BUKAN PEMBELAAN TEHADAP BA’ABDUH, NAMUN PEMBELAAN TERHADAP SALAFIYAH
(Koreksi Singkat Buku “Siapa Teroris? Siapa Khowarij?” Karya Abduh Zulfidar Akaha, Lc.)
(Bagian 1)
Oleh :
Abu Salma at-Tirnatiy
Pendahuluan
بسم الله الرحمن الرحيم
إن الحمد لله نحمده ونستعينه ونستغفره ونستهديه ونعوذ بالله من شرور أنفسنا وسيئات أعمالنا ،من يهده الله فهو المهتد ومن يضلل فلا هادي له وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له وأشهد أن محمد عبده ورسوله ،بلغ الرسالة وأدى الأمانة ونصح الأمة وتركنا على البيضاء، ليلها كنهارها لا يزيغ عنها إلا هالك ،أما بعد:
Sesungguhnya segala puji hanyalah milik Alloh yang kita senatiasa memuji-Nya, memohon pertolongan kepada-Nya, memohon ampunan dari-Nya dan memohon petunjuk-Nya serta kita senantiasa memohon perlindungan kepada Alloh dari keburukan jiwa-jiwa kita dan kejelekan amal-amal kita. Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Alloh maka dia telah mendapatkan petunjuk dan barangsiapa yang dibiarkannya tersesat maka tidak ada yang dapat memberinya petunjuk. Aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang hak kecuali Alloh semata yang tiada memiliki sekutu dan aku juga bersaksi bahwa Muhammad itu adalah hamba dan utusan-Nya, yang menyampaikan risalah-Nya, mengemban amanah dan menasehati ummat-Nya. Beliau tinggalkan kita dalam keadaan terang benderang, malamnya bagaikan siangnya dan tidak ada seorangpun yang menyeleweng darinya melainkan ia pasti binasa. Amma Ba’du :
قال رسول الله صلي الله عليه وسلم : إنما الأعمال بالنيات وإنما لكل امرئ مانوي . فمن كانت هجرته الي الله ورسوله فهجرته الي الله ورسوله ومن كانت هجرته لدنيا يصيبها أو امرأة ينكحها فهجرته إلي ما هاجر إليه )) .
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam bersabda : “Sesungguhnya setiap amal itu tergantung niatnya dan pada tiap orang itu akan mendapatkan apa yang ia niatkan. Barangsiapa yang hijrahnya kepada Alloh dan Rasul-Nya, maka hijrahnya adalah kepada Alloh dan Rasul-Nya. Dan barangsiapa yang hijrahnya untuk memperoleh dunia atau menikahi wanita, maka hijrahnya adalah kepada apa yang ia niatkan hijrahnya untuknya.” (Muttafaq ‘alaihi)
Dari Sufyan ats-Tsauri beliau berkata :
ما عالجت شيئا أشد علي من نيتي لأنها تتقلب علي
“Aku tidak pernah mengurus sesuatu yang lebih berat daripada niatku, karena ia selalu berubah-ubah.”(1)
Dari Muthorif bin ‘Abdillah beliau berkata :
صلاح القلب بصلاح العمل وصلاح العمل صلاح النية
“Baiknya hati adalah dengan baiknya amalan dan baiknya amalan adalah dengan baiknya niat.”(2)
Dari Abdullah bin Mubarok beliau berkata :
رب عمل صغير تعظمه النية ورب عمل كبير تصغره النية
“Banyak perbuatan kecil menjadi besar karena niat, dan banyak perbuatan besar menjadi kecil juga karena niat.”(3)
Ya Alloh, luruskanlah niatku dan jadikanlah seluruh amalku hanyalah untuk-Mu…
Buku “Siapa Teroris Siapa Khowarij” (berikutnya disingkat STSK) karya al-Ustadz Abduh Zulfidar Akaha (berikutnya disingkat Abduh ZA) wafaqohullahu wa iyaya adalah buku yang saat ini sedang “naik daun” alias ngetrend di kalangan para aktivis dakwah. Tak ketinggalan beberapa bedah buku dilaksanakan secara berkali-kali mulai dari jawa hingga sumatera. Tampak adanya tanda-tanda bahwa buku ini akan menjadi best seller (wallohu a’lam). Buku ini ditulis sebagai respon atas buku “Mereka Adalah Teroris” karya al-Ustadz Luqman Ba’abduh.
Setelah membaca buku ini, saya melihat adanya beberapa hal yang perlu dikoreksi dan dikritisi, apalagi ada beberapa hal yang dapat meng’kabur’kan dakwah salafiyah. Walau di tengah kesibukan yang tengah melanda, saya berusaha untuk meluangkan waktu sedikit demi sedikit untuk memberikan catatan ringan sebagai koreksi terhadap buku ini. Memang, mungkin isi risalah ini bisa dikatakan
لاَ يُسْمِنُ وَلاََ يُغْنِيْ مِنْ جُوْع
(Tidaklah mengenyangkan dan tidak pula dapat menghilangkan dahaga)
Namun berangkat dari suatu kaidah di dalam ushul fiqh, dikatakan :
لاَ يُدْرَكُ كُلُّهُ لاِ يُتْرَكُ جُلُّهُ
(Sesuatu yang tidak dapat diperoleh seluruhnya tidaklah ditinggalkan sebagiannya).
Sebenarnya, niat saya ini sempat terhenti setelah mendengar dua orang saudara senior saya sekaligus ustadz yang tengah menuntut ilmu di Islamic University of Madinah tengah menulis bantahan terhadap al-Ustadz Abduh (juga al-Ustadz Ba’abduh). Mengingat mereka lebih memiliki kapabilitas dan jauh lebih mumpumi dari saya, maka saya tunda dulu niat saya untuk menggoreskan beberapa catatan ringkas terhadap buku STSK ini.
Setelah membaca tulisan ilmiah kedua ustadz yang dimuat di website muslim.or.id ini, ada beberapa hal yang belum tersentuh. Karena keduanya menuliskan suatu risalah yang sangat umum dan memaparkan kaidah-kaidah penting sebagai pijakan dan frame dalam diskusi berikutnya. Oleh karena itu, saya luangkan sedikit waktu saya untuk turut memberikan koreksi dan kritik, terutama bagi diri saya sendiri, bagi al-Ustadz Abduh ZA dan bagi seluruh kaum muslimin.
Judul risalah ini, yaitu Laa Difa’an ‘an Ba’abduh bal Difa’an ‘anis Salafiyyah merupakan modifikasi dari buku Laa Difa’an ‘anil Albaani fahasbi bal Difa’an ‘anis Salafiyyah karya Fadhilatus Syaikh ‘Amru ‘Abdul Mun’im Salim yang membantah Hasan Ali as-Saqqof ghofarollahu lahu. Sengaja saya memilih judul di atas, untuk menunjukkan bahwa saya sedang tidak membela al-Ustadz Ba’abduh sebagai seorang individu yang terkadang bisa salah dan bisa benar, namun saya berupaya untuk membela dakwah dan manhaj salaf secara umum –insya Alloh wa biidznillah-.
Semoga Alloh menjadikan apa yang saya lakukan ini dapat bermanfaat bagi diri saya dan kaum muslimin dan menjadikan apa yang saya lakukan ini adalah dalam rangka mencari wajah Alloh Subhanahu wa Ta’ala.
كيف ينجيني عملي وأنا بين حسنة وسيئة فسيئاتي لاحسنة فيها وحسناتي مخلوطة بالسيئات وأنت لا تقبل إلا الإخلاص من العمل فما بقي بعد هذا إلا جودك.
“Bagaimana mungkin aku diselamatkan oleh amal perbuatanku sedangkan aku berada di antara kebaikan dan kejelekan? Perbuatan jelekku tiada kebaikan padanya sedangkan perbuatan baikku tercemar oleh kejelekan dan Engkau (Ya Alloh) tidaklah menerima kecuali amal yang murni yang hanya dipersembahkan untuk-Mu. Tiada harapan setelah ini melainkan hanyalah kemurahan-Mu.” (4)
Catatan 1 : Pengantar Penulis
Al-Ustadz Abduh ZA berkata : “Jauh sebelum kami menulis buku ini, sudah ada aktivis dakwah di tanah air yang lebih dulu melakukan hal yang kurang lebih sama dengan apa yang kami lakukan… diantara mereka, yaitu Ustadz Fauzan al-Anshori dengan tulisannya yang berjudul “Salafiyyun dalam sorotan, Benarkah gerakan salafiyyah paling ahlussunnah?”… dst.” (hal. xv-xvi)
Tanggapan :
Hanya sebagai informasi belaka, bahwa apa yang ditulis oleh para pendahulu Ustadz Abduh ZA sesungguhnya telah dijawab oleh beberapa penuntut ilmu, maka ada baiknya pula apabila Anda juga merujuk bantahan tulisan tersebut di atas. Diantaranya adalah :
1. “Menepis Tuduhan Membela Kebenaran” oleh Al-Ustadz Abu Abdirrahman bin Thayyib, Lc. (Staf pengajar Ma’had Ali Al-Irsyad dan Pimpinan Redaksi Majalah “Adz-Dzakhiirah”) sebagai bantahan atas Fauzan al-Anshori. Dimuat dua kali berturut-turut dalam Majalah adz-Dzakhiirah. (Artikel ini juga dapat dicopy di Maktabah saya, http://geocities.com/abu_amman)
2. Buku “Al-Ikhwanul Al-Muslimun” karya Farid Nu’man juga telah dijawab oleh saudara kami, Andi Abu Thalib dalam dua jilid bukunya yang tebal.
Oleh karena itu ada baiknya Anda turut merujuk kepada buku dan risalah bantahan di atas. Dan perlu diketahui juga, bantahan di atas juga merupakan reaksi atas tulisan orang-orang yang Anda sebutkan di atas. Apabila Anda mengklaim bahwa upaya Anda (dan orang-orang yang Anda sebutkan di atas) hanya merupakan reaksi belaka dan bukan dalam posisi memulai, maka para penuntut ilmu yang membantah buku dan risalah orang-orang yang Anda sebutkan di atas juga dalam posisi memberikan reaksi, bukan memulai.
Bicara masalah siapa yang memulai (beraksi) duluan, sehingga menimbulkan reaksi, insya Alloh akan saya bahas pada babnya mendatang.
Catatan 2 : Pengantar Penulis
Pada halaman xix dan seterusnya, Ustadz Abduh menukil ucapan para ulama tentang masalah tajassus (mencari-cari kesalahan) ulama dan tahdzir (warning/peringatan) atau tanfir (menyebabkan umat lari dari seorang ulama atau kelompok). Sang ustadz menukil ucapan Syaikh Ibnu Bazz, Syaikh Ibnu al-Utsaimin dan Syaikh Abdul Muhsin al-Abbad tentang hal ini. Seakan-akan ada upaya penggiringan opini bahwa tahdzir itu hukumnya tidak boleh (terlarang) secara mutlak, dan ini adalah pendapat yang diperpegangi oleh para ulama yang disebutkan oleh sang ustadz.
Tanggapan :
Dalam hal ini, penukilan al-Ustadz saya khawatirkan termasuk bab كلمة الحق أريد بها باطل (Kalimat yang benar namun dikehendaki makna yang batil dengannya). Karena telah maklum, bagaimana sikap para masyaikh tersebut terhadap para tokoh yang memiliki penyimpangan dalam aqidah dan manhajnya. Seakan-akan al-Ustadz menafikan adanya tahdzir dan tasyhir, atau ada indikasi menyamakan antara tahdzir dengan menghujat atau mencela. Untuk itu sebelumnya, izinkan saya menukil beberapa kalimat dari para ulama di atas (yang dinukil oleh Ustadz Abduh) tentang sikapnya terhadap beberapa tokoh partai atau kelompok dan menyebutkan kesalahan-kesalahan mereka dalam rangka tahdzir dan tanfir umat dari kesalahan-kesalahan mereka.
