Blogger templates

PERINGATAN SEORANG MUSLIM DARI KESESATAN PENULIS BUKU MILLAH IBRAHIM (seri V)


PERINGATAN SEORANG MUSLIM DARI KESESATAN PENULIS BUKU MILLAH IBRAHIM (seri V)

penulis: Dr. Asy Syeikh Abdul Aziz bin Royyis Ar Royyis
penerjemah: Mujahid as Salafiy




MUQODDIMAH PENERJEMAH
بسم الله الرحمن الرحيم
سلام عليكم ورحمة الله وبركاته.
الحمد لله حمداً كثيراً طيباً مباركاً فيه, كما يحب ربنا ويرضى, وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له, وأشهد أن محمداً عبده ورسوله.
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam”.(Ali ‘Imran: 102).
”Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan istrinya; dan daripada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturahmi. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.” (An Nisaa’: 1).
 “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar, niscaya Allah memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu. Dan barang siapa menaati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar”. (Al-Ahzab: 70-71)
Amma Ba’du... sesungguhnya sebenar-benar ucapan adalah Kitabullah ta’aladan sebaik-baik tuntunan adalah tuntunan Muhammad salallaahu ‘alaihi wa sallamserta seburuk-buruk urusan adalah yang diada-adakan, sedangkan setiap yang diada-adakan adalah bid’ah, dan setiap bid’ah adalah sesat serta setiap kesesatan adalah di neraka.
Setan senantiasa berupaya menggelincirkan manusia dari jalan Robbul ‘alamin dengan berbagai cara,  diantaranya dengan cara menebarkan syubhat yang merasuki jiwa – jiwa yang lurus terkhusus kawula muda yang minim pengetahuan tentang agama dan memiliki semangat yang membara dalam memperjuangkan islam. Hal ini telah dia nyatakan dan diabadikan oleh Alloh dalam al Qur’an agar manusia berhati – hati , wapada serta berupaya agar tidak terperdaya:

قَالَ فَبِمَآ أَغْوَيْتَنِى لَأَقْعُدَنَّ لَهُمْ صِرَٰطَكَ ٱلْمُسْتَقِيمَ* ثُمَّ لَءَاتِيَنَّهُم مِّنۢ بَيْنِ أَيْدِيهِمْ وَمِنْ خَلْفِهِمْ وَعَنْ أَيْمَٰنِهِمْ وَعَن شَمَآئِلِهِمْ ۖ وَلَا تَجِدُ أَكْثَرَهُمْ شَٰكِرِينَ
Iblis menjawab: "Karena Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus, kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat). (QS. Al A’rof 07:16-17)
            Dalam upaya membendung syubhat yang bertebaran terlebih di internet dan membungkam makar setan serta teman - temannya, karena tipu daya setan amatlah lemah, Alloh berfirman:
فَقَٰتِلُوٓا۟ أَوْلِيَآءَ ٱلشَّيْطَٰنِ ۖ إِنَّ كَيْدَ ٱلشَّيْطَٰنِ كَانَ ضَعِيفًا
sebab itu perangilah kawan-kawan setan itu, karena sesungguhnya tipu daya setan itu adalah lemah. (QS. An Nisa’ : 76)
            maka dengan pertolongan Alloh kami menghadirkan kepada pembaca sebuah bantahan yang ditulis oleh Dr. Asy Syeikh Abdul ‘Aziz Bin Royyis ar Royyis untuk membantah tulisan Abu Muhammad Al Maqdisiy Ishom Burqowiy yang berjudul Millah Ibrohim yang mana kitab ini banyak menjadi pegangan para takfiriyyun bahkan di puji – puji oleh pemuda – pemuda Afghanistan.
            Semoga beliau diberikan balasan oleh Alloh dengan balasan yang berlipat, menambahkan ilmu dan memanjangkan umur umur beliau guna menegakkan tauhid dan sunnah berdasakan pemahaman salaful ummah. Kami juga berdo’a agar tulisan ini bermanfaat, dapat membendung syubhat dan menjadi benteng kokoh terlebih bagi para salafiyyun. Amin yaa Mujibas Sailin

                                                                                                            Penerjemah,
                                                                  M u j a h i  d  A s   S a l a f i y
                                                                     (pengelolawww.millahmuhammad.blogspot.com)

