan keluarganya[8] dan mempelajari hal – hal yang terpenting dari perkara tauhid dan sunnah, dan kewajiban – kewajiban[9] lainnya yang harus dia tunaikan kepada Allah, kepada sesama manusia dan berdakwah kepada manusia sesuai kemampuannya.
            Bagi orang yang sudah mampu bergelut dalam fitnah ( maksudnya orang yang faham sebab – sebab perselisihan dan cara menyikapinya dan dia punya sikap wara’ ), maka janganlah dia mengambil sikap membela sebelum jelas permasalahannya, janganlah dia condong kepada salah satu pihak sebelum jelas permasalahannya, hendaknya dia diatas kehati – hatian dan tatabbut


[1]  Orang yang telah berbuat demikian secara tidak langsung telah berbuat kerusakan dalam dien ini yang mana Allah ta’ala telah melarang darinya, sebagaimana FirmanNya:
وَلَا تُفْسِدُوا۟ فِى ٱلْأَرْضِ بَعْدَ إِصْلَٰحِهَا
Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya. ( QS. Al A’raaf : 56 )
[2]  Allah ta’ala melarang kita menyelisihi syariatNya, siapa yang menyilisinya akan menuju jurang kehancuran, Allah berfirman:
وَهَٰذَا كِتَٰبٌ أَنزَلْنَٰهُ مُبَارَكٌۭ فَٱتَّبِعُوهُ وَٱتَّقُوا۟ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
Dan Al Qur'an itu adalah kitab yang Kami turunkan yang diberkati, maka ikutilah dia dan bertakwalah agar kamu diberi rahmat. ( QS. Al An’am : 155 )
[3]  Hadits Muslim no 4823
[4]  Disamping hadits yang disampaikan penulis, Allah juga melarang hambaNya untuk membebani diri, sebagaimana dalam FirmanNya:
 لَا نُكَلِّفُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا
Kami tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar kesanggupannya. ( QS. Al an’am : 152 )
[5]  Dalil mengenai hal ini adalah:
وَمَآ أُمِرُوٓا۟ إِلَّا لِيَعْبُدُوا۟ ٱللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ ٱلدِّينَ حُنَفَآءَ
Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus. ( QS. Al Bayyinah : 05 )
عَلْقَمَةَ بْنَ وَقَّاصٍ اللَّيْثِيَّ يَقُولُ سَمِعْتُ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَلَى الْمِنْبَر
قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى دُنْيَا يُصِيبُهَا أَوْ إِلَى امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ
Dari Alqamah bin Waqash al-Laitsi, ia berkata, "Saya mendengar Umar ibnul Khaththab  berpidato di atas mimbar, 'Saya mendengar Rasulullah bersabda, '(Wahai manusia), sesungguhnya amal-amal itu hanyalah dengan niatnya (dalam satu riwayat: amal itu dengan niat dan bagi setiap orang hanyalah sesuatu yang diniatkannya. Barangsiapa yang hijrahnya (kepada Allah dan Rasul Nya, maka hijrahnya kepada Allah dan Rasul Nya. Dan, barangsiapa yang hijrahnya kepada dunia, maka ia akan mendapatkannya. Atau, kepada wanita yang akan dinikahinya, maka hijrahnya itu kepada sesuatu yang karenanya ia hijrah." ( HR. Bukhari : 01 )
قُلْ إِن كُنتُمْ تُحِبُّونَ ٱللَّهَ فَٱتَّبِعُونِى يُحْبِبْكُمُ ٱللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ
Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." ( QS. Ali Imran : 31 )
[6] Dan ayat “laa Yukallaifullahu nafsan illa wus’aha”
[7] Syaikh  Abdul Muhsin berkata: yang terjadi  dewasa ini dari sekelompok kecil Ahlus Sunnah yang gemar mentajrih saudara-saudaranya sesama Ahlus Sunnah dan mentabdi’ mereka, sehingga mengakibatkan timbulnya  hajr,  taqathu dan  memutuskan jalan kemanfaatan dari mereka.  Tajrih  dan  tabdi’ tersebut dibangun di atas dugaan suatu hal yang tidak bid’ah  namun dianggap bid’ah. bahkan mereka menyebarkan  aib  (menyalahkan) siapa saja yang  bekerja sama dengan memberikan ceramah pada jama’ah tersebut dan mereka sifati sebagai  mumayi’ terhadap manhaj salaf, walaupun kedua syaikh yang mulia tadi pernah    memberikan ceramah pada jama’ah ini via telepon. Perkara ini juga meluas sampai kepada munculnya  tahdzir (peringatan) untuk menghadiri pelajaran (durus) seseorang  dikarenakan orang tersebut tidak berbicara tentang  fulan dan fulan atau jama’ah fulani. ( Marratan Ukhra Rifqan Ahlas Sunnah bi Ahlis sunnah )
[8]  Allah ta’ala berfirman:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ قُوٓا۟ أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًۭا
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka. ( QS. At Tahrim : 06 )
[9] Mungkin yang dimaksud penulis adalah hak – hak kepada Allah dan sesama manusia yang hendaknya dia tunaikan. Adapun hak Allah adalah merupakan hak terbesar yang harus ditunaikan oleh hamba, karena Allah telah memberikan nikmat dan karunianya kepada kita sedangkan Allah tidak membutuhkan pemberian apapun dari kita, sebagaimana firmanNya:
لَا نَسْـَٔلُكَ رِزْقًۭا ۖ نَّحْنُ نَرْزُقُكَ
Kami tidak meminta rezeki kepadamu, Kami lah yang memberi rezeki kepadamu. ( QS. Thaha : 132 )
Dan hak Allah yang harus dipenuhi hamba adalah mengibadahiNya dengan ikhlas serta tidak menyekutukan Dia dengan suatu apapun, Allah berfirman :
وَمَا خَلَقْتُ ٱلْجِنَّ وَٱلْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku. ( QS. Adz Dzariyyat : 56 )
sedangkan hak sesama muslim dengan muslim lain diantaranya adalah :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ - رضي الله عنه - قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - - حَقُّ اَلْمُسْلِمِ عَلَى اَلْمُسْلِمِ سِتٌّ: إِذَا لَقِيتَهُ فَسَلِّمْ عَلَيْهِ, وَإِذَا دَعَاكَ فَأَجِبْهُ, وَإِذَا اِسْتَنْصَحَكَ فَانْصَحْهُ, وَإِذَا عَطَسَ فَحَمِدَ اَللَّهَ فَسَمِّتْهُ وَإِذَا مَرِضَ فَعُدْهُ, وَإِذَا مَاتَ فَاتْبَعْهُ - رَوَاهُ مُسْلِمٌ
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Hak seorang muslim terhadap sesama muslim ada enam, yaitu bila engkau berjumpa dengannya ucapkanlah salam; bila ia memanggilmu penuhilah; bila dia meminta nasehat kepadamu nasehatilah; bila dia bersin dan mengucapkan alhamdulillah bacalah yarhamukallah (artinya = semoga Allah memberikan rahmat kepadamu); bila dia sakit jenguklah; dan bila dia meninggal dunia hantarkanlah (jenazahnya)". ( HR. Muslim 2162 )