1. Kritikan dan Tahdzir Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullahu kepada Mukholif (penyeleweng).
Syaikh Ibnu Bazz rahimahullahu berkata tentang bolehnya mentahdzir dan mentasyhir suatu jama’ah atau kelompok yang menyeleweng dari sunnah, beliau rahimahullahu berkata :
(( فالواجب على علماء المسلمين توضيح الحقيقة ومناقشة كل جماعة أو جمعية ونصح الجميع بأن يسيروا في الخط الذي رسمه الله لعباده ودعا إليه نبينا محمد ، ومن تجاوز هذا واستمر في عناده لمصالح شخصية أو لمقاصد لا يعلمها إلا الله ، فإن الواجب التشهير به والتحذير منه ممن عرف الحقيقة ، حتى يتجنب الناس طريقهم وحتى لا يدخل معهم من لا يعرف حقيقة أمرهم فيضلوه ويصرفوه عن الطريق المستقيم الذي أمرنا الله باتباعه في قوله جل وعلا : { وأن هذا صراطي مستقيماً فاتبعوه ولاتتبعوا السبل فتفرق بكم عن سبيله ذلك وصاكم به لعلكم تتقون } ))
“Maka wajib bagi para ulama kaum muslimin untuk menerangkan hakikat dan berdiskusi dengan seluruh jama’ah atau perhimpunan (organisasi), menasehati seluruhnya agar senantiasa menapaki jalan yang telah digariskan oleh Alloh dan diseru oleh Nabi kita Muhammad kepadanya. Barangsiapa yang menyeleweng darinya dan tetap bersikeras melanjutkan penyimpangannya hanya untuk kepentingan individu tertentu atau untuk suatu tujuan yang hanya Alloh saja yang tahu, maka wajib bagi yang mengetahui hakikatnya untuk mentasyhir (menerangkan kesalahan-kesalahan hingga jelas) dan mentahdzir darinya, sampai manusia menjauhi jalan mereka dan sampai tidak turut masuk pula orang-orang yang tidak mengetahui hakikat perkara mereka, sehingga mereka menjadi tersesat dan menyimpang dari jalan yang lurus yang diperintahkan oleh Alloh agar kita mengikutinya, sebagaimana dalam firman-Nya Jalla wa ‘Ala : Dan inilah jalan-Ku yang lurus maka ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan yang lain sehingga memecahbelah kalian dari jalan yang lurus. Demikiankan Dia mewasiatkan kalian supaya kalian menjadi orang yang bertakwa.”(5)
1. Berikut ini adalah diantara bantahan-bantahan Syaikh Ibnu Bazz rahimahullahu kepada para mukhoolif (penyimpang) :
Makalah beliau yang berjudul “Ar-Roddu ‘ala Musthofa Amin” sebagai bantahan terhadap makalah Musthofa Amin yang berjudul “Atsar al-Madinah al-Munawwaroh” yang dimuat dalam Majalah “An-Nadwah” (edisi 24/06/1380).
Makalah beliau yang berjudul “Ar-Roddu ‘ala Sholih Muhammad Jamal” sebagai bantahan makalah Sholih Jamal yang berjudul “Atsar Islamiyyah” yang dimuat dalam Majalah “An-Nadwah” (edisi 24/05/1387).
Makalah beliau yang berjudul “Bayaanu Madzhab Ahlis Sunnah fil Istiwaa`” sebagai bantahan terhadap jawaban Syaikh Ahmad Mahmud Dahlub di dalam Majalah “Al-Balaagh” (no. 637) seputar masalah Istiwa`.
Makalah beliau yang berjudul “Ta’qiib wa Taudliih ‘ala Maqoolati ad-Daktur Muhyiddiin ash-Shoofi” sebagai bantahan atas makalah yang berjudul “Min ajli an Takuuna Aqwaa al-Ummah” yang dimuat di majalah “Syarqul Awsath” (no. 3383).
Makalah beliau yang berjudul “Tanbiihaat ‘ala Maa Katabahu Muhammad ‘Ali ash-Shoobuni fii Shifaatillahi Azza wa Jalla” sebagai bantahan terhadap Muhammad Ash-Shobuni dalam masalah Asma` wa Shifat.
Makalah beliau yang berjudul “Wujuubu ihfa`il Lihyah wa Tahriim hilqiha “ sebagai bantahan terhadap Muhammad ‘Ali ash-Shobuni.
Makalah beliau yang berjudul “Iidhohul Haqq fi Dukhuulil Jinni fil Insi” sebagai bantahan terhadap Syaikh ‘Ali ath-Thonthowi.
Makalah beliau yang berjudul “Al-Qoul biibahaati an-Nasl mukhoolifiu lisy Syari’ati wal Fithroti wa Mashoolihul Ummati” sebagai bantahan atas Mufti Al-Azhar.
Makalah beliau yang berjudul “Al-Adillah minal Kitaabi was Sunnati tahrimu al-Aghooni wal Malaahi wa tahdziru minhaa” sebagai bantahan terhadap Syaikh Abu Turob azh-Zhahiri yang menghalalkan musik dan alat-alat musik.
Makalah beliau yang berjudul “Iidhoh wa Ta’qiib ‘ala Maqooli Fadhilatis Syaikh Yusuf al-Qordhowi haula ash-Shulh ma’a al-Yahuudi” sebagai bantahan atas DR. Yusuf al-Qordhowi.
Makalah beliau yang berjudul “Ta’qiib ‘ala Washiyati Syaikhil Azhar ‘Abdul Halim Mahmud ‘inda Wafaatihi bidafnihi fil Masjid” sebagai bantahan wasiat Syaikh Abdul Halim Mahmud untuk menguburkannya ketika wafatnya di dalam Masjid.
dan lain-lain(6)
Syaikh Ibnu Bazz juga punya tahdzir khusus kepada individu-individu tertentu yang menyimpang, diantaranya adalah :
1. Tahdzir beliau kepada Rosyad Kholifah, beliau berkata tentangnya : “…Dia menegakkan pondasi dakwahnya jauh dari Islam, mengingkari sunnah Nabi dan meremehkan kedudukan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam…” (Majmu’ Fatawa wa Maqoolaat Mutanawwi’ah II/402-404)
Tahdzir beliau kepada Ghulam Ahmad Barwiz, beliau berkata tentangnya : “…Karena kekufuran orang mulhid ini (yaitu Ghulam Ahmad Barwiz)…” (Majmu’ Fatawa wa Maqoolaat Mutanawwi’ah III/268-273)
Tahdzir beliau kepada Muhammad al-Mas’ari, beliau berkata tentangnya : “… dia menyebarkan kaset-kaset buruk yang menyeru kepada furqoh (perpecahan) dan ikhtilaf (perselisihan), mencela para penguasa kaum muslimin dan ulama…” (Majmu’ Fatawa wa Maqoolaat Mutanawwi’ah VIII/410-411)
Tahdzir beliau kepada Sa’ad al-Faqih, beliau berkata tentangnya : “… Adapun yang dilakukan oleh Muhammad al-Mas’ari, Sa’ad al-Faqih dan orang-orang semisalnya dari para penyebar dakwah yang rusak lagi sesat, maka hal ini tidak diragukan lagi adalah termasuk keburukan yang besar, mereka adalah penyeru kejelekan yang sangat dan kerusakan yang besar…” (Majmu’ Fatawa wa Maqoolaat Mutanawwi’ah IX/100)
Tahdzir beliau kepada Usamah bin Ladin, beliau berkata tentangnya : “…dan bin Ladin serta orang-orang yang meniti jalan mereka, (aku nasehatkan) agar meninggalkan jalan mereka yang buruk ini, bertakwa kepada Alloh dan berhati-hati dari murka dan kemarahan Alloh…” (Majmu’ Fatawa wa Maqoolaat Mutanawwi’ah VIII/410-411)
Tahdzir beliau kepada Abdullah al-Qoshimi, beliau berkata tentangnya : “… al-Qoshimi yang sesat, yang jahat lagi terfitnah…” (Majmu’ Fatawa wa Maqoolaat Mutanawwi’ah IX/168-173)
Tahdzir beliau kepada Abdulloh al-Habsyi, beliau berkata tentangnya : “… Abdulloh al-Habsyi, terkenal akan penyimpangan dan kesesatannya…” (Majmu’ Fatawa wa Maqoolaat Mutanawwi’ah IX/315)
Tahdzir beliau kepada Sayyid Quthb, beliau berkata tentangnya : “Miskin dan lemah di dalam tafsir…” (Durus di kediaman beliau tahun 1413, direkam oleh Tasjilat Minhajus Sunnah Riyadh).
Tahdzir beliau kepada Zahid al-Kautsari dan murinya Abdul Fattah Abu Ghuddah, dalam taqdim beliau di dalam kitab Baro`atu Ahlis Sunnah minal Waqi’ati fi Ulama`il Ummah karya Syaikh Bakr Abu Zaed.
Tahdzir beliau kepada Safar Hawali dan Salman al-Audah. (Ucapan ini akan dimuat lebih lengkap dalam pembahasannya nanti Insya Alloh).
dan lain lain.(7)
Sebagai akhir nukilan, ada baiknya saya nukilkan juga ucapan Syaikh Ibnu Bazz rahimahullahu terhadap Ikhwanul Muslimin, beliau rahimahullahu berkata :
فينبغي للإخوان المسلمين أن تكون عندهم عناية بالدعوة السلفية ، الدعوة إلى توحيد الله ، وإنكار عبادة القبور والتعلق بالأموات والاستغاثة بأهل القبور كالحسين أو الحسن أو البدوي ، أو ما أشبه ذلك ، يجب أن يكون عندهم عناية بهذا الأصل الأصيل ، بمعنى لا إله إلا الله ، التي هي أصل الدين ، وأول ما دعا إليه النبي صلى الله عليه وسلم في مكة دعا إلى توحيد الله ، إلى معنى لا إله إلا الله ، فكثير من أهل العلم ينتقدون على الإخوان المسلمين هذا الأمر ، أي : عدم النشاط في الدعوة إلى توحيد الله ، والإخلاص له ، وإنكار ما أحدثه الجهال من التعلق بالأموات والاستغاثة بهم ، والنذر لهم والذبح لهم ، الذي هو الشرك الأكبر ، وكذلك ينتقدون عليهم عدم العناية بالسنة : تتبع السنة ، والعناية بالحديث …
“Maka sepatutnyalah bagi Ikhwanil Muslimin supaya mereka turut menyokong dakwah salafiyah, turut berdakwah menyeru kepada tauhidullah, mengingkari peribadatan kubur, bergantung kepada orang-orang mati, berisitighotsah kepada ahli kubur seperti kepada Husain, Hasan atau Badawi, ataupun amalan yang semisal dengan ini. Wajib atas mereka untuk turut menyokong pokok yang dasar ini, dengan makna Laa ilaaha illallohu yang mana ini merupakan pokok agama dan hal pertama yang diserukan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam di Makkah adalah seruan kepada tauhidullah, kepada makna Laa ilaaha illallohu. Telah banyak para ahli ilmu yang mengkritik Ikhwanul Muslimin pada perkara ini, yaitu tidak adanya kesungguhan (semangat) di dalam dakwah kepada tauhidullah dan memurnikan (ibadah) hanya untuk-Nya, mengingkari perkara-perkara yang diada-adakan oleh orang-orang bodoh berupa bergantung kepada orang mati dan beristighotsah kepada mereka, bernadzar dan berkurban untuk mereka, yang mana hal ini merupakan syirik besar. Mereka (para ulama) juga mengkritik Ikhwanul Muslimin dikarenakan ketiadaan kesungguhan mereka di dalam menyokong sunnah, mengikuti sunnah dan menyokong hadits yang mulia…” (8)