---------------------------------------------------------------------------------------------
Kesalahan ke enam:
            Dalam  catatan kaki buku al Maqdisiy menunjukkan kebodohannya terhadap hokum syar’I dan terhadap ucapan ulama’ nejd, dia berkata: Faidah penting yang membongkar (kesesatan) ulama-ulama pemerintah: ketahuilah semoga Allah menjaga kami dan engkau dari talbis kaum mulabbisin (para pembuat pengkaburan dien) – sesungguhnya apa yang dilakukan oleh banyak orang-orang jahil – meskipun mereka itu digelari dengan gelar Syaikh dan mengaku sebagai pengikut salafiyyah – berupa penyebutan banyak dari thaghut-thaghut zaman ini dengan sebutan amirul mukminin atau imamul muslimin… dengan cara seperti ini mereka hanya mengikuti manhaj Khawarij dan Mu’tazilah dalam hal tidak memperhatikan syarat Quraisy untuk Al Imam … silakan rujuk hal itu dalam shohih Al Bukhari kitab Al Ahkam Bab Al Umara min Quraisy, dan yang lainnya dari kitab As Sunnah, Al Fiqh, dan Al Ahkam As Sulthaniyyah, karena hal itu adalah terkenal dan tak akan susah payah dalam merujuknya. Al Hafid Ibnu Hajar dalam Al Fath menukil perkataan Al Qadli ‘Iyadl: “Pensyaratan status imam dari Quraisy adalah madzhab para ulama seluruhnya dan mereka menilainya sebagai masalah-masalah yang telah di ijmakan, dan beliau tidak menukil penyelisihan dari seorang salaf pun dalam hal ini dan begitu pula orang-orang yang setelah mereka di seluruh negeri, Beliau berkata: “Dan tidak usah dianggap ungkapan Khawarij dan orang-orang yang sepaham dengan mereka dari kalangan Mu’tazilah.” (31/91)
Kemudian saya melihat Syaikh Abdullah Aba Buthain – sedang beliau adalah tergolong ulama dakwah najdiyyah – membantah terhadap sebagian orang-orang yang komplein lagi mengingkari penggelaran Syaikh Muhammad Ibnu Abdil Wahhab – dan Abdul Aziz Ibnu Muhammad Ibnu Su’ud dengan gelar (laqab) Al Imam, sedangkan keduanya bukan dari Quraisy… Beliau berkata: “Muhammad Ibnu Abdil Wahhab rahimahullah tidak pernah mengklaim sebagai imam umat ini, namun beliau adalah hanya alim (orang berilmu) yang mengajak pada petunjuk dan berperang di atasnya, dan beliau pada masa hidupnya tidak pernah diberi gelar dengan sebutan Al Imam, begitu juga Abdul Aziz Ibnu Muhammad Ibnu Suud. Tidak seorangpun diantara mereka selama hidupnya dinamakan Al Imam, dan hanya terjadi penamaan orang yang menjabat sebagai Al Imam setelah kematian mereka berdua“. Lihat Ad Durar juz Al Jihad hal :240 -selesai penukilan-(hal 53-54) ( Ucapan ini juga diucapkan al Maqdisiy dalam makalahnya yang judul terjemahannya “Bahaya para Pengklaim Salafiy yang berloyalitas terhadap Thogut Hukum penghati – hatian Manusia dari firqoh jaamiyyah dan madkholiyyah”, bagi yang ingin mengetahui bantahannya silahkan lihat tulisan kami yang berjudul “Guntur Menyembar atas Abu Muhammad al Maqdisiy yang kurang Ajar”,pent )
            Komentar kami ( Syeikh ar Royyis ): dalam ucapan ini ( aku bantah ) 3 perkara:
  1. Syarat pemimpin harus dari qurosiy adalah ketika dalam keadaan kuat adapun ketika dalam keadaan lemah maka syarat ini tidak berlaku hal ini berdasarkan ijma’ sebagaimana aku jelaskan ijma’ Ahlul ilmi dalam bantahanku terhadap abu Muhammad al Maqdisiy yang berjudul “Tabdid Kawasyifil ‘Anid Fii Takfirihi liidaulatit Tauhid”, oleh karena itu yang menyelisihi mu’tazilah dan khowarij yaitu ketika kuat dan tidak ketika lemah.
