MANHAJ DAKWAH
MEWASPADAI SIKAP HIZBIYYAH DAN FIKRAH
TAHAZZUB DALAM MENYIKAPI PERSELISIHAN bag I
Penulis : Abu Ukasyah Ilham Gorontalo
Catatan kaki: Mujahid as Salafiy
KALIMATUL IFTITAH
Puji syukur
kita panjatkan kepada Allah ta’ala, yang telah memberi nikmat kepada kita, Allah
–ta’ala- berfirman:
وَمَا بِكُم مِّن نِّعْمَةٍۢ فَمِنَ ٱللَّهِ
Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari
Allah-lah (datangnya). (QS. An Nahl : 53).
Dan
janganlah kita berlaku sebaliknya yakni kufur atas nikmat Allah –ta’ala-, Allah
berfirman:
وَٱشْكُرُوا۟ لِى وَلَا تَكْفُرُونِ
dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu
mengingkari (nikmat)-Ku. (QS. Al Baqarah : 152)
Segala puji hanyalah
milik Allah yang telah mempertautkan hati kaum mukminin dan menganjurkan mereka
supaya bersatu padu dan saling berhimpun serta memperingatkan dari perpecahan
dan perselisihan.
Ya Allah limpahkan shalawat,
salam dan berkah kepada Penutup para Nabi dan Rasul –Muhammad- ,kepada
keluarganya yang suci dan kepada para sahabatnya yang mana Allah mensifatkan
mereka sebagai kaum yang keras terhadap kaum kafir dan lemah lembut diantara
mereka, serta kepada siapa saja yang mengikuti mereka hingga hari kiamat kelak.
Ya Allah bersihkanlah hatiku dari rasa dengki, dan
luruskanlah lidahku dalam menyampaikan kebenaran, Ya Allah aku berselindung dengan-Mu
bahwa aku menyesatkan
(orang lain) atau
disesatkan orang lain, atau menggelincir orang lain dari kebenaran)atau
digelincirkan orang lain dari kebenaran, atau menzholimi orang lain atau dizholimi
orang lain, atau mejahili orang lain atau dijahili orang lain.
Amma ba’du ;
sesunnguhnya Allah
–ta’ala- memperingatkan kita dengan peringatan yang sangat keras agar menjauhi
sunnah – sunnah jahiliyyah, diantara sunnah jahiliyyah yang paling buruk adalah
“HIZBIYYAH”, dia adalah sunnahnya Iblis –la’natullah ‘alaihi-, dan pertamakali
pencetus Hizbi adalah Iblis –la’natullah ‘alaihi-, dia melakukan tahazzub dan
ta’ashshub atas dirinya, Allah berfirman:
﴿قَالَ
يَا إِبْلِيسُ مَا مَنَعَكَ أَنْ تَسْجُدَ لِمَا خَلَقْتُ بِيَدَيَّ
أَسْتَكْبَرْتَ أَمْ كُنْتَ مِنَ الْعَالِينَ * قَالَ أَنَا خَيْرٌ مِنْهُ
خَلَقْتَنِي مِنْ نَارٍ وَخَلَقْتَهُ مِنْ طِينٍ﴾[صّ: 75-76].
Allah berfirman: "Hai
iblis, apakah yang menghalangi kamu sujud kepada yang telah Ku-ciptakan dengan
kedua tangan-Ku. Apakah kamu menyombongkan diri ataukah kamu (merasa) termasuk
orang-orang yang (lebih) tinggi?". Iblis berkata: "Aku lebih baik
daripadanya, karena Engkau ciptakan aku dari api, sedangkan dia Engkau ciptakan
dari tanah". (QS. Shaad : 75-76)
Sudah selayaknya bagi kaum muslimin dan terkhusus orang
yang menisbahkan dirinya kepada “Salafiy”agar menjauhi sifat “HIZBIY”dan
“TAHAZZUB”, karena Tahazzub merupakan thagut yang harus dijauhi, berkata Syaikh
al ‘Alamah Naashihul Amin Yahya al Hajuri:
Tahazzub
adalah bagian dari Thagut, maka perhatikanlah apa yang telah dikhabarkan Allah
ta’ala tentang kaum Nabi Nuh, Nabi Nuh –‘alaihis salam- telah berdakwah kepada
kaumnya Sembilan ratus lima puluh tahun,
﴿وَلَقَدْ أَرْسَلْنَا نُوحاً إِلَى قَوْمِهِ فَلَبِثَ فِيهِمْ
أَلْفَ سَنَةٍ إِلَّا خَمْسِينَ عَاماً فَأَخَذَهُمُ الطُّوفَانُ وَهُمْ
ظَالِمُونَ﴾[العنكبوت:14]
Dan sesungguhnya Kami telah
mengutus Nuh kepada kaumnya, maka ia tinggal di antara mereka seribu tahun
kurang lima puluh tahun.
