Blogger templates

Kisah Penduduk Madyan

oleh: asy - Syeikh Mamduh Farhan Al-Buhairi


Penduduk Madyan dahulunya adalah kaum Arab yang mendiami Kota Madyan, yaitu suatu negeri yang berada di wilayah Ma’aan, bagian dari Syam yang dekat dengan laut negeri Kaum Luth.[1] Mereka adalah orang-orang kafir yang suka merampok di jalanan. Mereka menakuti orang-orang yang lewat. Mereka menyembah pohon, yaitu semak belukar. Mereka suka mengurangi timbangan. Hingga akhirnya Allah mengutus seorang di antara mereka, yaitu Syu’aib ‘alaihissalam. Ia menyeru kaumnya kepada tauhid, menjauhi segala perbuatan buruk dan tidak menganiaya manusia. Allah Subhanaahu wa Ta`ala berfirman :
“Dan (Kami telah mengutus) kepada penduduk Madyan saudara mereka, Syu'aib. Ia berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain-Nya. Sesungguhnya telah datang kepadamu bukti yang nyata dari Tuhanmu. Maka sempurnakanlah takaran dan timbangan dan janganlah kamu kurangkan bagi manusia barang-barang takaran dan timbangannya, dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi sesudah Tuhan memperbaikinya. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika betul-betul kamu orang-orang yang beriman." Dan janganlah kamu duduk di tiap-tiap jalan dengan menakut-nakuti dan menghalang-halangi orang yang beriman dari jalan Allah, dan menginginkan agar jalan Allah itu menjadi bengkok. Dan ingatlah di waktu dahulunya kamu berjumlah sedikit, lalu Allah memperbanyak jumlah kamu. Dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang berbuat kerusakan.” (Al A’raf : 85-86).
Jadi ia mengajak kaumnya kepada tauhid, memerintahkan kepada mereka untuk berbuat adil dan tidak mengurangi hak manusia. Ia melarang kaumnya merampok di jalanan, baik secara lahir maupun batin. Dan ia mengingatkan kaumnya atas nikmat Allah yang telah dilimpahkannya kepada mereka, padahal dahulunya mereka tidak memiliki apa-apa.
Akan tetapi, sebagaimana kebiasaan kaum yang suka berbuat zhalim pada abad-abad terdahulu, mereka mendustakan dan memperolok para nabi mereka. “Mereka berkata: "Hai Syu'aib, apakah sembahyangmu menyuruh kamu agar kami meninggalkan apa yang disembah oleh bapak-bapak kami atau melarang kami memperbuat apa yang kami kehendaki tentang harta kami. Sesungguhnya kamu adalah orang yang sangat penyantun lagi berakal.” (Huud : 87)
Mereka mengatakan hal ini untuk tujuan memperolok, meremahkan dan menghina. Maka Syu’aib berkata : “Hai kaumku, bagaimana pikiranmu jika aku mempunyai bukti yang nyata dari Tuhanku dan dianugerahi-Nya aku dari pada-Nya rezki yang baik (patutkah aku menyalahi perintah-Nya)? Dan aku tidak berkehendak menyalahi kamu (dengan mengerjakan) apa yang aku larang. Aku tidak bermaksud kecuali (mendatangkan) perbaikan selama aku masih berkesanggupan. Dan tidak ada taufik bagiku melainkan dengan (pertolongan) Allah. Hanya kepada Allah aku bertawakkal dan hanya kepada-Nya-lah aku kembali.” (Huud : 88). Maka Syu’aib menjelaskan kepada kaumnya bahwa ia berada di atas perintah Rabb-nya dan ia diutus oleh-Nya kepada mereka. Jika Allah memerintah, maka ia-lah yang akan mengikuti pertama kali, dan jika Ia melarang, maka ia-lah yang pertama kali akan menjauhi.
Kemudian Syu’aib menjelaskan kepada mereka keadaan umat-umat terdahulu yang mendustakan para utusan Allah dan peringatan serta adzab Allah yang ditimpakan kepada mereka. Syu’aib berkata : “Hai kaumku, janganlah hendaknya pertentangan antara aku (dengan kamu) menyebabkan kamu menjadi jahat hingga kamu ditimpa azab seperti yang menimpa kaum Nuh atau kaum Hud atau kaum Shaleh, sedang kaum Luth tidak (pula) jauh (tempatnya) dari kamu.” (Huud : 89). Yaitu, janganlah kebencian kalian kepadaku menjadikan kalian menyelisihi perintah Allah. Karena sesungguhnya Kaum Nuh, Kaum Huud, Kaum Sholih dan Kaum Luth telah mendustakan para utusan Allah. Mereka menentangnya dan tidak menghiraukan para utusan tersebut, sehingga mereka menerima adzab yang pedih.