  2. Telah dia nukil dari ucapan Syeikh Abu Buthoin dia berprasangka ketika Syeikh berkata dengan prasangka tidak ada baiah dan tidak ada pemimpin selain dari Quroisy, inilah kebodohan al Maqdisiy terhadap ucapa Syeikh Abu Buthoin -rohimahulloh- bahkan ucapan Syeikh Abu Buthoin diatas telah nyata penyebutan pemimpin terhadap kedua Imam Muhammad bin Abdul Wahhab dan Abdul Aziz Ibnu Su’ud (sebagaimana dalam ucapan beliau: tetapi penyebutan imam itu muncul setelah beliau berdua wafat, pent) dan makna ucapan beliau adalaha bahwa Syeikh Muhammad bin Abdul Wahhab dan Abdul Aziz Ibnu Su’ud tidak menyebut dirinya sebagai pemimpin (akan tetapi manusia yang menyebutnya, pent).
  3. ( aku nukilkan ) pengikraran salah satu Ulama’ Nejd secara ilmu dan hokum, bahwa Imam Abdul Aziz Ibnu Su’ud menyetujui Ulama’ Sunnah dalam menta’ati pemerintah meskipun selain Quroisy, (hal ini dapat dilihat) ketika beliau ditanya ” apakah kepemimpinan selain quroisy itu dianggap sah??”
Beliau menjawab: kebanyakan Ulama’ menganggap tidak sah jika hal itu memungkinkan adapun jika tidak memungkinkan mereka bersepakat berbai’ah kepada pemimpin, atau bersepakat atasnya Ahlul Halli wal Aqdi atas sahnya kepemimpinannya dan wajib berbai’at atasnya dan tidak dibenarkan keluar darinya. Inilah yang shohih berdasarkan Hadits – hadits yang shohih, sebagaimana sbada Nabi Muhammad sholallohu ‘alaihi wa sallam: wajib atas kalian mendengar dan ta’at, meskipun yang memerintah kalian adalah budak dari Habasiy… al Hadits ( ad Durorus Saniyyah 6/9 )
Kesalahan ke tujuh:
            Tidak dapat membedakan antara perbuatan yang menyebabkan kekafiran dengan sendirinya dengan perbuatan yang menyebabkan kekafiran kerena sebab lain. Dan dia telah berprasangka bahwa perbuatan shahabat Hatib bin Abi Baltho’ah menyebabkan kekafiran dengan sendirinya, seraya dia berkata: Maka diketahuilah dari ini semuanya bahwa kita ditugaskan dalam mu’amalah-mu’amalah kita dan putusan-putusan kita di dunia berdasarkan dhahir bukan dengan bathin. Dan ini termasuk karunia Allah ‘Azza wa Jalla atas kita, karena kalau tidak (demikian) tentulah Islam dan pemeluknya menjadi bahan mainan dan bahan ketawaan bagi setiap intel, orang busuk dan zindiq.
Dan termasuk masalah ini pula kisah Hathib dan apa yang beliau perbuat pada tahun penaklukan (Mekkah). Maka hukum asal adalah dihukumi berdasarkan dhahir orang yang melakukan seperti perbuatannya dengan (vonis) kafir dan kaum muslimin memberlakukan atasnya apa yang dituntut berdasarkan dhahirnya berupa hukum-hukum di dunia seperti dibunuh dan ditawan. –selesai penukilan-
Sungguh aku ( Syeikh Royyis ) telah menjelaskan bantahan kitab atas ucapan al Maqdisiy ini dalam kitab saya “ Tabdid Kawasyifil ‘anid ” bahwasanya perbuatan Hatib rodliyallohu ‘anhu tidaklah dihukumi kafir dengan sendirinya melainkan harus adanya indikasi lain yang menyebabkan kekafiran dan meniadakan kekafiran beliau. Karena Nabi Muhammad sholallohu ‘alaihi wa sallam sendiri merincinya, oleh karena itu tentu (kita) membedakan antara perbuatan yang menyebabkan kekafiran dengan sendirinya dengan perbuatan yang menyebabkan kekafiran karena sebab lain.
Kesalahan ke delapan:
                Diantara kebodohan al Maqdisiy bahwa dia memastikan perbuatan shahabat hatib rodliyallohu ‘anhu jatuh dalam kekafiran , padahal tidaklah kafir sebab nabi sholallohu ‘alaihi wa sallam mensetujui perbuatannya, seraya dia berkata: renungkanlah sabda Nabi sholallohu ‘alaihi wa sallam dalam riwayat al Bukhori “Sungguh dia telah jujur pada kalian.” Sungguh Ash Shahabiy Al Badriy ini telah dikecualikan oleh Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam dan diberikan Tazkiyah, serta diberikan kesaksian akan kejujuran jiwa dan bathinnya dan bahwa ia tidak melakukan hal itu sebagai bentuk riddah dan kuffur, akan tetapi itu dosa besar darinya yang diampuni karena statusnya sebagai sahabat yang ikut perang Badar…. Maka apakah diantara orang-orang yang meremehkan keberadaan muwalaatul kuffar lagi berupaya berdalih dengan kisah Hathib, apakah diantara mereka pada hari ini di muka bumi ini ada orang yang ikut perang Badar yang mana Allah telah meninjau hatinya, supaya mereka menjadikan perbuatan ini sebagai dosa besar secara muthlaq begitu saja, mereka mengenteng-enteng di dalamnya dan berjatuhan…?
Dan kami tidak melontarkan pertanyaan ini kecuali setelah kami mengetahui kejujuran hati mereka dan (mengetahui) bahwa mereka tidak melakukan hal itu sebagai riddah dan kufur. Dan tanpa batasan-batasan ini maka masalahnya menjadi ngawur…, dari mana kita mengetahui setelah putusnya wahyu kejujuran hati mereka dan bathinnya, dan siapa yang memberikan tazikyah buat mereka dan menjadi saksi di hadapan kita setelah Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam akan hal itu. Ini adalah penghalang dari penghalang-penghalang (mawani’) kufur yang bathin (tersembunyi) lagi tidak nampak, dan setelah putusnya wahyu kita tidak di bebani dengannya.
( Syeikh Royyis berkata ): ucapan ini tiada lain melainkan hanya diucapkan orang yang lalai atau orang bodoh, yang demikian itu dapat ditinjau dari dua perkara:
1.       Bahwasanya perbuatan kafir itu menunjukkan kafir secara zhohir dan batin, mana mungkin perbuatan menunjukkan kekafiran secara nyata akan tetapi tidak kafir secara batin, dengan sebab rosululloh mensetujuinya????! Akan tetapi yang benar bahwa kufur zhohir menyebabkan kufur batin kecuali Murji’ah, lain halnya jika dikatakan: sesungguhnya perbuatan Hatib rodliyallohu ‘anhu berbuat kekafiran secara jelas akan tetapi tidak kafir batinnya karena dia orang yang berta’wil sedangkan orang yang berta’wil itu terhalangi pengkafirannya.
Akan tetapi permasalahnannya tidak seperti itu sebagaimana telah aku jelaskan dalam kitabku “ Tabdid Kawasyifil Anid ” kemudian jika yang demikian itu adalah perbuatan doasa besar yang menyebabkan kekafiran akan teatpi tidak dikafirkan karena sebab beliau berta’wil sedangkan ta’wil itu adalah penghalang dari kekafiran dan dosa.
2.       Seseungguhnya perbuatan beliau tidaklah menyebabkan kekafiran secara sendirinya akan tetapi harus adanya rincian, setelah dirinci dijelaskan maka jelaslah bahwa itu adalah perbuatan haram lagi berdosa akan tetapi tidak meyebabkan kekafiran, dan perbuatan dosa besar beliau telah diuzhur oleh Nabi sholallohu ‘alaihi wa sallam dengan sebab belaiu adalah shahabat yang menghadiri perang badar dan dengan pembenaran beliau atas perbuatannya yang merupakan dosa yang tidak menyebabkan kekafiran, hal ini sebagaimana aku menukilnya dari Imam Asy Syafi’I dalam bantahannku terhadap al Maqdisiy dalam kitab “ Tabdid Kawasyifil Anid , maka hendaknya anda melihatnya!. 