Ini adalah waktu yang sangat lama, bersamaan dengan itu
pula Allah menerangkan diantara hikmah Nabi Nuh –‘alaihis salam-, beragam
dakwah kepada kaumnya beliau tempuh, malam, siang, sembunyi – sembunyi maupun
terang – terangan…. Lihatlah sekarang bentuk ta’ashshub dan tahazzub (kaum Nabi
Nuh adalah ) kepada batu – batu dan berhala-berhala.
﴿وَقَالُوا لا تَذَرُنَّ آلِهَتَكُمْ وَلا تَذَرُنَّ وَدّاً وَلا
سُوَاعاً وَلا يَغُوثَ وَيَعُوقَ وَنَسْراً﴾[نوح:23]
Dan mereka berkata:
"Jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kamu dan
jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) wadd, dan jangan pula
suwaa', yaghuts, ya'uq dan nasr". –selesai nukilan dari kitab beliau
berjudul “Adlrarul Hizbiyyah ‘alaa Ummatil Islamiyyah”-
Maka sebagai wujud kewaspadaan kita dan dalam upaya
penjagaan diri agar tidak terjatuh dalam “HIZBIYYAH DAN TAHAZZUB”, alangkah
baiknya kita mengetahui point – point atau kerangka berfikir yang mengarah
kesana, karena hizbiyyah dan tahazzub dapat merusak dakwah Salafiyyah, berkata
Syaikh Yahya al Hajuriy:
Diantara wasilah yang dapat
merusak dakwah salafiyyah adalah masuknya Hizbiyyun di tengah – tengah mereka
dan pada cara berfikir mereka. ( adlrarul HIzbiyyah hlm 46 )
Na’alullaha as salamah wal
‘afiyah
Wabillahit
taufiq wal ‘ilmu ‘indallah
Mujahid
as Salafiy
Pengelola
www.millahmuhammad.blogspot.com
Ketahuilah
bahwa sumber penyebab fitnah pertikaian ini menjadi meluap dan berkembang
adalah disebabkan oleh orang ke tiga, ke empat, ke lima, dan seterusnya. Yakni
disebabkan mereka tidak mengikuti tuntunan Nabi dalam menyikapi perselisihan[1] tersebut
atau dengan kata lain tidak diatas hikmah[2], karena
suatu sikap yang benar yang dibangun diatas hikmah tentunya akan menghasilkan
maslahat yang besar, begitu pun sebaliknya sikap yang batil yang tidak hikmah
yang di bangun di atas kejahilan atau kesombongan atau tahazzub dan ta’ashub
atau kedengkian , atau melampaui batas , itu akan menghasilkan mafsadah dan
kerusakan yang besar.[3]
Mari
kita simak bersama firman Allah :
يُؤْتِى ٱلْحِكْمَةَ مَن يَشَآءُ ۚ
وَمَن يُؤْتَ ٱلْحِكْمَةَ فَقَدْ أُوتِىَ خَيْرًۭا كَثِيرًۭا
Allah
menganugrahkan al hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al Qur'an dan As Sunah)
kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan barang siapa yang dianugrahi al hikmah itu,
ia benar-benar telah dianugrahi karunia yang banyak.[4]
Mafhum
dari ayat diatas adalah bahwa siapa saja yang tidak diberikan sikap hikmah,
maka kebaikan dan maslahat yang terhasilkan dari sikapnya itu akan menjadi
sedikit, hal itu dalam semua BAB , termasuk jika dia tidak bersikap hikmah
dalam BAB “ Amar ma’ruf Nahi munkar “ termasuk bab “Tahdzir dan Hajr “,
sehingga dia akan lebih banyak merusak daripada memperbaiki, berbeda dengan
sikap hikmah, yang terhasilkan adalah manfaat dan mashlahat yang lebih besar.
Kita
tidak menuduh yang telah membuat fitnah dan kerusakan ini adalah si fulan atau
si allan , tapi marilah kita mengoreksi diri masing – masing[5] dan
berusaha melakukan pembenahan[6] dan
perbaikan[7] , dengan
mengamalkan hadits :
Beruntunglah orang yang tersibukkan mengurus
aib dirinya sendiri daripada mengurus aib orang lain.