2. Kritikan dan Tahdzir Syaikh Muhammad Shalih al-‘Utsaimin rahimahullahu kepada Mukholif (penyeleweng).
Asy-Syaikh Muhammad bin Sholih al-‘Utsaimin rahimahullahu adalah orang yang paling jarang mengkritik dan menyebut-nyebut kesalahan seseorang, kecuali apabila kesalahan tersebut telah terang dan menyebar. Namun, beliau juga memiliki kritikan-kritikan terhadap ucapan para tokoh yang menyimpang, diantaranya :
1. Ucapan beliau terhadap Muhammad al-Maghrawi ketika tulisannya yang berjudul al-Aqidah as-Salafiyah fi Masirotiha wat Tarikhiyah disodorkan kepada syaikh tentang masalah baiat, syaikh ¬rahimahullahu berkata :
هذا رجل ثوري… هذا رجل ثوري… ما يفقه الواقع, ولا يعلم أن النبي صلى الله عليه وسلم أمرنا أن نسمع ونطيع وإن وجدنا أثرة علينا وإن ضرب الظهر وأخذ المال ولم يعلم ما جرى للأعلام كـ(الإمام أحمد) وغيره في معاملة الخلفاء الذين هم أشد من الموجودين الآن الذين يأمرون الناس بـ(خلق القرآن) احذر هذا وأمثاله…
“Orang ini pengobar revolusi (pemberontakan)… Orang ini pengobar revolusi (pemberontakan)… dia tidak faham realita dan tidak faham pula bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam memerintahkan kita untuk tetap mendengar dan taat walaupun kita dapatkan mereka berbuat keburukan terhadap kita, walaupun mereka memukul punggung kita dan merampas harta kita. Dia tidak tahu sikap yang diambil oleh para imam tuntunan seperti Imam Ahmad dan selain beliau di dalam berinteraksi dengan para kholifah, yang mana mereka lebih parah keadaannya ketimbang (para pemimpin) yang ada saat ini, dimana mereka memerintahkan manusia untuk (mengimani) kemakhlukan al-Qur’an, wasapadalah darinya dan orang yang serupa dengannya…” (9)
Ucapan beliau terhadap Sayyid Quthb rahimahullahu dan tafsirnya. Beliau rahimahullahu ditanya tentang hukum membaca tafsir Fi Zhilalil Qur’an, maka beliau rahimahullahu menjawab :
وقد ذكر بعض أهل العلم كالدويش والألباني الملاحظات على هذا الكتاب، وهي مدونة وموجودة، ولَم أطلع على هذا الكتاب بكامله وإنَّما قرأت تفسيره لسورة الإخلاص، وقد قال قولاً عظيمًا فيها مخالفًا لما عليه أهل السنة والجماعة، حيث إن تفسيره لها يدل على أنه يقول بوحدة الوجود. وكذلك تفسيره للاستواء بأنه الهيمنة والسيطرة علمًا بأن هذا الكتاب ليس كتاب تفسير وقد ذكر ذلك صاحبه، فقال: ظلال القرآن”. ويجب على طلاب العلم ألا يجعلوا هذا الرجل أو غيره سببًا للخلاف والشقاق بينهم، وأن يكون الولاء والبراء له أو عليه
“Sebagian ulama seperti ad-Duwaisy dan al-Albani telah menyebutkan beberapa koreksi/kritikan terhadap buku ini, dan koreksi ini telah tercetak dan ada. Aku belum menelaan seluruh buku (Fi Zhilalil Qur’an) ini secara utuh, namun aku hanya membaca tafsirnya tentang surat al-Ikhlash. Sungguh ia (Sayyid Quthb) telah mengucapkan suatu ucapan yang besar yang menyelisihi ahlus sunnah wal jama’ah, dimana tafsirnya tersebut mengindikasikan bahwa dia berkata tentang wahdatul wujud. Demikian pula dengan tafsirnya tentang istiwa’ yang diartikan menjaga dan menguasai. Perlu diketahui bahwasanya buku ini bukanlah buku tafsir, penulisnya juga berkata demikian, dia menyebutnya Fii Zhilaalil Qur’an (Di bawah bayang-bayang al-Qur’an). Wajib kiranya bagi para penuntut ilmu supaya tidak menjadikan orang ini -dan selainnya- sebagai sebab perselisihan dan percekcokan diantara mereka, dan menjadikannya sebagai tolok ukur di dalam berwala’ dan baro` dengannya.” (10)
Ucapan beliau terhadap Ahmad Salam, beliau rahimahullahu berkata : “…Aku tidak mengenalnya sedikitpun, tapi orang ini memiliki beberapa keganjilan dan kami tidak pernah memujinya. Aku katakan bahwa beberapa orang (ulama) memiliki kritikan terhadap orang ini…” (11)
Ucapan beliau terhadap ucapan DR. Yusuf al-Qodhowi tentang salah satu ceramahnya mengenai hukum merokok, dimana al-Qordhowi menyebutkan tentang buah dari pemilu Israiliyah, kejatuhan Berlin dan ucapan yang mengandung kekufuran di dalamnya, tatkala diperdengarkan ucapan ini ke hadapan Syaikh rahimahullahu, maka Syaikh mengatakan :
أعوذ بالله هذا يجب أن يتوب هذا وإلا فيقتل مرتدا لأنه جعل المخلوق أعلم من الخالق, فعليه أن يتوب إلى الله فإن تاب فالله يغفر الذنوب عن عباده…
“Aku memohon kepada Alloh dari ucapan ini. Wajib baginya untuk bertaubat karena apabila tidak maka ia dibunuh sebagai orang murtad, karena dirinya telah menjadikan makhluk itu lebih mengetahui daripada al-Kholiq. Maka wajib baginya bertaubat kepada Alloh, apabila ia mau bertaubat niscaya Alloh akan mengampuni segala dosa hamba-hamba-Nya…” (12)
Ucapan beliau terhadap ‘Abdurrahman ‘Abdul Kholiq, ketika ‘Abdurrahman ‘Abdul Kholiq menghujat murid-murid Syaikhul Islam Muhammad bin ‘Abdul Wahhab dan menuduh mereka sebagai ulama penguasa, tidak mau beramar ma’ruf nahi munkar, menuduh orang yang berjihad sebagai khowarij mu’tazilah, memberikan sifat ketuhanan kepada para penguasa dan tuduhan-tuduhan keji lainnya. Tulisan ini dimuat di Majalah “Al-Furqon”, Ihya’ut Turots, Kuwait edisi no. 52. Ketika ditanyakan ucapannya ini kepada Syaikh al-Utsaimin rahimahullohu, beliau menukas :
كذاب من وجه و ضلال من وجه…
“Dia pendusta dari satu sisi dan sesat dari sisi lain…” (13)
Ucapan beliau terhadap Salam al-‘Audah dan Safar Hawali. (akan datang kelengkapannya dalam pembahasannya nanti –insya Alloh-).
dan lain lain
3. Kritikan dan Tahdzir Syaikh ‘Abdul Muhsin al-‘Abbad rahimahullahu kepada Mukholif (penyeleweng).
Syaikh Abdul Muhsin al-‘Abbad al-Badr, memiliki sejumlah kritikan dan tahdzir kepada tokoh-tokoh (termasuk Ikhwanul Muslimin), beliau juga memiliki klarifikasi akan buku Rifqon Ahlas Sunnah bi Ahlis Sunnah untuk siapakah buku tersebut ditujukan, berikut ini adalah sikap beliau ¬hafizhahullahu terhadap mukholif :
Bantahan beliau terhadap Ar-Rifa’i dan Al-Buthi dalam kitab beliau yang berjudul Ar-Roddu ‘alar Rifa’i wal Buthi.
Bantahan beliau terhadap Hasan al-Maliki dalam buku beliau yang berjudul al-Intishor lish Shohabatil Akhyaar fi Roddi Abathil Hasan al-Maliki.
Ucapan beliau terhadap Muhammad Thoriq as-Suwaidan. Ketika beliau ditanya tentang kaset ceramah as-Suwaidan yang berisi masalah fitnah antara ‘Ali dan Mu’awiyah radhiyallahu ‘anhuma, beliau hafizhahullahu berkata :
أنا أقول الشخص الذي كلامه غير سليم لا يجوز الاشتغال بكلامه ولا الالتفات إلى كلامه ، لأن أهل السنَّة والجماعة طريقتهم أن تكون ألسنتهم سليمة وقلوبهم سليمة ، يقول شيخ الإسلام ابن تيمية / في العقيدة الواسطية : ( ومن أصول أهل السنَّة والجماعة سلامة قلوبهم وألسنتهم لأصحاب رسول الله …
“Aku katakan, Seseorang yang perkataannya tidak selamat maka janganlah menyibukkan diri dengan ucapannya dan jangan pula mengarahkan perhatian kepada perkataannya. Karena ahlus sunnah wal jama’ah, jalan mereka adalah menjadikan lisan dan hati mereka selamat (dari membicarakan perseteruan sahabat, pent.). Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata : Diantara pokok Ahlus Sunnah adalah selamatnya hati dan ucapan mereka dari sahabat-sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam…” (14)
Ucapan beliau tentang Ikhwanul Muslimin, beliau hafizhahullahu berkata :
جماعة الإخوان ؛ من دخل معهم فهو منهم يوالونه ومن لم يكن معهم فإنهم يكونون على خلاف معه ، أما إن كان معهم ولو كان من أخبث الناس ، ولو كان من الرافضة ، فإنه يكون أخاهم ويكون صاحبهم…
“Jama’ah al-Ikhwan, barangsiapa yang masuk bersama mereka maka ia termasuk golongannya dan mereka akan berwala` kepadanya. Dan barangsiapa yang tidak bersama mereka maka mereka akan senantiasa menyelisihi dirinya. Adapun sekiranya ada orang yang (bergabung) bersama mereka walaupun seburuk-buruk manusia, walaupun dari kelompok rofidloh, niscaya ia akan menjadi saudara dan teman mereka…” (15)
Ucapan beliau tentang Sayyid Quthb dan tafsirnya Fii Zhilalil Qur’an, beliau hafizhahullahu berkata :
كتاب ” ظلال القرآن ” أو ” في ظلال القرآن ” للشيخ سيّد قطب / هو من التفاسير الحديثة التي هي مبنية على الرأي ، وليست على النقل ، وليست على الأثر. ومن المعلوم أن أصحاب الرأي والذين يتكلمون بآرائهم ويتحدثون بأساليبهم يحصل فيهم الخطأ والصواب ، ويصيبون ويخطئون …
Kitab Zhilalul Qur’an atau Fi Zhilalil Qur’an karya Syaikh Sayyid Quthb adalah termasuk tafsir kontemporer yang dibangun atas akal, bukan atas naql (periwayatan). Telah diketahui bahwa para penganut akal dan orang-orang yang berbicara dengan akalnya serta orang-orang yang berkata-kata dengan metode mereka, bisa benar dan bisa pula salah, mereka bisa melakukan kesalahan dan kebenaran…
وأما الشيخ سيّد قطب فهو من الكتاب من الأدباء يعني يكتب بأسلوبه وبألفاظه ويتحدث ، ليس كلامه مبنياً على الأثر ولهذا إذا قرأه الإنسان لم يجده يقول : قال فلان وقال فلان وقال رسول الله كذا وكذا … الخ ، يعني من جمع الآثار والعناية بالآثار ؛ لأنه ما كان مبنيا على الأثر وإنما كان مبنياً على العقل والكلام بالرأي ، ولهذا يأتي منه كلام ليس بصحيح وكلام غير صواب…
Adapun Sayyid Quthb, beliau termasuk penulis dan sasterawan, beliau menulis dan berkata-kata dengan metode dan lafazh-lafazh sastera. Ucapannya tidak dibangun di atas atsar, oleh karena itu apabila ada orang membaca (bukunya ini) tidak akan mendapatkan bahwa (Sayyid) berkata : “Fulan berkata, Fulan berkata, Rasulullah bersabda ini dan ini…”, yaitu tidak mendapatkan kumpulan atsar dan sokongan dengan atsar, karena bukunya tidak dibangun di atas atsar, namun hanya dibangun atas akal dan ucapan-ucapan pendapat. Oleh karena itulah terdapat di dalam bukunya ini ucapan-ucapan yang tidak benar dan tidak tepat…” (16)
Ucapan beliau kepada Salman al-‘Audah dan Safar Hawali (akan datang kelengkapannya pada pembahasannya mendatang –insya Alloh-).
dan lain lain.