NASEHAT AMIRUL MU’MININ UMAR BIN KHOTTOB AGAR TAWADLU’, RAJIN IBADAH DAN TIDAK SOMBONG


TAMAN NASEHAT INSAN 

NASEHAT AMIRUL MUMININ UMAR BIN KHOTTOB AGAR TAWADLU, RAJIN IBADAH DAN TIDAK SOMBONG

Oleh: Abu Idris as Salafiy
أنبأنا الحسن بن سفيان حدثنا قتيبة بن سعيد حدثنا الليث عن ابن عجلان عن بكير بن عبد الله عن عبيد الله بن عدي أن عمر بن الخطاب قال إن  الرجل إذا تواضع لله رفع الله حكمته وقال انتعش نعشك الله فهو في نفسه صغير وفي أعين الناس كبير وإذا تكبر العبد وعدا طوره وهصه الله الى الأرض
Artinya:
            Telah memberitakan kepada kami Al hasan bin sufyan, telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa’id, telah menceritakan kepada kami Al Laits dari Ajlan dari Bakir bin Abdillah dari ‘Ubaidillah bin ‘Adi bahwasanya Umar bin Khottob rodliyallohu ‘anhu berkata:
“ sesungguhnya jika seorang itu tawadlu’ kepada Alloh, maka Alloh akan meninggikan kehormatannya, dan beliau juga berkata:  bangkitlah beribadah maka Alloh akan menghidupkan hatimu, yang mana memperbanyak Ibadah itu kelihatan kecil dalam diri tapi di mata manusia kelihatan besar, dan jika seorang hamba itu sombong maka Alloh akan merendahkan derajatnya di muka Bumi”. ( Roudlotul Uqola 1/60 )

F A W A I D
            Dalam nasehat ini ada tiga perkara yang hendaknya kita senantiasa menghias diri dengannya:

  1. Anjuran dan manfaat Tawadlu’
Duhai hamba Alloh, jika kalian mengingikan kebaikan dan ketinggian derajat disisi Alloh, maka Tawadlu’lah ! Karena Tawadlu’  merupakan sifat hamba yang dicintai Alloh azza wa jalla, tiada orang yang bersikap tawadlu’ melainkan Alloh mengangkat derajatnya, Rosululloh bersabda:
Dan tiadalah seorang hamba yang tawadlu’ karena Alloh melainkan pasti akan diangkat derajatnya oleh Alloh. ( HR. Muslim 8/194, dari shahabat Abu Huroiroh rodliyallohu ‘anhu )
Hakekat orang yang tawadlu’ adalah orang yang tunduk kepada Alloh dan Rosul-Nya serta bersikap tawadlu’ terhadap manusia baik yang sudah tua maupun yang masih muda. ( Bahjatul Qulubil Abror 110 )
Tawadlu’ yang terpuji adalah yaitu yang dilandasi dengan keikhlasan bukan yang diada-adakan yaitu tawadlu’ yang timbul karena kepentingan dunia. ( Bahjatul Qulubil Abror 110 )

  1. Anjuran memperbanyak ibadah
Saudaraku hamba Alloh, ingatlah bahwa Alloh memiliki tempat yang belum pernah mata melihat, telinga mendengar dan hati berbesit yaitu surga yang disiapkan bagi hamba – hamba yang senantiasa memperbanyak ibadah. Mereka senatiasa sholat dikala kegelapan malam,
إِنَّهُمْ كَانُوا۟ قَبْلَ ذَٰلِكَ مُحْسِنِينَ كَانُوا۟ قَلِيلًۭا مِّنَ ٱلَّيْلِ مَا يَهْجَعُونَ
Sesungguhnya mereka sebelum itu di dunia adalah orang-orang yang berbuat baik, Mereka sedikit sekali tidur di waktu malam  ( mengerjakan sholat  ). ( QS. Adz Dzariyat 16-17 )
تَتَجَافَىٰ جُنُوبُهُمْ عَنِ ٱلْمَضَاجِعِ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ خَوْفًۭا وَطَمَعًۭا
Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya, sedang mereka berdoa kepada Tuhannya dengan rasa takut dan harap. ( QS. As Sajdah 16 )
أَمَّنْ هُوَ قَٰنِتٌ ءَانَآءَ ٱلَّيْلِ سَاجِدًۭا وَقَآئِمًۭا يَحْذَرُ ٱلْءَاخِرَةَ وَيَرْجُوا۟ رَحْمَةَ رَبِّهِۦ ۗ
(Apakah kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadah di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya?. ( QS. Az Zumar 09 )
 senantiasa membasahi bibirnya dengan mengingat pada ar Rohman, selalu beristighfar tatkala melakukan kesalahan, melakukan keta’atan, dan ketika mereka mengingat dosa yang diperbuat basahlah pipi mereka dengan derai air mata.