Dan
termasuk syarat dari taubat adalah memperbaiki apa yang telah dirusaknya,
bahkan diantara cirri – cirri Ahlus Sunnah adalah seperti dalam hadits : (Orang
– orang yang membuat perbaikan ketika manusia rusak). Bukan malah menambah Rusak
atau membiarkannya rusak.
Dan
janganlah kita bertindak seperti orang munafik[8] :
وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ لَا
تُفْسِدُوا۟ فِى ٱلْأَرْضِ قَالُوٓا۟ إِنَّمَا نَحْنُ مُصْلِحُونَ
Jika dikatakan kepada mereka “
Janganlah kalian membuat kerusakan di bumi “ , mereka menjawab “ Sesungguhnya
kami hanyalah membuat perbaikan”, Ketahuilah sesungguhnya mereka adalah orang –
orang yang membuat kerusakan tapi mereka tidak menyadarinya. [9]
Mari
kita koreksi diri kita , jangan sampai kita banyak membuat kerusakan dalam
dakwah namun tidak merasa, bahkan justru sebaliknya merasa telah membuat
perbaikan, merasa telah menolong Agama, merasa telah mencocoki amalan salaf,
tapi secara praktek dan hasilnya ternyata lebih banyak merusak daripada
memperbaiki.
Dan
jangan pula kita bertindak seperti orang – orang yang angkuh dan keras kepala[10], tidak
mau menerima kritikan dan nasehat seperti dalam ayat :
وَإِذَا قِيلَ لَهُ ٱتَّقِ ٱللَّهَ
أَخَذَتْهُ ٱلْعِزَّةُ بِٱلْإِثْمِ ۚ
Dan
apabila dikatakan kepadanya:"Bertakwalah kepada Allah", bangkitlah
kesombongannya yang menyebabkannya berbuat dosa. (QS. Al BAqarah : 206)
Maksud
“izzah” adalah congkak, sombong itu membuatnya menolak nasehat ketakwaan
tersebut.
Secara
umum kita tidak menyalahkan sikap para Ulama yang mentahdzir dan memvonis,
karena perkara ini memang bidang mereka , dan wajib bagi kita mendahulukan
Husnuzhan kepada mereka bahwa itu semua mereka lakukan karena ingin menjaga
Agama yang mulia ini dari berbagai macam penyimpangan dan juga karena ingin
menasihati ummat dan menyelamatkan mereka agar tidak terjerembab di dalam
penyimpangan tersebut, kecuali jika telah tampak ada diantara mereka yang
berkeinginan di luar dari tujuan baik itu, atau menggunakan metode – metode
yang menyimpang, maka kita hukumi secara dzahir. Tapi yang kita salahkan dan koreksi adalah
sebagian sikap orang – orang yang ada di bawah mereka dari kalangan para ustadz
dan thullabul ‘ilmi, yang membuat fitnah ini semakin buruk dan semakin meluas
kerusakannya yang itu bisa kita rasakan dalam medan dakwah ini. [11]
Mungkin
ada diantara kita yang bertanya, apakah bentuk kerusakan dan mafsadah yang
muncul itu ? fakta yang menjawabnya , kita saksikan adanya perpecahan di tubuh
kaum Ahlus Sunnah berupa terkotak – kotak yang masing – masing kotak mengaku
hanya dipihaknyalah yang benar dan menjatuhkan yang lainnya tanpa hak[12], saling
menuduh dengan tuduhan dusta[13], saling
memvonis[14],
saling fitnah memfitnah, saling jauh menjauhkan, saling mengumbar aib[15], saling
berdebat yang tidak sehat sampai – sampai menggunakan ungkapan – ungkapan yang
keji dan meremehkan penjelasan dari pihak lainnya[16] ,
saling memperolok olok[17] ,
saling musuh memusuhi dan menambah musuh lebih banyak, dan juga berdampak
negatif pada orang – orang awam dan orang – orang yang ada di luar Ahlus Sunnah
, yang asalnya mereka memang tidak senang terhadap Ahlus Sunnah malah semakin
jengkel dan menjauh dan tambah lari dari dakwah , setelah mereka melihat adanya
praktek saling sikap menyikapi yang tidak sehat di kalangan Ahlus Sunnah.