Adapun penjelasan beliau tentang Rifqon Ahlas Sunnah bi Ahlis Sunnah, apakah benar buku beliau juga ditujuan kepada Ikhwanul Muslimin dan orang-orang yang disebut di dalam Madarikun Nazhor fis Siyasah karya Syaikh Abdul Malik Ramadhani, yaitu Safar Hawali, Salman al-‘Audah, A`idh al-Qorni, dan lain lain, maka Syaikh hafizhahullahu berkata :
”Dan buku yang baru saya tulis akhir-akhir ini, Rifqon Ahlas Sunnah bi Ahlis Sunnah, maka buku ini tidak ada hubungan sedikitpun dengan orang-orang yang saya sebutkan di Madarikun Nazhor. Jadi, buku yang saya tulis ini, tidaklah dimaksudkan untuk Ikhwanul Muslimin, tidak pula bagi Quthbiyun dan selainnya dari harokiyun. Buku ini juga tidak dimaksudkan bagi orang-orang yang gemar dengan fiqhul waqi, tidak pula bagi orang-orang yang berbicara buruk terhadap pemimpin kaum muslimin, ataupun bagi orang-orang yang merendahkan para ulama. Buku ini tidak dimaksudkan bagi mereka, baik dekat maupun jauh!!!
Namun buku ini ditujukan bagi Ahlus Sunnah saja!! Mereka yang mengambil jalan ahlus sunnah. Dimana tatkala tampak beberapa perkara yang mereka perselisihkan, anda lihat mereka saling menjarh, menghajr, dan menghancurkan… Jadi, saya katakan kembali bahwa buku ini tidaklah ditujukan bagi kelompok ataupun firqoh yang menyelisihi manhaj Ahlus Sunnah wal Jama’ah ataupun jalannya ahlus sunnah. Bahkan buku ini ditujukan kepada kalangan ahlus sunnah yang mereka sibuk antara satu dengan lainnya sesama ahlus sunnah, dengan jarh, hajr, mencari-cari kesalahan dan mentahdzir dari manusia karena kesalahan-kesalahan ini.
Jika ada dua orang mulai berselisih mereka pun berpecah menjadi dua kelompok, kelompok yang ini berbangga diri dengan orang ini dan kelompok itu berbangga diri dengan orang itu. Sehingga tampak hajr dan muqotho’ah (memutuskan hubungan) antara satu dengan lainnya sesama pengikut ahlus sunnah di setiap tempat karena adanya perselisihan ini.
Hal ini adalah termasuk bencana dan fitnah yang paling besar. Sehingga ahlus sunnah akan terpecah belah berdasarkan pernyataan ketidaksepakatan antara orang ini dan orang itu : apa yang fulan katakan tentang fulan dan fulan!!! Apa pendapatmu tentang fulan dan fulan! Atau bagaimana sikapmu terhadap fulan dan fulan! Jika jawabanmu selaras dengan pendapat mereka, maka kamu akan selamat. Dan jika kamu tidak memiliki pendapat maka kamu akan dilabeli dengan sebutan mubtadi’, hajr akan dipraktekan dan ahlus sunnah akan terpecah belah menjadi kelompok-kelompok yang berbahaya!!! Inilah yang melatarbelakangi maksud penulisan buku ini (Rifqon).
Telah diketahui bersama bahwa buku ini tidaklah menyeru harokiyin, dan hal ini karena buku ini disukai, harokiyun senang jika ahlus sunnah sibuk antara satu dengan lainnya, hingga mereka merasa selamat dari ahlus sunnah. Dengan hal ini mereka merasa selamat dari ahlus sunnah, dan hal ini dikarenakan kita menyibukkan diri antar sesama ahlus sunnah. Buku ini menyerukan ishlah tentang hal-hal yang tengah melanda kita, agar kita lebih berlemah lembut antar sesama, dan kita berupaya untuk membenahi antara satu dengan lainnya. Ini yang terbetik di dalam fikiran saya tentang latar belakang penulisan buku ini.
Namun mereka dari kalangan harokiyun dan hizbiyun, yang jelas-jelas menyelisihi jalan ahlus sunnah, mereka sangat bergembira dengan perselisihan yang terjadi diantara kita. Karena ketika ahlus sunnah sibuk dengan sesamanya, mereka menjadi aman dari ahlus sunnah. Jadi… perpecahan dan perselisihan diantara ahlus sunnah inilah yang mereka kehendaki… Iya..” (17)
Dengan demikian, tidak tepatlah kiranya apabila Ustadz Abduh ZA menukil buku Rifqon dan menerapkannya kepada orang-orang yang tidak dimaksudkan oleh Syaikh ‘Abbad.
Dengan demikian tampaklah jelas bagaimana sikap para masyaikh yang dinukil oleh Abduh di kata pengantarnya, bahwa mereka mengharuskan tahdzir dan tasyhir akan kesalahan orang-orang yang telah jelas melakukan kesalahan, namun adapun mencari-cari kesalahan dan menyibukkan diri dengannya, melakukannya dengan tendensi pribadi atau niat buruk lainnya, maka inilah yang dicela oleh Islam dan para ulama tersebut di atas.
Namun, biar bagaimanapun, kami ucapkan Jazzakallohu Khoyron Katsiiron wahai Ustadz Abduh ZA, atas nasehat Anda kepada sebagian kalangan salafiyyin yang gemar mencari-cari kesalahan dan menghujat, dan ini adalah nasehat berharga bagi salafiyyin dengan nukilan Anda terhadap ucapan para masyaikh yang mulia di atas. Namun sekali lagi ada satu hal yang perlu kita ingat, yaitu :
لكل مقال مقام ولكل مقام مقال
“Setiap ucapan ada tempatnya dan setiap tempat ada ucapannya tersendiri.”
Nukilan Anda terhadap nasehat para masyaikh di atas adalah benar apabila ditempatkan pada tempatnya, yaitu bukan dalam rangka membela kelompok, partai atau tokoh-tokohnya yang memiliki penyimpangan. Nukilan Anda di atas benar wahai ustadz, apabila Anda menempatkannya sebagai nasehat supaya sebagian kalangan salafiyin untuk berhati-hati dan tidak menyibukkan diri dengan mencari-cari kesalahannya sesama ahlus sunnah, supaya lebih berlemah lembut di dalam dakwah dan bersikap tidak tergesa-gesa di dalam menvonis.
ولم أر في عيوب الناس عيبا كنقص القادرين على التمام
Tak kudapati pada manusia suatu cela
Melebihi cela orang yang sebenarnya mampu untuk sempurna
(Bersambung Insya Alloh)
Catatan Kaki :
———————–
Iqozhul Himam al-Muntaqo min Jaami`il Uluumi wal Hikami lil Hafizh Ibni Rajab al-Hanbali, oleh Syaikh Abu ‘Usamah Salim bin Ied al-Hilali, Daar Ibnul Jauzi, Cet III, Rabi’uts Tsani, 1417, hal. 34.
Ibid, hal. 35
Ibid, hal. 35
Ucapan Imam Yahya bin Mu’adz ar-Razi rahimahullahu, diriwayatkan oleh Imam Baihaqi dalam asy-Syu’bah no. 824. Dinukil melalui perantaraan Sittu Duror min Ushuli Ahlil Atsar, karya Fadhilatus Syaikh ‘Abdul Malik Ramadhani al-Jaza`iri, Maktabah al-Furqon, cet. VI, 1422/2001, hal. 41. Lihat pula terjemahannya yang berjudul “6 Pilar Utama Dakwah Salafiyah” oleh Fadilatul Ustadz Abu Abdillah Mubarok Bamu’allim, Lc., Pustaka Imam Syafi’I, Cet. I, Muharam 1425/Maret 2004, hal. 88.
Majmu’ Fatawa wa Maqoolat Mutanawwi’ah oleh Al-‘Allamah Abdul Aziz Bin Bazz, penghimpun : DR. Sa’ad bin Muhammad bin Sa’ad asy-Syuwai’ir, Darul Qosim, jili IV/136-137. Lihat pula Shuwarul Mudhi`ah min Juhudil Imam Abdil Aziz bin Bazz rahimahullahu fir Raddi ‘alal Mukhaalif oleh Ustadz Abdullah as-Salafy (soft copy dari www.sahab.org)
Lihat Shuwarul Mudhi`ah min Juhudil Imam Abdil Aziz bin Bazz rahimahullahu fir Raddi ‘alal Mukhaalif oleh Ustadz Abdullah as-Salafy (soft copy dari www.sahab.org)
Lihat Shuwarul Mudhi`ah min Juhudil Imam Abdil Aziz bin Bazz rahimahullahu fir Raddi ‘alal Mukhaalif oleh Ustadz Abdullah as-Salafy; dan I’laamul ‘Aam wal Khood biman Takallama fiihim al-‘Allamah Ibnu Bazz rahimahullahu minal Asykhash (soft copy dari www.sahab.org).
Fatwa tertanggal 23/2/1416; Lihat Majmu’ Fatawa wa Maqolaat Mutanawwi’ah VIII/41-41; lihat pula Shuwarul Mudhi`ah min Juhudil Imam Abdil Aziz bin Bazz rahimahullahu fir Raddi ‘alal Mukhaalif.
Kaset rekaman yang berjudul Hukmul Ulama ‘alal Maghrowi, Tasjilat Minhajus Sunnah, Riyadh.
Kaset rekaman yang berjudul Ibthoolu Qowaid wal Maqolat Adnan Ar’ur tertanggal 24/2/1421. Lihat pula Daf’u Baghyi al-Ja`ir ash-Sho`il oleh Abu Abdil A’laa Khalid al-Mishri. (soft copy dari www.sahab.org).
Kaset rekaman berjudul Hukmul Ulama` ‘ala Ahmad Salam; Lihat pula Tahdzirul Anaam min Akhtho`i Ahmad Salam oleh Abu Nur al-Kurdi, hal. 188. (soft copy dari www.sahab.org).
Lihat Madza Yuriidu Ahlus Sunnah bi Ahlis Sunnah oleh Fauzi al-Bahraini*). (*NB : Fauzi al-Bahraini telah menyelisihi manhaj ahlus sunnah di dalam beberapa hal. Dia juga memiliki karakter keras, serampangan dan mudah mencela. Saya menukil darinya bukan untuk mentazkiyah bukunya atau penulisnya. Fauzi al-Bahraini telah dikritik oleh beberapa ulama, semisal Syaikh Khalid ar-Roddadi, Syaikh Walid bin Nashir al-Bahraini (murid Syaikh Albani di Bahrain), Syaikh Rabi’ bin Hadi, dll.).
Peringatan : Syaikh al-‘Utsaimin tidak mengkafirkan DR. Yusuf al-Qordhowi, beliau hanya menghukumi ucapan DR. al-Qordhowi yang dibawa oleh penanya.
Kaset rekaman berjudul Hukmul ‘Ulama` ‘ala ‘Abdirrahman ‘Abdil Kholiq. Lihat pula bantahan dari Syaikh Ibnu Bazz terhadap tuduhan ‘Abdurrahman ‘Abdul Kholiq ini dalam Majmu’ Fatawa wa Maqolat jilid VIII hal 240-245.
Lihat al-Iidloh wal Bayaan fi Akhtho`i Thoriq as-Suwaidaan, Cet. I, Maktabah Ahlul Hadits, hal. 49.
Lihat Wujuubu at-Taudliih wal Bayaan lit Talaamiidz wal Atbaa’, oleh Jamal bin Furaihan al-Haritsi, hal. 13.
Tanya Jawab setelah pelajaran “Sunan Nasa`i” di Masjid Nabawi, tertanggal 7/11/1414.
Tanya Jawab bersama Syaikh ‘Abdul Muhsin al-‘Abbad di Masjidil Haram pada hari Selasa, tanggal 8/5/1424 H. Dan inilah realita yang tengah terjadi, dimana para harokiyun dan hizbiyun bertepuk tangan bergembira ria dengan perpecahan ini. Sampai-sampai seorang mubaligh dengan mengejek mengatakan bahwa perselisihan antara salafiy bukanlah karena sebab beda pendapat namun karena beda pendapatan. Na’udzubillahi min dzaalik…
(Koreksi Singkat Buku “Siapa Teroris? Siapa Khowarij?” Karya Abduh Zulfidar Akaha, Lc.)