إِنَّ ٱلْمُسْلِمِينَ وَٱلْمُسْلِمَٰتِ وَٱلْمُؤْمِنِينَ وَٱلْمُؤْمِنَٰتِ وَٱلْقَٰنِتِينَ وَٱلْقَٰنِتَٰتِ وَٱلصَّٰدِقِينَ وَٱلصَّٰدِقَٰتِ وَٱلصَّٰبِرِينَ وَٱلصَّٰبِرَٰتِ وَٱلْخَٰشِعِينَ وَٱلْخَٰشِعَٰتِ وَٱلْمُتَصَدِّقِينَ وَٱلْمُتَصَدِّقَٰتِ وَٱلصَّٰٓئِمِينَ وَٱلصَّٰٓئِمَٰتِ وَٱلْحَٰفِظِينَ فُرُوجَهُمْ وَٱلْحَٰفِظَٰتِ وَٱلذَّٰكِرِينَ ٱللَّهَ كَثِيرًۭا وَٱلذَّٰكِرَٰتِ أَعَدَّ ٱللَّهُ لَهُم مَّغْفِرَةًۭ وَأَجْرًا عَظِيمًۭا
Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyuk, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar. (QS. Al Ahzab 35)


  1. Larangan dan dampak sifat sombong
Subhanalloh, setelah Amirul mu’minin menasehatkan dua perkara yang luar biasa tersebut beliau tiada lupa mengingatkan kita agar tidak berlaku sombong. Karena kesombongan merupakan penghalang bagi kita masuk ke dalam surga, meskipun segala ibadah kita lakukan. Rosululloh bersabda:
Tidak akan masuk surga orang yang di dalam hatinya ada sifat sombong meskipun seberat dzarroh ( atom, benda terkecil). ( HR. Muslim 91 )
            Saudaraku, tidak cukup hukuman di akhirat saja bagi orang yang sombong, tapi di dunia pun akan dibalas dengan  kerendahan dan kebencian disisi Alloh. Alloh berfirman:
سَأَصْرِفُ عَنْ ءَايَٰتِىَ ٱلَّذِينَ يَتَكَبَّرُونَ فِى ٱلْأَرْضِ بِغَيْرِ ٱلْحَقِّ
Aku akan memalingkan orang-orang yang menyombongkan dirinya di muka bumi tanpa alasan yang benar dari tanda-tanda kekuasaan-Ku. ( QS. Al A’rof 146 )


Semoga Alloh menjadikan kita termasuk orang yang mencocoki kebenaran dan beramal dengannya serta sabar atas musibah yang menimpa diri kita.

والله الهادي إلى سواء السبيل
Maroji’
  1. Bustanul Wa’izhin, Ibnul Jauzi
  2. Al Mantsur, Ibnul Jauzi
  3. Roudlotul Uqola’ wa Nuzhatul Fudlola’, Muhammad bin Hibban al Basti Abu hatim, tahqiq Muhammad Muhyidin Abdul Hamid
  4. Al Mawaizh, Ibnul Jauzi
  5. Mudawatun Nufus, Ibnu Hazm
  6. Al Mu’jam Al Mufahros lialfadzil Qur’anil Karim, Muhammad Fu’ad Abdul Baqi