Marilah
kita bersama – sama menyimak dan mengambil faedah dari hadits berikut, tentang
ucapan Nabi ketika mengutus Mu’adz dan Abu Musa ke Yaman : (Mudahkanlah dan
jangan mempersulit, berilah kabar gembira dan jangan buat lari, dan bersatulah
atau kompaklah kalian dalam dakwah dan jangan berselisih atau berpecah). Hadits
diatas adalah nasehat Nabi kepada para Da’I secara umum, yang ternyata kita
saksikan dalam penerapan amat jauh, Nabi memerintah untuk mempermudah malah
kita mempersulit , Nabi melarang jangan membuat lari malah kita membuat
lari, Nabi memerintah kita harus kompak
dan bersatu malah kita berselisih dan bertikai dan berpecah , ini fakta.
Setelah ditelusuri ternyata mereka memiliki segudang syubhat yang mereka sebut
dengan alas an dan hujjah untuk membenarkan sikapnya sehingga buta melihat
kenyataan dari hasil pergerakan dakwah mereka.
[1] Diantara petunjuk dalam menyikapi
perselisihan adalah:
-
Bersikap obyektif dalam menyikapi perselisihan
-
Berhusnuzhan terhadap para Ulama’ dan thalabul
‘ilmi serta mengutamakan ukhuwah
-
Apa yang dinyatakan dari seseorang ahlus sunnah
berupa kejelekan, hendaknya dibawa kepada makna yang baik
-
Menerima segala kritik dalam rangka kebaikan
-
Komitmen dengan adab – adab islam dalam memilih
kata – kata yang bagus serta menghindari kata – kata yang tidak pantas. (
mengambil Faedah dari an Nushhul Amin, Imam asy Syaikh Muqbil bin Haadi al
Wadi’I )
[2] Hikmah adalah sebuah ungkapan tentang
bagaimana menyelesaikan setiap masalah dengan ilmu yang benar dan bijak.
[3] Diantara kerusakan yang timbul adalah: Saudara
kita saling bercerai berai antara satu dengan yang lain, sebagaimana telah kita
ketahui bersama bahwa dahulu dakwah salaf di Indonesia bersatu, tidak berpecah
belah. Setelah munculnya kerangka berfikir tahazzub dan hizbiy, saling meyakini
bahwa dirinya lah yang berada diatas kebenaran dan mengajak yang lain untuk
bersamanya serta memusuhi orang yang tidak bersamanya, saling hujat sana –
sini. akhirnya diketahui banyak orang bahwa dakwah salafi di Indonesia menyebar
dakwah hajr dan tahdzirnya bukan dakwah tauhid. Laa haula wa laa quwwata illa
billah
maka dengan yang demikian itu Allah menjadikan
bercerai berai, sudah sepatutnya kita merenungi firman Allah:
وَأَنَّ هَٰذَا صِرَٰطِى
مُسْتَقِيمًۭا فَٱتَّبِعُوهُ ۖ وَلَا تَتَّبِعُوا۟ ٱلسُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ
عَن سَبِيلِهِۦ ۚ
dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang
lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain),
karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. (QS. Al ‘An’am :
153 )
[4]
QS. Al Baqarah :
269
[5] Ini lah yang tertuntut dalam syariat yang
mulia ini, seorang hamba seharusnya senantiasa muhasabah atas apa yang telah
dia lakukan bukan tersibukkan dengan muhasabah orang lain, Allah berfirman:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟
ٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ وَلْتَنظُرْ نَفْسٌۭ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍۢ ۖ وَٱتَّقُوا۟
ٱللَّهَ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ خَبِيرٌۢ بِمَا تَعْمَلُونَ.