(Bagian 1)
Oleh :
Abu Salma at-Tirnatiy
Pendahuluan
بسم الله الرحمن الرحيم
إن الحمد لله نحمده ونستعينه ونستغفره ونستهديه ونعوذ بالله من شرور أنفسنا وسيئات أعمالنا ،من يهده الله فهو المهتد ومن يضلل فلا هادي له وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له وأشهد أن محمد عبده ورسوله ،بلغ الرسالة وأدى الأمانة ونصح الأمة وتركنا على البيضاء، ليلها كنهارها لا يزيغ عنها إلا هالك ،أما بعد:
Sesungguhnya segala puji hanyalah milik Alloh yang kita senatiasa memuji-Nya, memohon pertolongan kepada-Nya, memohon ampunan dari-Nya dan memohon petunjuk-Nya serta kita senantiasa memohon perlindungan kepada Alloh dari keburukan jiwa-jiwa kita dan kejelekan amal-amal kita. Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Alloh maka dia telah mendapatkan petunjuk dan barangsiapa yang dibiarkannya tersesat maka tidak ada yang dapat memberinya petunjuk. Aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang hak kecuali Alloh semata yang tiada memiliki sekutu dan aku juga bersaksi bahwa Muhammad itu adalah hamba dan utusan-Nya, yang menyampaikan risalah-Nya, mengemban amanah dan menasehati ummat-Nya. Beliau tinggalkan kita dalam keadaan terang benderang, malamnya bagaikan siangnya dan tidak ada seorangpun yang menyeleweng darinya melainkan ia pasti binasa. Amma Ba’du :
قال رسول الله صلي الله عليه وسلم : إنما الأعمال بالنيات وإنما لكل امرئ مانوي . فمن كانت هجرته الي الله ورسوله فهجرته الي الله ورسوله ومن كانت هجرته لدنيا يصيبها أو امرأة ينكحها فهجرته إلي ما هاجر إليه )) .
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam bersabda : “Sesungguhnya setiap amal itu tergantung niatnya dan pada tiap orang itu akan mendapatkan apa yang ia niatkan. Barangsiapa yang hijrahnya kepada Alloh dan Rasul-Nya, maka hijrahnya adalah kepada Alloh dan Rasul-Nya. Dan barangsiapa yang hijrahnya untuk memperoleh dunia atau menikahi wanita, maka hijrahnya adalah kepada apa yang ia niatkan hijrahnya untuknya.” (Muttafaq ‘alaihi)
Dari Sufyan ats-Tsauri beliau berkata :
ما عالجت شيئا أشد علي من نيتي لأنها تتقلب علي
“Aku tidak pernah mengurus sesuatu yang lebih berat daripada niatku, karena ia selalu berubah-ubah.”(1)
Dari Muthorif bin ‘Abdillah beliau berkata :
صلاح القلب بصلاح العمل وصلاح العمل صلاح النية
“Baiknya hati adalah dengan baiknya amalan dan baiknya amalan adalah dengan baiknya niat.”(2)
Dari Abdullah bin Mubarok beliau berkata :
رب عمل صغير تعظمه النية ورب عمل كبير تصغره النية
“Banyak perbuatan kecil menjadi besar karena niat, dan banyak perbuatan besar menjadi kecil juga karena niat.”(3)
Ya Alloh, luruskanlah niatku dan jadikanlah seluruh amalku hanyalah untuk-Mu…
Buku “Siapa Teroris Siapa Khowarij” (berikutnya disingkat STSK) karya al-Ustadz Abduh Zulfidar Akaha (berikutnya disingkat Abduh ZA) wafaqohullahu wa iyaya adalah buku yang saat ini sedang “naik daun” alias ngetrend di kalangan para aktivis dakwah. Tak ketinggalan beberapa bedah buku dilaksanakan secara berkali-kali mulai dari jawa hingga sumatera. Tampak adanya tanda-tanda bahwa buku ini akan menjadi best seller (wallohu a’lam). Buku ini ditulis sebagai respon atas buku “Mereka Adalah Teroris” karya al-Ustadz Luqman Ba’abduh.
Setelah membaca buku ini, saya melihat adanya beberapa hal yang perlu dikoreksi dan dikritisi, apalagi ada beberapa hal yang dapat meng’kabur’kan dakwah salafiyah. Walau di tengah kesibukan yang tengah melanda, saya berusaha untuk meluangkan waktu sedikit demi sedikit untuk memberikan catatan ringan sebagai koreksi terhadap buku ini. Memang, mungkin isi risalah ini bisa dikatakan
لاَ يُسْمِنُ وَلاََ يُغْنِيْ مِنْ جُوْع
(Tidaklah mengenyangkan dan tidak pula dapat menghilangkan dahaga)
Namun berangkat dari suatu kaidah di dalam ushul fiqh, dikatakan :
لاَ يُدْرَكُ كُلُّهُ لاِ يُتْرَكُ جُلُّهُ
(Sesuatu yang tidak dapat diperoleh seluruhnya tidaklah ditinggalkan sebagiannya).
Sebenarnya, niat saya ini sempat terhenti setelah mendengar dua orang saudara senior saya sekaligus ustadz yang tengah menuntut ilmu di Islamic University of Madinah tengah menulis bantahan terhadap al-Ustadz Abduh (juga al-Ustadz Ba’abduh). Mengingat mereka lebih memiliki kapabilitas dan jauh lebih mumpumi dari saya, maka saya tunda dulu niat saya untuk menggoreskan beberapa catatan ringkas terhadap buku STSK ini.
Setelah membaca tulisan ilmiah kedua ustadz yang dimuat di website muslim.or.id ini, ada beberapa hal yang belum tersentuh. Karena keduanya menuliskan suatu risalah yang sangat umum dan memaparkan kaidah-kaidah penting sebagai pijakan dan frame dalam diskusi berikutnya. Oleh karena itu, saya luangkan sedikit waktu saya untuk turut memberikan koreksi dan kritik, terutama bagi diri saya sendiri, bagi al-Ustadz Abduh ZA dan bagi seluruh kaum muslimin.
Judul risalah ini, yaitu Laa Difa’an ‘an Ba’abduh bal Difa’an ‘anis Salafiyyah merupakan modifikasi dari buku Laa Difa’an ‘anil Albaani fahasbi bal Difa’an ‘anis Salafiyyah karya Fadhilatus Syaikh ‘Amru ‘Abdul Mun’im Salim yang membantah Hasan Ali as-Saqqof ghofarollahu lahu. Sengaja saya memilih judul di atas, untuk menunjukkan bahwa saya sedang tidak membela al-Ustadz Ba’abduh sebagai seorang individu yang terkadang bisa salah dan bisa benar, namun saya berupaya untuk membela dakwah dan manhaj salaf secara umum –insya Alloh wa biidznillah-.
Semoga Alloh menjadikan apa yang saya lakukan ini dapat bermanfaat bagi diri saya dan kaum muslimin dan menjadikan apa yang saya lakukan ini adalah dalam rangka mencari wajah Alloh Subhanahu wa Ta’ala.
كيف ينجيني عملي وأنا بين حسنة وسيئة فسيئاتي لاحسنة فيها وحسناتي مخلوطة بالسيئات وأنت لا تقبل إلا الإخلاص من العمل فما بقي بعد هذا إلا جودك.
“Bagaimana mungkin aku diselamatkan oleh amal perbuatanku sedangkan aku berada di antara kebaikan dan kejelekan? Perbuatan jelekku tiada kebaikan padanya sedangkan perbuatan baikku tercemar oleh kejelekan dan Engkau (Ya Alloh) tidaklah menerima kecuali amal yang murni yang hanya dipersembahkan untuk-Mu. Tiada harapan setelah ini melainkan hanyalah kemurahan-Mu.” (4)
Catatan 1 : Pengantar Penulis
Al-Ustadz Abduh ZA berkata : “Jauh sebelum kami menulis buku ini, sudah ada aktivis dakwah di tanah air yang lebih dulu melakukan hal yang kurang lebih sama dengan apa yang kami lakukan… diantara mereka, yaitu Ustadz Fauzan al-Anshori dengan tulisannya yang berjudul “Salafiyyun dalam sorotan, Benarkah gerakan salafiyyah paling ahlussunnah?”… dst.” (hal. xv-xvi)
Tanggapan :
Hanya sebagai informasi belaka, bahwa apa yang ditulis oleh para pendahulu Ustadz Abduh ZA sesungguhnya telah dijawab oleh beberapa penuntut ilmu, maka ada baiknya pula apabila Anda juga merujuk bantahan tulisan tersebut di atas. Diantaranya adalah :
1. “Menepis Tuduhan Membela Kebenaran” oleh Al-Ustadz Abu Abdirrahman bin Thayyib, Lc. (Staf pengajar Ma’had Ali Al-Irsyad dan Pimpinan Redaksi Majalah “Adz-Dzakhiirah”) sebagai bantahan atas Fauzan al-Anshori. Dimuat dua kali berturut-turut dalam Majalah adz-Dzakhiirah. (Artikel ini juga dapat dicopy di Maktabah saya, http://geocities.com/abu_amman)
2. Buku “Al-Ikhwanul Al-Muslimun” karya Farid Nu’man juga telah dijawab oleh saudara kami, Andi Abu Thalib dalam dua jilid bukunya yang tebal.
Oleh karena itu ada baiknya Anda turut merujuk kepada buku dan risalah bantahan di atas. Dan perlu diketahui juga, bantahan di atas juga merupakan reaksi atas tulisan orang-orang yang Anda sebutkan di atas. Apabila Anda mengklaim bahwa upaya Anda (dan orang-orang yang Anda sebutkan di atas) hanya merupakan reaksi belaka dan bukan dalam posisi memulai, maka para penuntut ilmu yang membantah buku dan risalah orang-orang yang Anda sebutkan di atas juga dalam posisi memberikan reaksi, bukan memulai.
Bicara masalah siapa yang memulai (beraksi) duluan, sehingga menimbulkan reaksi, insya Alloh akan saya bahas pada babnya mendatang.
Catatan 2 : Pengantar Penulis
Pada halaman xix dan seterusnya, Ustadz Abduh menukil ucapan para ulama tentang masalah tajassus (mencari-cari kesalahan) ulama dan tahdzir (warning/peringatan) atau tanfir (menyebabkan umat lari dari seorang ulama atau kelompok). Sang ustadz menukil ucapan Syaikh Ibnu Bazz, Syaikh Ibnu al-Utsaimin dan Syaikh Abdul Muhsin al-Abbad tentang hal ini. Seakan-akan ada upaya penggiringan opini bahwa tahdzir itu hukumnya tidak boleh (terlarang) secara mutlak, dan ini adalah pendapat yang diperpegangi oleh para ulama yang disebutkan oleh sang ustadz.
Tanggapan :
Dalam hal ini, penukilan al-Ustadz saya khawatirkan termasuk bab كلمة الحق أريد بها باطل (Kalimat yang benar namun dikehendaki makna yang batil dengannya). Karena telah maklum, bagaimana sikap para masyaikh tersebut terhadap para tokoh yang memiliki penyimpangan dalam aqidah dan manhajnya. Seakan-akan al-Ustadz menafikan adanya tahdzir dan tasyhir, atau ada indikasi menyamakan antara tahdzir dengan menghujat atau mencela. Untuk itu sebelumnya, izinkan saya menukil beberapa kalimat dari para ulama di atas (yang dinukil oleh Ustadz Abduh) tentang sikapnya terhadap beberapa tokoh partai atau kelompok dan menyebutkan kesalahan-kesalahan mereka dalam rangka tahdzir dan tanfir umat dari kesalahan-kesalahan mereka.