FAWAID ATAS PENCIPTAAN NABI ADAM ‘ALAIHIS SALAM


FAWAID ATAS PENCIPTAAN NABI ADAM ‘ALAIHIS SALAM
Oleh: Mujahid as Salafiy

Tirmidzi meriwayatkan dalam  Sunan-nya dari Abu Hurairah. Ia berkata bahwa Rasulullah  Shallallahu ‘alaihi wa Salambersabda, " Manakala Allah menciptakan Adam, Allah mengusap punggungnya, lalu dari punggung itu berjatuhan seluruh jiwa yang Allah akan menciptakannya dari anak cucunya sampai hari Kiamat. Dan Allah menjadikan di antara kedua mata masing-masing orang kilauan cahaya. Kemudian mereka dihadapkan kepada Adam. Adam berkata, 'Ya Rabbi, siapa mereka?' Allah menjawab, 'Mereka adalah anak cucumu." Lalu Adam melihat seorang laki-laki dari mereka. D ia mengagumi kilauan cahaya yang memancar di antara kedua matanya. Adam bertanya, ’Ya Rabbi siapa ini?’ Allahmenjawab, ’Ini adalah laki-laki dari kalangan umat terakhir dari anak cucumu yang bernama Dawud.’ Adam bertanya, ’Ya Rabbi, berapa Engkau beri dia umur?’ Allah menjawab, ’Enampuluh tahun.’ Adam berkata, ’Ya Rabbi, tambahkan untuknyadari umurku empat puluh tahun.’ Manakala umur Adam telah habis, dia didatangi oleh Malaikat maut. Adam berkata, ’Bukankah umurku masih tersisa empat puluh tahun?’ Malaikat menjawab, ’Bukankah engkau telah memberikannya kepada anakmu Dawud?’ Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam bersabda,’Adam mengingkari, maka anak cucunya pun mengingkari. Adam dijadikan lupa, maka anak cucunya dijadikan lupa; dan Adam berbuat salah, maka anak cucunya berbuat salah." Tirmidzi  berkata, "Ini adalah hadits  hasan shahih. Ia telah diriwayatkan banyak jalan dari Abu Hurairah dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam."

TAKHRIJHADITS
Hadits ini diriwayatkan oleh Tirmidzi dalam  Sunan-nya dalam Kitab Tafsir,bab dari surat Al-A'raf, 4/267. Lihat  Shahih Sunan Tirmidzi,3/52, no. 3282.

FAWAID HADITS
1.     1.    Allah menciptakan Adam secara lengkap dan sempurna  sejak awal penciptaannya. Tidak seperti yang diklaim olehorang-orang sesat, bahwa Adam diciptakan tidak sempurna, kemudian berkembang menuju kesempurnaan dalam rentang waktu yang panjang. Rasulullah  Shallallahu ‘alaihi wa Salamtelah menyampaikan kepada kita bahwa di antara kesempurnaan penciptaan Adam, adalah diciptakannya  dia dengan tinggi enam puluh hasta di langit dan bahwa manusia setelah Adam terus menerus menyusut sampai pada ukuran manusia saat ini. Pada hari Kiamat Allah memasukkan orang-orang mukmin ke Surga dengan bentuk penciptaan yang sempurna seperti penciptaan Allah terhadap Adam.
2.   2.    Bukhari dan Muslim meriwayatkan dalam  Shahihmasing-masing bahwa Rasulullah  Shallallahu ‘alaihi wa Salambersabda, " Allah menciptakan Adam dan tingginya adalah enam puluh hasta, kemudian Allah berfirman kepadanya, 'Pergilah, ucapkan salam kepada para Malaikat itu. Dengarkanlah penghormatan mereka kepadamu, karena itu adalah penghormatanmu dan penghormatan anak cucumu.’ Maka Adam berkata, 'Assalamu'alaikum.’ Mereka menjawab, 'Assalamu 'alaika wa rahmatullah dengan tambahan 'Warahmatullah'. Dan semua orang yang masuk Surga dengan bentuk penciptaan Adam. Dan manusia terus menerus menyusut sampai saat ini."
3.   3.   Kebenaran yang aku sebutkan di atas, bahwa Adam diciptakan secara sempurna sejak dihembuskannya ruhkepadanya ditunjukkan oleh hadits tersebut. Allah menciptakan Adam dalam bentuk penciptaan yang sempurna. Dia tidak berkembang dan tidak berubah dari satu bentuk ke bentuk yang lain, dari satu ciptaan ke ciptaan yang lain. Lain halnya dengan anak cucunya, Allah menciptakan mereka di dalam rahim ibu dalam bentuk setetes air, kemudian segumpal darah, kemudian seonggok daging, kemudian setelah dihembuskannya ruh, Dia menumbuhkannya sebagai makhluk lain.
4.   4.    Mengetahui peristiwa-peristiwa yang terjadi pada bapak kita, Adam, di antaranya adalah bersinnya Adam, ucapan ’alhamdulillah’, jawaban Allah kepadanya 