Hai
orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri
memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan
bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan. (QS. Al Hasyr : 18)
Berkata Syaikh Abdul Muhsin : Hendaknya orang yang
menyibukkan dirinya dengan mencela para ulama dan para penuntut ilmu serta
mentahzir terhadap mereka tersebut hendaklah ia merasa takut kepada Allah,
lebih baik ia menyibukan diri dengan memeriksa aib aibnya supaya ia terlepas
dari aibnya tersebut, dari pada ia sibuk denga aib-aib orang lain, dan menjaga
kekekalan amalan baiknya jangan sampai ia membuangnya secara siasia dan
membagi-bagiakannya kepada orang yang dicela dan dicacinya, sedangkan ia sangat
butuh dari pada orang lain terhadap amal kebaikan tersebut pada hari yang tiada
bermanfaat pada hari itu harta dan anak keturunan kecuali orang yang datang
menghadap Allah dengan hati yang suci. Hendaklah ia menyibukan dirinya dengan
mencari ilmu yang bermanafaat dari pada ia sibuk melakukan celaan dan tahziran,
dan giat serta bersungguh-sungguh dalam mencari ilmu tersebut supaya ia
mendapat faedah dan memberikan faedah, mendapat manfa,at dan bermanfa’at, maka
dianatra pintu kebaikan bagi seorang manusia adalah bahwa ia sibuk dengan ilmu,
belajar, mengajar, berda’wah dan menulis, apabila ia mampu melakukan hal yang
demikian maka hendaknya ia menjadi golongan yang membangun, dan tidak menyibukkan
dirinya dengan mencela para ulama dan para penuntut ilmu dari Ahlus Sunnah
serta menutup jalan yang menghubungkan untuk mengambil faedah dari mereka sehingga
ia menjadi golongan penghancur, orang yang sibuk dengan celaan seperti ini, tentu
ia tidak akan meninggalkan sesudahnya ilmu yang dapat memberi manfa’at serta manusia
tidak akan merasa kehilangan atas kepergiannya sebagai seorang ulama yang
memberi mereka manfa’at, justru dengan kepergiannya mereka merasa selamat dari kejahatannya.
(Rifqan Ahlas Sunnah bi Ahlis Sunnah)
[6] Mungkin yang dimaksud
penulis adalah pembenahan diri dalam artian taubat kepada Allah ta’ala
[7] Allah berfirman:
فَمَن تَابَ مِنۢ بَعْدِ ظُلْمِهِۦ
وَأَصْلَحَ فَإِنَّ ٱللَّهَ يَتُوبُ عَلَيْهِ ۗ إِنَّ ٱللَّهَ غَفُورٌۭ رَّحِيمٌ
Maka
barang siapa bertobat (di antara pencuri-pencuri itu) sesudah melakukan
kejahatan itu dan memperbaiki diri, maka sesungguhnya Allah menerima tobatnya.
Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Al Maidah : 39)
[8] Dan jangan pula kita
bertindak seperti Fir’aun dan bala tentaranya, mereka mengaku berbuat kebaikan
padahal mereka berbuat kerusakan dan bertolak belakang dari dakwah Nabi
Musa-‘alaihis salam-, Allah mengkisahkan Fir’aun sebagaimana dalam firmanNYa:
قَالَ فِرْعَوْنُ مَآ أُرِيكُمْ
إِلَّا مَآ أَرَىٰ وَمَآ أَهْدِيكُمْ إِلَّا سَبِيلَ ٱلرَّشَادِ
Firaun
berkata: "Aku tidak mengemukakan kepadamu, melainkan apa yang aku pandang
baik; dan aku tiada menunjukkan kepadamu selain jalan yang benar". (QS.
Ghafir : 29)
[9]
QS. AL Baqarah : 11
[10] Jangan pula kita bertindak seperti kaum
musyrikmin dan orang – orang kafir, sebagaimana yang difirmankan Allah:
أَفَلَمْ تَكُنْ ءَايَٰتِى تُتْلَىٰ
عَلَيْكُمْ فَٱسْتَكْبَرْتُمْ وَكُنتُمْ قَوْمًۭا مُّجْرِمِينَ
"Maka
apakah belum ada ayat-ayat-Ku yang dibacakan kepadamu lalu kamu menyombongkan
diri dan kamu jadi kaum yang berbuat dosa?" ( QS. Al Jatsiyah : 31 )
وَإِذَا ذُكِّرُوا۟ لَا
يَذْكُرُونَوَإِذَا رَأَوْا۟ ءَايَةًۭ يَسْتَسْخِرُونَ.
Dan
apabila mereka diberi pelajaran mereka tiada mengingatnya. Dan apabila mereka
melihat sesuatu ayat Allah, mereka sangat menghinakan. ( QS. Ash Shafat : 13-14
)
[11] Yaitu sibuknya mereka dalam
emncaci dan kurang dalam menjaga lisan serta ghuluw dalam memvonis, berkata
Syaikh Abdul Muhsin:
Terjadi pada zaman ini
sibuknya sebagian Ahlus Sunnah terhadap sebagian yang lainnya sikap saling caci
dan saling tahzir (waspada), hal demikian telah menimbulkan perpecahan dan
perselisihan serta sikap saling Hajr (menjauhi), sepantasnya yang ada diantara
mereka bahkan suatu keharusan adalah saling kasih dan saling sayang, dan mereka
menyatukan barisan mereka dalam menghadapi para ahli bid’ah dan Ahli Ahwa’ (pengikut
nafsu sesat) yang mereka tersebut para penentang Ahlus Sunnah wal Jam’ah.