WASIAT ALLAH TA’ALA DAN BIMBINGANNYA


TAFSIR AL QUR’AN

WASIAT ALLAH TA’ALA DAN BIMBINGANNYA

Oleh: al Ustadz Abu Abdir Rahman Nurul Yaqin -hafizhahullah-
Catatan kaki: Abu Idris As Salafiy

            Allah ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا هَلْ أَدُلُّكُمْ عَلَى تِجَارَةٍ تُنْجِيكُمْ مِنْ عَذَابٍ أَلِيمٍ (10) تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَتُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ بِأَمْوَالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ (11)
“Hai orang – orang yang beriman, sukakah kamu Aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkanmu dari azab yang pedih? ( yaitu ) kamu beriman kepada Allah dan RasulNya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. itulah yang lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. Niscaya Allah akan mengampuni dosa – dosamu dan memasukkanmu ke dalam jannah yang mengalir dibawahnya sungai – sungai dan memasukkan kamu ke tempat tinggal yang lebih baik di jannah ‘Adn, itulah keberuntungan yang besar. Dan (ada lagi) karunia lain yang kamu sukai yaitu pertolongan dari Allag dan kemenangan dekat (waktunya). Dan sampaikanlah berita gembira kepada orang – orang yang beriman.” ( QS. Ash Shaaf : 10-13 )[1]
TAFSIR AYAT
تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ
( yaitu ) kamu beriman kepada Allah dan RasulNya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. itulah yang lebih baik bagimu jika kamu mengetahui( yaitu ) kamu beriman kepada Allah dan RasulNya


IMAN KEPADA ALLAH DAN RASULNYA
            Iman [2]kepada Allah meliputi:
a.       menTauhidkan Allah dari sisi Nama – nama dan Sifat - sifatNya[3]
b.      menTauhidkan Allah dari sisi Rububiyyah, yaitu memurnikan Alah dalam perbuatan- perbuatanNya seperti menciptakan, mengatur, memberi rizki dll[4].
c.       MenTauhidkan Allah dari segi Uluhiyyah yaitu memurnikan Allah dalam hak-hakNya, tidak ada yang berhak disembah selainNYa.[5]

Sedangkan Iman kepada Rasulullah –shalallahu ‘alaihi wa sallam- meliputi[6]:
a.      Membenarkan semua berita yang dibawanya.[7]
b.      Melaksanakan seluruh perintahnya dan menjauhi semua larangannya.[8]
c.       Menyembah Allah hanya dengan syariat yang dibawanya.[9] ( Lihat kitab Ushulil Iman )

وَتُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ بِأَمْوَالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ (11)
dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. itulah yang lebih baik bagimu jika kamu mengetahui( yaitu ) kamu beriman kepada Allah dan RasulNya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. itulah yang lebih baik bagimu jika kamu mengetahui

I.                    JIHAD[10] DENGAN HARTA DAN JIWA
Imam Ibnu Qoyyim menjelaskan dalam kitab “ Zaadul ma’aad juz 3 hal : 9-11(ringkasnya) bahwa jihad itu ada empat tingkatan :
1.      Jihadun nafsi Yaitu mencurahkan segala kemampuan :
a.      Untuk mempelajari islam (berilmu).
b.      Beramal dengan ilmu tersebut.
c.       Berdakwah (menyampaikan ilmu).
Ini adalah jihad ashal (pondasi) untuk melaksanakan jihad- jihad yang lain.
2.      Jihadusy syaithon yaitu jihad melawan setan yang menyerang orang – orang yang beriman dengan membawa 2 senjata : senjata syubhat dan senjata syahwat.
Dua senjata itu tidak bisa dipatahkan kecuali dengan SABAR dan YAKIN , sabar dapat menolak syahwat sedang yakin dapat menolak syubhat (bertauhid yang benar dan mutaba’ah yang benar).
3.      Jihadul Kufar[11] dan munafiqin yaitu jihad melawan mereka dengan hati, lisan, jiwa dan harta , yang terkhususkan orang – orang kafir dengan tangan dan orang – orang munafik dengan lisan. Sebagaimana sabda Rasulullah – Semoga shalawat serta salam tercurahkan kepadanya-.
إنَّ الْمُؤْمِنَ يُجَاهِدُ بِسَيْفِهِ وَ لِسَانِهِ
 “Sesungguhnya orang mukmin itu jihad dengan pedang lisannya”. (HR. Ahmad dan Thabrani dari shahabat Ka’ab bin malikو Lihat shahih jami’ no : 1934).
DAMPAK MENINGGALKAN JIHAD[12]
            Rasulullah – Semoga shalawat serta salam terlimpahkan kepadanya-.
إذا تبايعتم بالعينة وأخذتم أذناب البقر ورضيتم بالزرع وتركتم الجهاد سلط الله عليكم ذلا لا ينزعه حتى ترجعوا إلى دينكم»
            Maksudnya : “ Apabila kalian melakukan jual beli ‘inah*, memegang ekor – ekor sapi, ridha dengan bercocok tanam dan meninggalkan jihad. Maka Allah pasti menimpakan KEHINAAN yang Dia tidak mencabutnya sehingga kalian kembali ke agama kalian”. ( HR. Abu Daud, dari Ibnu Umar, As Shahihah, no : 11 HR.Ahmad, Ibnu Syahin, Thabrani, Ibnu ‘Adi dan Abu nu’aim, lihat Shahih Jami’ no : 423, dengan kedudukan hadits tersebut “ Shahih”).

يَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَيُدْخِلْكُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ وَمَسَاكِنَ طَيِّبَةً فِي جَنَّاتِ عَدْنٍ ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ (12) وَأُخْرَى تُحِبُّونَهَا نَصْرٌ مِنَ اللَّهِ وَفَتْحٌ قَرِيبٌ وَبَشِّرِ الْمُؤْمِنِينَ (13)
Niscaya Allah akan mengampuni dosa – dosa dan memasukkanmu ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai – sungai, dan (memasukkan kamu) ke tempat tinggal yang baik di dalam jannah ‘Adn. Itulah keberuntungan yang besar.Dan (ada lagi) karunia yang lain kamu sukai (yaitu) pertolongan dari Allah dan kemenangan yang dekat (waktunya). Dan sampaikanlah berita gembira kepada orang – orang yang beriman.
     
                              Jika kita telah melakukan semuanya itu maka: DAPAT KEAMPUNAN DARI SELURUH DOSA, MASUK SURGA, mendapatkan PERTOLONGAN ALLAH, dan diberi KEMENANGAN YANG DEKAT. Wallahu a’lam wal ‘ilmu ‘indallah


[1]  I’rab dan  Tafsir ayat secara umum
            هل huruf istifham bermakna pengkhabaran
وأدلكم fi’il mudlari’ marfu’ dan failnya tersebunyi takdirnya “ana (saya)”, kum : maf’ul bih
على تجارة  muta’aliq dengan kalimah “adullukum”
تنجيكم : sifat dari kalimah “tijarah”
من عذاب  muta’aliq dengan jumlah “Tunjikum”
أليم : shifat kalimah “Adzab” ( I’rabul Qur’an wa Bayanuhu )
            Tafsir ayat secara Umum: ini adalah wasiat, petunjuk dan bimbingan dari dzat yang Maha Pengasih lagi Maha penyayang kepada hambaNya yang beriman berupa perdagangan yang mulia menghasilkan selamat dari adzab yang pedih dan mendapat keberuntungan berupa nikmat surga. ( Taisir Karimir Rahman fii Tafsiri Kalamil Mannan, Syaikh As Sa’di surat Shaaf ayat 10 )       
               
[2] Iman  adalah ucapan dan perbuatan, iman dengan ucapan yaitu diucapkan dengan lisan adapun iman dengan perbuatan yaitu mengerjakan amal shalih dengan anggota badan, keimanan bisa bertambah dengan ketaatan kepada Allah azza wa jalla dan berkurang dengan kemaksiatan. (Lum’atul I’tiqad 28  )

