Oleh: Abu Usamah Mujahid al - Atsariy
Masalah pengkafiran akhir – akhir ini sangatlah marak dilakukan oleh sebagian kelompok yang mengatas namakan sebagai “ Mujahidin ”. mereka melakukannya dengan sembrono dan tanpa melihat syarat – syarat seseorang boleh dikafirkan. Ujungnya mereka terjatuh dalam faham Khowarij yaitu kelompok sesat yang direkomendasi oleh Rosululloh sebagai Anjing – anjing Jahannam. Karena itu pada kali ini kita akan membahas syarat – syarat seseorang boleh dikafirkan menurut pemahaman Ahlus Sunnah wal Jama’ah.
SYARAT – SYARAT PENGKAFIRAN
Seseorang yang muslim bisa divonis kafir apabila telah terpenuhi syarat – syaratnya. Jika pengkafiran ini tidak dilakukan maka tidak aka nada hukuman bagi orang – orang yang murtad/keluar dari Islam. Adapun syarat – syarat seseorang boleh dikafirkan itu ada dua:
Adanya dalil agama yang menyatakan bahwa perbuatannya itu perbuatan kufur.
Kecocokan antara hukum dengan suatu perbuatan dengan keadaan pelaku dari perbuatan kufur tersebut. Dimana pelaku dari perbuatan kufur tersebut tahu akan hukum Alloh dan melaksanakan perbuatan kufur tersebut dengan ridlo.
Namun bila ia melakukannya karena kebodohan , maka ia tidak dihukumi sebagai orang kafir. Alloh ta’ala berfirman:
dan Barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali. ( QS. An Nisa’ ayat 115 )
dan Allah sekali-kali tidak akan menyesatkan suatu kaum, sesudah Allah memberi petunjuk kepada mereka sehingga dijelaskan-Nya kepada mereka apa yang harus mereka jauhi. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu. ( QS. At – Taubah ayat 115)
dan Kami tidak akan meng'azab sebelum Kami mengutus seorang rasul. ( QS. Al – Isro’ ayat 15)
sebagai contoh: Rosululloh pernah mengabarkan : ada seorang laki – laki yang telah banyak berbuat dosa dan takut akan siksa Alloh kepada dirinya, maka ia berkata kepada keluarganya: “ apabila aku mati maka bakarlah aku”. Lumatkanlah jasatku dan cerai beraikanlah jasadku dilaut yang luas. Demi Alloh seandainya Alloh dapat membangkitkanku lagi, niscaya ia akan mengadzabku dengan adzab yang tidak akan Dia timpakan kepada seorang pun dimuka bumi. Lalu setelah ia meninggal, para keluarganyapun melaksanakan wasiat itu. Kemudian ( di akhirat ) Alloh mengumpulkan jasadnya dan bertanya dengan perbuatannya itu. Lalu ia menjawab bahwa ia melakukan hal tersebut semata – mata karena takut kepada Alloh. Ia menyangka dengan perbuatan keluarganya itu Alloh tidak akan sanggup menghidupkannya kembali. Maka Alloh pun mengampuninya. ( HR. Bukhori 6480 )
perhatikan wahai saudaraku! Meskipun orang tersebut ragu dengan kemampuan alloh untuk menghidupkannya kembali adalah perbuatan Kufur tetapi orang tersebut tidak digolongkan sebagai orang kafir karena orang tersebut bodoh akan hal ini. Wallohu a’lam
Tetapi jika ia tidak bersungguh – sungguh dalm mencari penjelasan hukum dari perbuatan itu, maka ia tidak dikatagorikan sebagai orang yang udzur. Contohnya: telah sampai kabar pada seseorang bahwa perbuatannya merupakan perbuatan yang dapat menjadikannya kafir. Maka pada saat itu ia tidak dinilai sebagai orang yang udzur.
Demikian pula jika jika ia tidak berniat melakukan perbuatan kufur, seperti orang yang dipaksa untuk melakukan perbuatan kufur sedangkan hatinya tetap dalam keadaan keimanan maka ia tidak dikafirkan, sebagaimana Firman Alloh ta’ala:
Barangsiapa yang kafir kepada Allah sesudah Dia beriman (dia mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir Padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa), akan tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, Maka kemurkaan Allah menimpanya dan baginya azab yang besar. ( QS. An – Nahl ayat 106)
Jadi apabila seorang muslim dipaksa mengatakan atau melakukan perbuatan kufur, maka ayat ini menunjukkan bahwa ia tidak dikafirkan karena perbuatannya tersebut.
Contohya: jika ada seseorang yang dipaksa untuk sujud kepada patung kemudian ia sujud, maka perbuatan itu sendiri adalah perbuatan kafir, tetapi orang yang melakukannya tidak tergolong kafir, karena ia melakukan perbuatan itu ats dasar keterpaksaan. Sedangkan hatinya masih dalam keadaan iman. Wallohu a’lam