Kemudian Syu’aib menyeru kaumnya kepada Yang Maha Pengasih dan Penyayang, dan membukakan pintu taubat dan ampunan agar mereka kembali. Syu’aib berkata : “Dan mohonlah ampun kepada Tuhanmu kemudian bertaubatlah kepada-Nya. Sesungguhnya Tuhanku Maha Penyayang lagi Maha Pengasih.” (Huud : 90). Akan tetapi, mereka malah menentang dan sombong. “Mereka berkata: "Hai Syu'aib, kami tidak banyak mengerti tentang apa yang kamu katakan itu dan sesungguhnya kami benar-benar melihat kamu seorang yang lemah di antara kami; kalau tidaklah karena keluargamu tentulah kami telah merajam kamu, sedang kamupun bukanlah seorang yang berwibawa di sisi kami.” (Huud : 91). Yaitu, kami tidak mengerti ucapanmu, kami tidak suka dan kami tidak ingin mendengarnya. Kamu lemah dihadapan kami. Kalau sekiranya bukan karena kabilahmu dan keluargamu, niscaya kami sudah merajammu. “Syu'aib menjawab: "Hai kaumku, apakah keluargaku lebih terhormat menurut pandanganmu daripada Allah, sedang Allah kamu jadikan sesuatu yang terbuang di belakangmu? Sesungguhnya (pengetahuan) Tuhanku meliputi apa yang kamu kerjakan.” (Huud : 92). Maka Syu’aib membantah mereka dengan berkata : “Apakah kalian lebih takut kepada kabilahku dan keluargaku dan tidak takut kepada Allah?” Maka kemudian ia memberikan ancaman kepada kaumnya dan berkata : “Hai kaumku, berbuatlah menurut kemampuanmu, sesungguhnya akupun berbuat (pula). Kelak kamu akan mengetahui siapa yang akan ditimpa azab yang menghinakannya dan siapa yang berdusta. Dan tunggulah azab (Tuhan), sesungguhnya akupun menunggu bersama kamu.” (Huud : 93)
Tatkala azab Allah sudah pantas untuk ditimpakan kepada mereka, maka Allah mengumpulkan semua jenis azab untuk ditimpakan kepada mereka, karena mereka telah melakukan berbagai jenis perbuatan buruk dan hina. Akhirnya mereka diazab pada hari di mana mereka dinaungi awan sebagaimana firman Allah : “Kemudian mereka mendustakan Syu'aib, lalu mereka ditimpa 'azab pada hari mereka dinaungi awan. Sesungguhnya azab itu adalah 'azab hari yang besar.” (As Syu’ara : 189) Kemudian mereka diazab dengan gempa yang menggoncang dan melenyapkan mereka dari bawah, sebagaimana Allah firmankan:
“Karena itu mereka ditimpa gempa, maka jadilah mereka mayat-mayat yang bergelimpangan di tempat tinggal mereka.” (Al A’raf : 78)
Kemudian mereka diazab dengan suara yang mengguntur, “Dan tatkala datang azab Kami, Kami selamatkan Syu'aib dan orang-orang yang beriman bersama-sama dengan dia dengan rahmat dari Kami, dan orang-orang yang zalim dibinasakan oleh satu suara yang mengguntur, lalu jadilah mereka mati bergelimpangan di rumahnya.” (Huud : 94), yaitu suara yang sangat keras dan mengalahkan suara yang lain.
Ibnu katsir berkata: “Mereka ditimpa suhu yang sangat panas selama 7 hari dan tidak ada satupun yang dapat bersembunyi. Kemudian datang kepada mereka awan yang menaungi mereka, maka merekapun berteduh di bawah awan tersebut. Maka tatkala mereka semua telah berkumpul di bawahnya, Allah mengirimkan kepada mereka percikan api, lidah api, dan nyala api yang sangat besar. Kemudian bumi bergoncang dan datang suara yang mengguntur sehingga ruh-ruh mereka lenyap.” (Tafsir Ibnu Katsir 6/160).
Sungguh celaka orang-orang yang berbuat aniaya! [*]

[1] Kota kediaman Luth, dalam Perjanjian Lama disebut sebagai kota Sodom. Karena berada di utara Laut Merah, kaum ini diketahui telah di-hancurkan sebagaimana termaktub dalam Al Quran. Kajian arkeologis mengungkapkan bahwa kota tersebut berada di wilayah Laut Mati yang terbentang memanjang di antara perbatasan Israel-Yordania

sumber: Majalah Qiblati Edisi 1 th IV