1. Kritikan dan Tahdzir Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullahu kepada Mukholif (penyeleweng).
Syaikh Ibnu Bazz rahimahullahu berkata tentang bolehnya mentahdzir dan mentasyhir suatu jama’ah atau kelompok yang menyeleweng dari sunnah, beliau rahimahullahu berkata :
(( فالواجب على علماء المسلمين توضيح الحقيقة ومناقشة كل جماعة أو جمعية ونصح الجميع بأن يسيروا في الخط الذي رسمه الله لعباده ودعا إليه نبينا محمد ، ومن تجاوز هذا واستمر في عناده لمصالح شخصية أو لمقاصد لا يعلمها إلا الله ، فإن الواجب التشهير به والتحذير منه ممن عرف الحقيقة ، حتى يتجنب الناس طريقهم وحتى لا يدخل معهم من لا يعرف حقيقة أمرهم فيضلوه ويصرفوه عن الطريق المستقيم الذي أمرنا الله باتباعه في قوله جل وعلا : { وأن هذا صراطي مستقيماً فاتبعوه ولاتتبعوا السبل فتفرق بكم عن سبيله ذلك وصاكم به لعلكم تتقون } ))
“Maka wajib bagi para ulama kaum muslimin untuk menerangkan hakikat dan berdiskusi dengan seluruh jama’ah atau perhimpunan (organisasi), menasehati seluruhnya agar senantiasa menapaki jalan yang telah digariskan oleh Alloh dan diseru oleh Nabi kita Muhammad kepadanya. Barangsiapa yang menyeleweng darinya dan tetap bersikeras melanjutkan penyimpangannya hanya untuk kepentingan individu tertentu atau untuk suatu tujuan yang hanya Alloh saja yang tahu, maka wajib bagi yang mengetahui hakikatnya untuk mentasyhir (menerangkan kesalahan-kesalahan hingga jelas) dan mentahdzir darinya, sampai manusia menjauhi jalan mereka dan sampai tidak turut masuk pula orang-orang yang tidak mengetahui hakikat perkara mereka, sehingga mereka menjadi tersesat dan menyimpang dari jalan yang lurus yang diperintahkan oleh Alloh agar kita mengikutinya, sebagaimana dalam firman-Nya Jalla wa ‘Ala : Dan inilah jalan-Ku yang lurus maka ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan yang lain sehingga memecahbelah kalian dari jalan yang lurus. Demikiankan Dia mewasiatkan kalian supaya kalian menjadi orang yang bertakwa.”(5)
1. Berikut ini adalah diantara bantahan-bantahan Syaikh Ibnu Bazz rahimahullahu kepada para mukhoolif (penyimpang) :
Makalah beliau yang berjudul “Ar-Roddu ‘ala Musthofa Amin” sebagai bantahan terhadap makalah Musthofa Amin yang berjudul “Atsar al-Madinah al-Munawwaroh” yang dimuat dalam Majalah “An-Nadwah” (edisi 24/06/1380).
Makalah beliau yang berjudul “Ar-Roddu ‘ala Sholih Muhammad Jamal” sebagai bantahan makalah Sholih Jamal yang berjudul “Atsar Islamiyyah” yang dimuat dalam Majalah “An-Nadwah” (edisi 24/05/1387).
Makalah beliau yang berjudul “Bayaanu Madzhab Ahlis Sunnah fil Istiwaa`” sebagai bantahan terhadap jawaban Syaikh Ahmad Mahmud Dahlub di dalam Majalah “Al-Balaagh” (no. 637) seputar masalah Istiwa`.
Makalah beliau yang berjudul “Ta’qiib wa Taudliih ‘ala Maqoolati ad-Daktur Muhyiddiin ash-Shoofi” sebagai bantahan atas makalah yang berjudul “Min ajli an Takuuna Aqwaa al-Ummah” yang dimuat di majalah “Syarqul Awsath” (no. 3383).
Makalah beliau yang berjudul “Tanbiihaat ‘ala Maa Katabahu Muhammad ‘Ali ash-Shoobuni fii Shifaatillahi Azza wa Jalla” sebagai bantahan terhadap Muhammad Ash-Shobuni dalam masalah Asma` wa Shifat.
Makalah beliau yang berjudul “Wujuubu ihfa`il Lihyah wa Tahriim hilqiha “ sebagai bantahan terhadap Muhammad ‘Ali ash-Shobuni.
Makalah beliau yang berjudul “Iidhohul Haqq fi Dukhuulil Jinni fil Insi” sebagai bantahan terhadap Syaikh ‘Ali ath-Thonthowi.
Makalah beliau yang berjudul “Al-Qoul biibahaati an-Nasl mukhoolifiu lisy Syari’ati wal Fithroti wa Mashoolihul Ummati” sebagai bantahan atas Mufti Al-Azhar.
Makalah beliau yang berjudul “Al-Adillah minal Kitaabi was Sunnati tahrimu al-Aghooni wal Malaahi wa tahdziru minhaa” sebagai bantahan terhadap Syaikh Abu Turob azh-Zhahiri yang menghalalkan musik dan alat-alat musik.
Makalah beliau yang berjudul “Iidhoh wa Ta’qiib ‘ala Maqooli Fadhilatis Syaikh Yusuf al-Qordhowi haula ash-Shulh ma’a al-Yahuudi” sebagai bantahan atas DR. Yusuf al-Qordhowi.
Makalah beliau yang berjudul “Ta’qiib ‘ala Washiyati Syaikhil Azhar ‘Abdul Halim Mahmud ‘inda Wafaatihi bidafnihi fil Masjid” sebagai bantahan wasiat Syaikh Abdul Halim Mahmud untuk menguburkannya ketika wafatnya di dalam Masjid.
dan lain-lain(6)
Syaikh Ibnu Bazz juga punya tahdzir khusus kepada individu-individu tertentu yang menyimpang, diantaranya adalah :
1. Tahdzir beliau kepada Rosyad Kholifah, beliau berkata tentangnya : “…Dia menegakkan pondasi dakwahnya jauh dari Islam, mengingkari sunnah Nabi dan meremehkan kedudukan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam…” (Majmu’ Fatawa wa Maqoolaat Mutanawwi’ah II/402-404)
Tahdzir beliau kepada Ghulam Ahmad Barwiz, beliau berkata tentangnya : “…Karena kekufuran orang mulhid ini (yaitu Ghulam Ahmad Barwiz)…” (Majmu’ Fatawa wa Maqoolaat Mutanawwi’ah III/268-273)
Tahdzir beliau kepada Muhammad al-Mas’ari, beliau berkata tentangnya : “… dia menyebarkan kaset-kaset buruk yang menyeru kepada furqoh (perpecahan) dan ikhtilaf (perselisihan), mencela para penguasa kaum muslimin dan ulama…” (Majmu’ Fatawa wa Maqoolaat Mutanawwi’ah VIII/410-411)
Tahdzir beliau kepada Sa’ad al-Faqih, beliau berkata tentangnya : “… Adapun yang dilakukan oleh Muhammad al-Mas’ari, Sa’ad al-Faqih dan orang-orang semisalnya dari para penyebar dakwah yang rusak lagi sesat, maka hal ini tidak diragukan lagi adalah termasuk keburukan yang besar, mereka adalah penyeru kejelekan yang sangat dan kerusakan yang besar…” (Majmu’ Fatawa wa Maqoolaat Mutanawwi’ah IX/100)
Tahdzir beliau kepada Usamah bin Ladin, beliau berkata tentangnya : “…dan bin Ladin serta orang-orang yang meniti jalan mereka, (aku nasehatkan) agar meninggalkan jalan mereka yang buruk ini, bertakwa kepada Alloh dan berhati-hati dari murka dan kemarahan Alloh…” (Majmu’ Fatawa wa Maqoolaat Mutanawwi’ah VIII/410-411)
Tahdzir beliau kepada Abdullah al-Qoshimi, beliau berkata tentangnya : “… al-Qoshimi yang sesat, yang jahat lagi terfitnah…” (Majmu’ Fatawa wa Maqoolaat Mutanawwi’ah IX/168-173)
Tahdzir beliau kepada Abdulloh al-Habsyi, beliau berkata tentangnya : “… Abdulloh al-Habsyi, terkenal akan penyimpangan dan kesesatannya…” (Majmu’ Fatawa wa Maqoolaat Mutanawwi’ah IX/315)
Tahdzir beliau kepada Sayyid Quthb, beliau berkata tentangnya : “Miskin dan lemah di dalam tafsir…” (Durus di kediaman beliau tahun 1413, direkam oleh Tasjilat Minhajus Sunnah Riyadh).
Tahdzir beliau kepada Zahid al-Kautsari dan murinya Abdul Fattah Abu Ghuddah, dalam taqdim beliau di dalam kitab Baro`atu Ahlis Sunnah minal Waqi’ati fi Ulama`il Ummah karya Syaikh Bakr Abu Zaed.
Tahdzir beliau kepada Safar Hawali dan Salman al-Audah. (Ucapan ini akan dimuat lebih lengkap dalam pembahasannya nanti Insya Alloh).
dan lain lain.(7)
Sebagai akhir nukilan, ada baiknya saya nukilkan juga ucapan Syaikh Ibnu Bazz rahimahullahu terhadap Ikhwanul Muslimin, beliau rahimahullahu berkata :
فينبغي للإخوان المسلمين أن تكون عندهم عناية بالدعوة السلفية ، الدعوة إلى توحيد الله ، وإنكار عبادة القبور والتعلق بالأموات والاستغاثة بأهل القبور كالحسين أو الحسن أو البدوي ، أو ما أشبه ذلك ، يجب أن يكون عندهم عناية بهذا الأصل الأصيل ، بمعنى لا إله إلا الله ، التي هي أصل الدين ، وأول ما دعا إليه النبي صلى الله عليه وسلم في مكة دعا إلى توحيد الله ، إلى معنى لا إله إلا الله ، فكثير من أهل العلم ينتقدون على الإخوان المسلمين هذا الأمر ، أي : عدم النشاط في الدعوة إلى توحيد الله ، والإخلاص له ، وإنكار ما أحدثه الجهال من التعلق بالأموات والاستغاثة بهم ، والنذر لهم والذبح لهم ، الذي هو الشرك الأكبر ، وكذلك ينتقدون عليهم عدم العناية بالسنة : تتبع السنة ، والعناية بالحديث …
“Maka sepatutnyalah bagi Ikhwanil Muslimin supaya mereka turut menyokong dakwah salafiyah, turut berdakwah menyeru kepada tauhidullah, mengingkari peribadatan kubur, bergantung kepada orang-orang mati, berisitighotsah kepada ahli kubur seperti kepada Husain, Hasan atau Badawi, ataupun amalan yang semisal dengan ini. Wajib atas mereka untuk turut menyokong pokok yang dasar ini, dengan makna Laa ilaaha illallohu yang mana ini merupakan pokok agama dan hal pertama yang diserukan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam di Makkah adalah seruan kepada tauhidullah, kepada makna Laa ilaaha illallohu. Telah banyak para ahli ilmu yang mengkritik Ikhwanul Muslimin pada perkara ini, yaitu tidak adanya kesungguhan (semangat) di dalam dakwah kepada tauhidullah dan memurnikan (ibadah) hanya untuk-Nya, mengingkari perkara-perkara yang diada-adakan oleh orang-orang bodoh berupa bergantung kepada orang mati dan beristighotsah kepada mereka, bernadzar dan berkurban untuk mereka, yang mana hal ini merupakan syirik besar. Mereka (para ulama) juga mengkritik Ikhwanul Muslimin dikarenakan ketiadaan kesungguhan mereka di dalam menyokong sunnah, mengikuti sunnah dan menyokong hadits yang mulia…” (8)