( Rifqan Ahlas Sunnah bi Ahlis Sunnah )
[12] Bermusuhan antara sesama
penisbah salafiy, padahal hal ini jelas – jelas akan memadamkan dakwah
salafiyyah, berkata Syaikh Yahya: (diantara wasilah yang dapat menghancurkan
dakwah salafiyyah adalah, pent) saling bermusuhan, antara ulama’ dan dai serta
mengumbarnya/membeberkan ditengah – tengah mereka. Perkara ini bukanlah perkara
yang bau tetapi perkara yang sudah sejak zaman dahulu terjadi, misalnya di
zaman Imam Bukhari dan Gurunya syaikh Muhammad bin Yahya ad Duhliy, zaman Imam
Malik dan Ibnu Ishaq, ‘Abbas bin ‘Abdul ‘Azhim, Abdur Razzaq dan Ulama’ –
Ulama’ terdahulu, hal ini termasuk Juhdusy Syaithan (Jihad Syaitan).
Diriwayatkan Imam Muslim
dalam Shahihnya dari hadits Jabir bin Abdillah –Radliyallahu ‘anhu- bahwasanya
Rasulullah bersabda: sesungguhnya setan telah putus asa agar dirinya disembah
oleh orang – orang yang rajin shalat di jazirah arab, akan tetapi dia menebar
permusuhan. (Adlrarul HIzbiyyah hlm 34)
[13] Berkata Syaikh Yahya bin Ali al Hajuriy: (diantara
wasilah yang dapat menghancurkan dakwah salafiyyah adalah, pent) menebar kabar
dusta, memotong pembicaraan dan dusta diantara mereka. ( Adlrarul Hizbiyyah hlm
36 )
[14] Berkata Syaikh Yahya bin Ali al Hajuriy : (diantara wasilah yang dapat
menghancurkan dakwah salafiyyah adalah, pent) mengkafirkan, ghuluw dalam
memvonis Tabdi’ dan Tafsiq tanpa hak sebagaimana yang terjadi terhadap
hadadiyyah dan semisal mereka. (Adlrarul Hizbiyyah hlm 52)
[15] Berkata Syaikh Shalih al Fauzan: saya katakan
tinggalkan pembicaraan tentang manusia !, tinggalkan pembicaraan tentang
manusia ! si Fulan adalah Hizbi, si
Fulan demikian….
Adapun sibuk membicarakan
ini dan itu, si fulan salah, si fulan benar, si fulan demikian maka inilah yang
menyebarkan kejelekan, memecah persatuan
dan menyebabkan fitnah.
Jika engkau melihat
seseorang yang melakukan kesalahan maka nasehati antara dia dan kamu. Bukan
dengan kamu duduk di majlis kemudian mengatakan si fulan demikian, si fulan
demikian…
nasehati antara dia dan
kamu!, inilah nasehat yang benar. Adapun perkataan kamu di majlis itu bukan
nasehat, ini namanya mengumbar kesalahan, ini ghibah, ini kejelekan. (
transkrip dan suara asli Syaikh Fauzan bisa di lihat di
www.islamgold.com/view.php?gid=2&rid=145 )
[16] Berkata Syaikh Yahya bin
Ali al Hajuriy: (diantara wasilah yang dapat menghancurkan dakwah salafiyyah
adalah, pent) menumbuhkan debat di tengah – tengah Salafiyyah dengan lafadz –
lafadz mujmal, telah Tsabit dari hadits Abi Umamah –radliyallahu ‘anhu-
bahwasanya Rasulullah –shalallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda: Tidaklah sesat
suatu kaum ddan jauhnya dari petunjuk kecuali suka berdebat. ( Adlrarul
Hizbiyyah 49 )
[17] Mereka menamakan hal ini sebagai Jarh wa
ta’dil, padahal bukan. Syaikh Shalih al Fauzan berkata: jarh wa ta’dil bukanlah
dengan menjelek – jelekkan dan mendeskreditkan orang lain, misalnya dengan
mengatakan fulan demikian dan demikian, atau memuji sebagian orang dan mencela
lainnya. Ini adalah ghibah, dan namimah bukanlah jarh wa ta’dil. (
www.youtube.com/watch?)(v=CLHUdyln3Y8 )