[3]  Ini dinamakan Tauhid asma’ wash Shifat yaitu mengimani akan nama – nama dan shifat – shifat Allah tanpa diselewengkan ma’na dan hakikatnya. Kita beriman dengannya dan membenarkan tanpa harus bertanya dengan kalimat “bagaimana hakikatnya” atau semisalnya. Kita katakan shifat Allah sebagaimana yang telah Allah firmankan, kita menshifati sebagaimana Dia –azza wa jalla- mensifati dirinya sendiri ( Lum’atul I’tiqad 07 )
[4]  Allah berfirman:
Katakanlah: "Wahai Tuhan Yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu. Engkau masukkan malam ke dalam siang dan Engkau masukkan siang ke dalam malam. Engkau keluarkan yang hidup dari yang mati, dan Engkau keluarkan yang mati dari yang hidup. Dan Engkau beri rezeki siapa yang Engkau kehendaki tanpa hisab (batas)". ( QS. Ali Imraan : 26-27 )
[5] Allah berfirman: 
Katakanlah: "Sesungguhnya aku diperintahkan supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama. ( QS. Az Zumar : 11 )
[6] Termasuk katagori iman kepada Rasulullah Muhammad –shalallahu ‘alaihi wa sallam- adalah meyakini bahwa beliau adalah hamba Allah sekaligus utusanNya, beliau adalah manusia yang paling mulia. Allah berfirman:
Katakanlah Muhammad, sesungguhnya aku adalah manusia seperti kalian. ( QS. Al Kahfi : 110 )


[7]  Ya’ni meyakini berita yang zhahir ataupun yang ghaib, baik akal kita menjangkau maupun tidak, semisal kisah isra’ dan Mi’raj. Karena semua yang beliau –shalallahu ‘alaihi wa sallam- bawa adalah benar dari Allah bukan hawa nafsu beliau. Allah berfirman:
وَمَا يَنْطِقُ عَنِ الْهَوَى * إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْيٌ يُوحَى
dan tiadalah yang diucapkannya itu menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya). ( QS. An Najm : 3-4 )
[8]  Allah berfirman:
وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya. ( QS. Al Hasyr : 07 )

[9]  Allah berfirman:
قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu". Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. ( QS. Ali Imran : 31 )
[10]  Jihad adalah isim mashdar dari fi’il Ruba’i Jaahada ( جاهد )  yang berarti mencurahkan tenaga. ( lihat Fathul Baari bab Jihad )
[11]  Hukum jihad melawan orang kafir adalah fardlu kifayah –menurut jumhur Ulama’-, mereka berdalil dengan firaman Allah:
لَا يَسْتَوِي الْقَاعِدُونَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ غَيْرُ أُولِي الضَّرَرِ وَالْمُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ فَضَّلَ اللَّهُ الْمُجَاهِدِينَ بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ عَلَى الْقَاعِدِينَ دَرَجَةً وَكُلًّا وَعَدَ اللَّهُ الْحُسْنَى وَفَضَّلَ اللَّهُ الْمُجَاهِدِينَ عَلَى الْقَاعِدِينَ أَجْرًا عَظِيمًا
Tidaklah sama antara mukmin yang duduk (yang tidak ikut berperang) yang tidak mempunyai ´uzur dengan orang-orang yang berjihad di jalan Allah dengan harta mereka dan jiwanya. Allah melebihkan orang-orang yang berjihad dengan harta dan jiwanya atas orang-orang yang duduk satu derajat. Kepada masing-masing mereka Allah menjanjikan pahala yang baik (surga) dan Allah melebihkan orang-orang yang berjihad atas orang yang duduk dengan pahala yang besar. ( QS. An Nisa’ : 95 )
Ayat ini menunjukkan orang yang tidak ikut berjihad tidaklah berdosa. ( Lihat Al Mughni 13/7 )
[12]  Tambahan judul dari pemberi catatan kaki
*)Al-‘Inah adalah seseorang menjual suatu barang dengan harga tertentu secara kredit lalu ia kembali membelinya dari pembeli dengan harga yang lebih sedikit secara kontan.
Hakikatnya ia tidaklah dianggap sebagai jual beli, melainkan hanya sekedar pinjaman riba yang disamarkan dalam bentuk jual beli dan termasuk bentuk hilah (tipu daya) orang-orang yang senang melakukan riba.
Contoh : Ahmad menjual barang kepada Muhammad dengan harga Rp. 1.000.000,- secara kredit selama satu bulan, kemudian Ahmad atau yang mewakilinya kembali datang kepada Muhammad membeli barang tersebut dengan harga Rp. 800.000,- secara kontan.