2. Kritikan dan Tahdzir Syaikh Muhammad Shalih al-‘Utsaimin rahimahullahu kepada Mukholif (penyeleweng).
Asy-Syaikh Muhammad bin Sholih al-‘Utsaimin rahimahullahu adalah orang yang paling jarang mengkritik dan menyebut-nyebut kesalahan seseorang, kecuali apabila kesalahan tersebut telah terang dan menyebar. Namun, beliau juga memiliki kritikan-kritikan terhadap ucapan para tokoh yang menyimpang, diantaranya :
1. Ucapan beliau terhadap Muhammad al-Maghrawi ketika tulisannya yang berjudul al-Aqidah as-Salafiyah fi Masirotiha wat Tarikhiyah disodorkan kepada syaikh tentang masalah baiat, syaikh ¬rahimahullahu berkata :
هذا رجل ثوري… هذا رجل ثوري… ما يفقه الواقع, ولا يعلم أن النبي صلى الله عليه وسلم أمرنا أن نسمع ونطيع وإن وجدنا أثرة علينا وإن ضرب الظهر وأخذ المال ولم يعلم ما جرى للأعلام كـ(الإمام أحمد) وغيره في معاملة الخلفاء الذين هم أشد من الموجودين الآن الذين يأمرون الناس بـ(خلق القرآن) احذر هذا وأمثاله…
“Orang ini pengobar revolusi (pemberontakan)… Orang ini pengobar revolusi (pemberontakan)… dia tidak faham realita dan tidak faham pula bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam memerintahkan kita untuk tetap mendengar dan taat walaupun kita dapatkan mereka berbuat keburukan terhadap kita, walaupun mereka memukul punggung kita dan merampas harta kita. Dia tidak tahu sikap yang diambil oleh para imam tuntunan seperti Imam Ahmad dan selain beliau di dalam berinteraksi dengan para kholifah, yang mana mereka lebih parah keadaannya ketimbang (para pemimpin) yang ada saat ini, dimana mereka memerintahkan manusia untuk (mengimani) kemakhlukan al-Qur’an, wasapadalah darinya dan orang yang serupa dengannya…” (9)
Ucapan beliau terhadap Sayyid Quthb rahimahullahu dan tafsirnya. Beliau rahimahullahu ditanya tentang hukum membaca tafsir Fi Zhilalil Qur’an, maka beliau rahimahullahu menjawab :
وقد ذكر بعض أهل العلم كالدويش والألباني الملاحظات على هذا الكتاب، وهي مدونة وموجودة، ولَم أطلع على هذا الكتاب بكامله وإنَّما قرأت تفسيره لسورة الإخلاص، وقد قال قولاً عظيمًا فيها مخالفًا لما عليه أهل السنة والجماعة، حيث إن تفسيره لها يدل على أنه يقول بوحدة الوجود. وكذلك تفسيره للاستواء بأنه الهيمنة والسيطرة علمًا بأن هذا الكتاب ليس كتاب تفسير وقد ذكر ذلك صاحبه، فقال: ظلال القرآن”. ويجب على طلاب العلم ألا يجعلوا هذا الرجل أو غيره سببًا للخلاف والشقاق بينهم، وأن يكون الولاء والبراء له أو عليه
“Sebagian ulama seperti ad-Duwaisy dan al-Albani telah menyebutkan beberapa koreksi/kritikan terhadap buku ini, dan koreksi ini telah tercetak dan ada. Aku belum menelaan seluruh buku (Fi Zhilalil Qur’an) ini secara utuh, namun aku hanya membaca tafsirnya tentang surat al-Ikhlash. Sungguh ia (Sayyid Quthb) telah mengucapkan suatu ucapan yang besar yang menyelisihi ahlus sunnah wal jama’ah, dimana tafsirnya tersebut mengindikasikan bahwa dia berkata tentang wahdatul wujud. Demikian pula dengan tafsirnya tentang istiwa’ yang diartikan menjaga dan menguasai. Perlu diketahui bahwasanya buku ini bukanlah buku tafsir, penulisnya juga berkata demikian, dia menyebutnya Fii Zhilaalil Qur’an (Di bawah bayang-bayang al-Qur’an). Wajib kiranya bagi para penuntut ilmu supaya tidak menjadikan orang ini -dan selainnya- sebagai sebab perselisihan dan percekcokan diantara mereka, dan menjadikannya sebagai tolok ukur di dalam berwala’ dan baro` dengannya.” (10)
Ucapan beliau terhadap Ahmad Salam, beliau rahimahullahu berkata : “…Aku tidak mengenalnya sedikitpun, tapi orang ini memiliki beberapa keganjilan dan kami tidak pernah memujinya. Aku katakan bahwa beberapa orang (ulama) memiliki kritikan terhadap orang ini…” (11)
Ucapan beliau terhadap ucapan DR. Yusuf al-Qodhowi tentang salah satu ceramahnya mengenai hukum merokok, dimana al-Qordhowi menyebutkan tentang buah dari pemilu Israiliyah, kejatuhan Berlin dan ucapan yang mengandung kekufuran di dalamnya, tatkala diperdengarkan ucapan ini ke hadapan Syaikh rahimahullahu, maka Syaikh mengatakan :
أعوذ بالله هذا يجب أن يتوب هذا وإلا فيقتل مرتدا لأنه جعل المخلوق أعلم من الخالق, فعليه أن يتوب إلى الله فإن تاب فالله يغفر الذنوب عن عباده…
“Aku memohon kepada Alloh dari ucapan ini. Wajib baginya untuk bertaubat karena apabila tidak maka ia dibunuh sebagai orang murtad, karena dirinya telah menjadikan makhluk itu lebih mengetahui daripada al-Kholiq. Maka wajib baginya bertaubat kepada Alloh, apabila ia mau bertaubat niscaya Alloh akan mengampuni segala dosa hamba-hamba-Nya…” (12)
Ucapan beliau terhadap ‘Abdurrahman ‘Abdul Kholiq, ketika ‘Abdurrahman ‘Abdul Kholiq menghujat murid-murid Syaikhul Islam Muhammad bin ‘Abdul Wahhab dan menuduh mereka sebagai ulama penguasa, tidak mau beramar ma’ruf nahi munkar, menuduh orang yang berjihad sebagai khowarij mu’tazilah, memberikan sifat ketuhanan kepada para penguasa dan tuduhan-tuduhan keji lainnya. Tulisan ini dimuat di Majalah “Al-Furqon”, Ihya’ut Turots, Kuwait edisi no. 52. Ketika ditanyakan ucapannya ini kepada Syaikh al-Utsaimin rahimahullohu, beliau menukas :
كذاب من وجه و ضلال من وجه…
“Dia pendusta dari satu sisi dan sesat dari sisi lain…” (13)
Ucapan beliau terhadap Salam al-‘Audah dan Safar Hawali. (akan datang kelengkapannya dalam pembahasannya nanti –insya Alloh-).
dan lain lain
3. Kritikan dan Tahdzir Syaikh ‘Abdul Muhsin al-‘Abbad rahimahullahu kepada Mukholif (penyeleweng).
Syaikh Abdul Muhsin al-‘Abbad al-Badr, memiliki sejumlah kritikan dan tahdzir kepada tokoh-tokoh (termasuk Ikhwanul Muslimin), beliau juga memiliki klarifikasi akan buku Rifqon Ahlas Sunnah bi Ahlis Sunnah untuk siapakah buku tersebut ditujukan, berikut ini adalah sikap beliau ¬hafizhahullahu terhadap mukholif :
Bantahan beliau terhadap Ar-Rifa’i dan Al-Buthi dalam kitab beliau yang berjudul Ar-Roddu ‘alar Rifa’i wal Buthi.
Bantahan beliau terhadap Hasan al-Maliki dalam buku beliau yang berjudul al-Intishor lish Shohabatil Akhyaar fi Roddi Abathil Hasan al-Maliki.
Ucapan beliau terhadap Muhammad Thoriq as-Suwaidan. Ketika beliau ditanya tentang kaset ceramah as-Suwaidan yang berisi masalah fitnah antara ‘Ali dan Mu’awiyah radhiyallahu ‘anhuma, beliau hafizhahullahu berkata :
أنا أقول الشخص الذي كلامه غير سليم لا يجوز الاشتغال بكلامه ولا الالتفات إلى كلامه ، لأن أهل السنَّة والجماعة طريقتهم أن تكون ألسنتهم سليمة وقلوبهم سليمة ، يقول شيخ الإسلام ابن تيمية / في العقيدة الواسطية : ( ومن أصول أهل السنَّة والجماعة سلامة قلوبهم وألسنتهم لأصحاب رسول الله …
“Aku katakan, Seseorang yang perkataannya tidak selamat maka janganlah menyibukkan diri dengan ucapannya dan jangan pula mengarahkan perhatian kepada perkataannya. Karena ahlus sunnah wal jama’ah, jalan mereka adalah menjadikan lisan dan hati mereka selamat (dari membicarakan perseteruan sahabat, pent.). Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata : Diantara pokok Ahlus Sunnah adalah selamatnya hati dan ucapan mereka dari sahabat-sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam…” (14)
Ucapan beliau tentang Ikhwanul Muslimin, beliau hafizhahullahu berkata :
جماعة الإخوان ؛ من دخل معهم فهو منهم يوالونه ومن لم يكن معهم فإنهم يكونون على خلاف معه ، أما إن كان معهم ولو كان من أخبث الناس ، ولو كان من الرافضة ، فإنه يكون أخاهم ويكون صاحبهم…
“Jama’ah al-Ikhwan, barangsiapa yang masuk bersama mereka maka ia termasuk golongannya dan mereka akan berwala` kepadanya. Dan barangsiapa yang tidak bersama mereka maka mereka akan senantiasa menyelisihi dirinya. Adapun sekiranya ada orang yang (bergabung) bersama mereka walaupun seburuk-buruk manusia, walaupun dari kelompok rofidloh, niscaya ia akan menjadi saudara dan teman mereka…” (15)
Ucapan beliau tentang Sayyid Quthb dan tafsirnya Fii Zhilalil Qur’an, beliau hafizhahullahu berkata :
كتاب ” ظلال القرآن ” أو ” في ظلال القرآن ” للشيخ سيّد قطب / هو من التفاسير الحديثة التي هي مبنية على الرأي ، وليست على النقل ، وليست على الأثر. ومن المعلوم أن أصحاب الرأي والذين يتكلمون بآرائهم ويتحدثون بأساليبهم يحصل فيهم الخطأ والصواب ، ويصيبون ويخطئون …
Kitab Zhilalul Qur’an atau Fi Zhilalil Qur’an karya Syaikh Sayyid Quthb adalah termasuk tafsir kontemporer yang dibangun atas akal, bukan atas naql (periwayatan). Telah diketahui bahwa para penganut akal dan orang-orang yang berbicara dengan akalnya serta orang-orang yang berkata-kata dengan metode mereka, bisa benar dan bisa pula salah, mereka bisa melakukan kesalahan dan kebenaran…
وأما الشيخ سيّد قطب فهو من الكتاب من الأدباء يعني يكتب بأسلوبه وبألفاظه ويتحدث ، ليس كلامه مبنياً على الأثر ولهذا إذا قرأه الإنسان لم يجده يقول : قال فلان وقال فلان وقال رسول الله كذا وكذا … الخ ، يعني من جمع الآثار والعناية بالآثار ؛ لأنه ما كان مبنيا على الأثر وإنما كان مبنياً على العقل والكلام بالرأي ، ولهذا يأتي منه كلام ليس بصحيح وكلام غير صواب…
Adapun Sayyid Quthb, beliau termasuk penulis dan sasterawan, beliau menulis dan berkata-kata dengan metode dan lafazh-lafazh sastera. Ucapannya tidak dibangun di atas atsar, oleh karena itu apabila ada orang membaca (bukunya ini) tidak akan mendapatkan bahwa (Sayyid) berkata : “Fulan berkata, Fulan berkata, Rasulullah bersabda ini dan ini…”, yaitu tidak mendapatkan kumpulan atsar dan sokongan dengan atsar, karena bukunya tidak dibangun di atas atsar, namun hanya dibangun atas akal dan ucapan-ucapan pendapat. Oleh karena itulah terdapat di dalam bukunya ini ucapan-ucapan yang tidak benar dan tidak tepat…” (16)
Ucapan beliau kepada Salman al-‘Audah dan Safar Hawali (akan datang kelengkapannya pada pembahasannya mendatang –insya Alloh-).
dan lain lain.
Adapun penjelasan beliau tentang Rifqon Ahlas Sunnah bi Ahlis Sunnah, apakah benar buku beliau juga ditujuan kepada Ikhwanul Muslimin dan orang-orang yang disebut di dalam Madarikun Nazhor fis Siyasah karya Syaikh Abdul Malik Ramadhani, yaitu Safar Hawali, Salman al-‘Audah, A`idh al-Qorni, dan lain lain, maka Syaikh hafizhahullahu berkata :
”Dan buku yang baru saya tulis akhir-akhir ini, Rifqon Ahlas Sunnah bi Ahlis Sunnah, maka buku ini tidak ada hubungan sedikitpun dengan orang-orang yang saya sebutkan di Madarikun Nazhor. Jadi, buku yang saya tulis ini, tidaklah dimaksudkan untuk Ikhwanul Muslimin, tidak pula bagi Quthbiyun dan selainnya dari harokiyun. Buku ini juga tidak dimaksudkan bagi orang-orang yang gemar dengan fiqhul waqi, tidak pula bagi orang-orang yang berbicara buruk terhadap pemimpin kaum muslimin, ataupun bagi orang-orang yang merendahkan para ulama. Buku ini tidak dimaksudkan bagi mereka, baik dekat maupun jauh!!!
Namun buku ini ditujukan bagi Ahlus Sunnah saja!! Mereka yang mengambil jalan ahlus sunnah. Dimana tatkala tampak beberapa perkara yang mereka perselisihkan, anda lihat mereka saling menjarh, menghajr, dan menghancurkan… Jadi, saya katakan kembali bahwa buku ini tidaklah ditujukan bagi kelompok ataupun firqoh yang menyelisihi manhaj Ahlus Sunnah wal Jama’ah ataupun jalannya ahlus sunnah. Bahkan buku ini ditujukan kepada kalangan ahlus sunnah yang mereka sibuk antara satu dengan lainnya sesama ahlus sunnah, dengan jarh, hajr, mencari-cari kesalahan dan mentahdzir dari manusia karena kesalahan-kesalahan ini.
Jika ada dua orang mulai berselisih mereka pun berpecah menjadi dua kelompok, kelompok yang ini berbangga diri dengan orang ini dan kelompok itu berbangga diri dengan orang itu. Sehingga tampak hajr dan muqotho’ah (memutuskan hubungan) antara satu dengan lainnya sesama pengikut ahlus sunnah di setiap tempat karena adanya perselisihan ini.
Hal ini adalah termasuk bencana dan fitnah yang paling besar. Sehingga ahlus sunnah akan terpecah belah berdasarkan pernyataan ketidaksepakatan antara orang ini dan orang itu : apa yang fulan katakan tentang fulan dan fulan!!! Apa pendapatmu tentang fulan dan fulan! Atau bagaimana sikapmu terhadap fulan dan fulan! Jika jawabanmu selaras dengan pendapat mereka, maka kamu akan selamat. Dan jika kamu tidak memiliki pendapat maka kamu akan dilabeli dengan sebutan mubtadi’, hajr akan dipraktekan dan ahlus sunnah akan terpecah belah menjadi kelompok-kelompok yang berbahaya!!! Inilah yang melatarbelakangi maksud penulisan buku ini (Rifqon).
Telah diketahui bersama bahwa buku ini tidaklah menyeru harokiyin, dan hal ini karena buku ini disukai, harokiyun senang jika ahlus sunnah sibuk antara satu dengan lainnya, hingga mereka merasa selamat dari ahlus sunnah. Dengan hal ini mereka merasa selamat dari ahlus sunnah, dan hal ini dikarenakan kita menyibukkan diri antar sesama ahlus sunnah. Buku ini menyerukan ishlah tentang hal-hal yang tengah melanda kita, agar kita lebih berlemah lembut antar sesama, dan kita berupaya untuk membenahi antara satu dengan lainnya. Ini yang terbetik di dalam fikiran saya tentang latar belakang penulisan buku ini.
Namun mereka dari kalangan harokiyun dan hizbiyun, yang jelas-jelas menyelisihi jalan ahlus sunnah, mereka sangat bergembira dengan perselisihan yang terjadi diantara kita. Karena ketika ahlus sunnah sibuk dengan sesamanya, mereka menjadi aman dari ahlus sunnah. Jadi… perpecahan dan perselisihan diantara ahlus sunnah inilah yang mereka kehendaki… Iya..” (17)
Dengan demikian, tidak tepatlah kiranya apabila Ustadz Abduh ZA menukil buku Rifqon dan menerapkannya kepada orang-orang yang tidak dimaksudkan oleh Syaikh ‘Abbad.
Dengan demikian tampaklah jelas bagaimana sikap para masyaikh yang dinukil oleh Abduh di kata pengantarnya, bahwa mereka mengharuskan tahdzir dan tasyhir akan kesalahan orang-orang yang telah jelas melakukan kesalahan, namun adapun mencari-cari kesalahan dan menyibukkan diri dengannya, melakukannya dengan tendensi pribadi atau niat buruk lainnya, maka inilah yang dicela oleh Islam dan para ulama tersebut di atas.
Namun, biar bagaimanapun, kami ucapkan Jazzakallohu Khoyron Katsiiron wahai Ustadz Abduh ZA, atas nasehat Anda kepada sebagian kalangan salafiyyin yang gemar mencari-cari kesalahan dan menghujat, dan ini adalah nasehat berharga bagi salafiyyin dengan nukilan Anda terhadap ucapan para masyaikh yang mulia di atas. Namun sekali lagi ada satu hal yang perlu kita ingat, yaitu :
لكل مقال مقام ولكل مقام مقال
“Setiap ucapan ada tempatnya dan setiap tempat ada ucapannya tersendiri.”
Nukilan Anda terhadap nasehat para masyaikh di atas adalah benar apabila ditempatkan pada tempatnya, yaitu bukan dalam rangka membela kelompok, partai atau tokoh-tokohnya yang memiliki penyimpangan. Nukilan Anda di atas benar wahai ustadz, apabila Anda menempatkannya sebagai nasehat supaya sebagian kalangan salafiyin untuk berhati-hati dan tidak menyibukkan diri dengan mencari-cari kesalahannya sesama ahlus sunnah, supaya lebih berlemah lembut di dalam dakwah dan bersikap tidak tergesa-gesa di dalam menvonis.
ولم أر في عيوب الناس عيبا كنقص القادرين على التمام
Tak kudapati pada manusia suatu cela
Melebihi cela orang yang sebenarnya mampu untuk sempurna
(Bersambung Insya Alloh)
Catatan Kaki :
———————–
Iqozhul Himam al-Muntaqo min Jaami`il Uluumi wal Hikami lil Hafizh Ibni Rajab al-Hanbali, oleh Syaikh Abu ‘Usamah Salim bin Ied al-Hilali, Daar Ibnul Jauzi, Cet III, Rabi’uts Tsani, 1417, hal. 34.
Ibid, hal. 35
Ibid, hal. 35
Ucapan Imam Yahya bin Mu’adz ar-Razi rahimahullahu, diriwayatkan oleh Imam Baihaqi dalam asy-Syu’bah no. 824. Dinukil melalui perantaraan Sittu Duror min Ushuli Ahlil Atsar, karya Fadhilatus Syaikh ‘Abdul Malik Ramadhani al-Jaza`iri, Maktabah al-Furqon, cet. VI, 1422/2001, hal. 41. Lihat pula terjemahannya yang berjudul “6 Pilar Utama Dakwah Salafiyah” oleh Fadilatul Ustadz Abu Abdillah Mubarok Bamu’allim, Lc., Pustaka Imam Syafi’I, Cet. I, Muharam 1425/Maret 2004, hal. 88.
Majmu’ Fatawa wa Maqoolat Mutanawwi’ah oleh Al-‘Allamah Abdul Aziz Bin Bazz, penghimpun : DR. Sa’ad bin Muhammad bin Sa’ad asy-Syuwai’ir, Darul Qosim, jili IV/136-137. Lihat pula Shuwarul Mudhi`ah min Juhudil Imam Abdil Aziz bin Bazz rahimahullahu fir Raddi ‘alal Mukhaalif oleh Ustadz Abdullah as-Salafy (soft copy dari www.sahab.org)
Lihat Shuwarul Mudhi`ah min Juhudil Imam Abdil Aziz bin Bazz rahimahullahu fir Raddi ‘alal Mukhaalif oleh Ustadz Abdullah as-Salafy (soft copy dari www.sahab.org)
Lihat Shuwarul Mudhi`ah min Juhudil Imam Abdil Aziz bin Bazz rahimahullahu fir Raddi ‘alal Mukhaalif oleh Ustadz Abdullah as-Salafy; dan I’laamul ‘Aam wal Khood biman Takallama fiihim al-‘Allamah Ibnu Bazz rahimahullahu minal Asykhash (soft copy dari www.sahab.org).
Fatwa tertanggal 23/2/1416; Lihat Majmu’ Fatawa wa Maqolaat Mutanawwi’ah VIII/41-41; lihat pula Shuwarul Mudhi`ah min Juhudil Imam Abdil Aziz bin Bazz rahimahullahu fir Raddi ‘alal Mukhaalif.
Kaset rekaman yang berjudul Hukmul Ulama ‘alal Maghrowi, Tasjilat Minhajus Sunnah, Riyadh.
Kaset rekaman yang berjudul Ibthoolu Qowaid wal Maqolat Adnan Ar’ur tertanggal 24/2/1421. Lihat pula Daf’u Baghyi al-Ja`ir ash-Sho`il oleh Abu Abdil A’laa Khalid al-Mishri. (soft copy dari www.sahab.org).
Kaset rekaman berjudul Hukmul Ulama` ‘ala Ahmad Salam; Lihat pula Tahdzirul Anaam min Akhtho`i Ahmad Salam oleh Abu Nur al-Kurdi, hal. 188. (soft copy dari www.sahab.org).
Lihat Madza Yuriidu Ahlus Sunnah bi Ahlis Sunnah oleh Fauzi al-Bahraini*). (*NB : Fauzi al-Bahraini telah menyelisihi manhaj ahlus sunnah di dalam beberapa hal. Dia juga memiliki karakter keras, serampangan dan mudah mencela. Saya menukil darinya bukan untuk mentazkiyah bukunya atau penulisnya. Fauzi al-Bahraini telah dikritik oleh beberapa ulama, semisal Syaikh Khalid ar-Roddadi, Syaikh Walid bin Nashir al-Bahraini (murid Syaikh Albani di Bahrain), Syaikh Rabi’ bin Hadi, dll.).
Peringatan : Syaikh al-‘Utsaimin tidak mengkafirkan DR. Yusuf al-Qordhowi, beliau hanya menghukumi ucapan DR. al-Qordhowi yang dibawa oleh penanya.
Kaset rekaman berjudul Hukmul ‘Ulama` ‘ala ‘Abdirrahman ‘Abdil Kholiq. Lihat pula bantahan dari Syaikh Ibnu Bazz terhadap tuduhan ‘Abdurrahman ‘Abdul Kholiq ini dalam Majmu’ Fatawa wa Maqolat jilid VIII hal 240-245.
Lihat al-Iidloh wal Bayaan fi Akhtho`i Thoriq as-Suwaidaan, Cet. I, Maktabah Ahlul Hadits, hal. 49.
Lihat Wujuubu at-Taudliih wal Bayaan lit Talaamiidz wal Atbaa’, oleh Jamal bin Furaihan al-Haritsi, hal. 13.
Tanya Jawab setelah pelajaran “Sunan Nasa`i” di Masjid Nabawi, tertanggal 7/11/1414.
Tanya Jawab bersama Syaikh ‘Abdul Muhsin al-‘Abbad di Masjidil Haram pada hari Selasa, tanggal 8/5/1424 H. Dan inilah realita yang tengah terjadi, dimana para harokiyun dan hizbiyun bertepuk tangan bergembira ria dengan perpecahan ini. Sampai-sampai seorang mubaligh dengan mengejek mengatakan bahwa perselisihan antara salafiy bukanlah karena sebab beda pendapat namun karena beda pendapatan. Na’udzubillahi min dzaalik…