ر), salamnya kepada para Malaikat, juga jawaban Malaikat kepadanya.Allah mengusap punggungnya dan peristiwa-peristiwa  lain yang dikandung oleh hadits ini.
5.       5. Orang yang bersin mengucapkan hamdalah. Orang yang mendengarnya mengucapkan, "yarhamukalloh" dan penghormatan
6.6.       Penetapan takdir. Allah mengetahui hamba-hamba-Nya  pada masa azali dan Dia menulis hal itu di sisi-Nya. Dia menunjukkan kepada Adam tentang anak cucunya  sesudahnya, dan umur setiap orang telah ditulis di  antara kedua matanya.
7. 7.      Penetapan dua Tangan bagi Allah dan Dia menggenggam keduanya, kapan Dia berkehendak dan bagaimana Dia berkehendak tanpa  takyif  (bertanya bagaimana) dan  ta'thil (mengingkari). Tiada sesuatu pun yang menyerupai Dia. Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.
8. 8.      Keutamaan Nabiyullah Dawud dan besarnya iman yang dimilikinya dibuktikan dengan kuatnya cahaya di antara kedua matanya.
9.9.       Kemampuan Adam berhitung. Dia menghitung tahun-tahun umurnya. Dia mengetahui umurnya yang telah berlalu  dan yang tersisa. Dia membantah Malaikat maut ketika hendak mencabut nyawanya sebelum ajalnya sempurna.
110.  Keterangan tentang umur Adam. Dia hidup seribu tahun. Ini merupakan pelurusan terhadap keterangan Taurat, yang disebutkan di dalam  Ishahkelima buku penciptaan bahwa umurnya adalah 930 tahun. Yang benar adalah yang disebutkan oleh hadits. Hadits ini juga menjelaskan umur Dawud.
111.  Tabiat Adam dan anak cucunya adalah pengingkaran dan kelupaan.
112.  Disyariatkannya menulis dalam akad dan muamalat untuk mengantisipasi pengingkaran dan sifat lupa manusia


DHAMIR (Kata Ganti)


ضَمِيْر
DHAMIR
(Kata Ganti)
Dhamir atau "kata ganti" ialah Isim yang berfungsi untuk menggantikan atau mewakili penyebutan sesuatu/seseorang maupun sekelompok benda/orang. Dhamir termasuk dalam golongan Isim Ma'rifah.
Contoh:
أَحْمَدُ يَرْحَمُ اْلأَوْلاَدَ = Ahmad menyayangi anak-anak
هُوَ يَرْحَمُهُمْ = Dia menyayangi mereka
Pada contoh di atas, kata أَحْمَدُ diganti dengan هُوَ (=dia), sedangkan الأَوْلاَد (=anak-anak) diganti dengan هُمْ (=mereka).
Kata هُوَ dan هُمْ dinamakan Dhamir atau Kata Ganti.
Menurut fungsinya, ada dua golongan Dhamir yaitu:
1) DHAMIR RAFA' ( ضَمِيْر رَفْع ) yang berfungsi sebagai Subjek.
2) DHAMIR NASHAB ( ضَمِيْر نَصْب ) yang berfungsi sebagai Objek.
Dhamir Rafa' dapat berdiri sendiri sebagai satu kata, sedangkan Dhamir Nashab tidak dapat berdiri sendiri atau harus terikat dengan kata lain dalam kalimat.
Dalam kalimat: هُوَ يَرْحَمُهُمْ (= Dia menyayangi mereka):
- Kata هُوَ (=dia) adalah Dhamir Rafa', sedangkan:
- Kata هُمْ (=mereka) adalah Dhamir Nashab.

BACAAN KETIKA BANGUN DARI TIDUR

 BACAAN KETIKA BANGUN DARI TIDUR


1- ((اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ أَحْيَانَا بَعْدَ مَا أَمَاتَنَا وَإِلَيْهِ النُّشُوْرِ)).
1. “Segala puji bagi Allah, yang membangunkan kami setelah ditidurkanNya dan kepadaNya kami dibangitkan.” [10]
2- ((لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ، وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ. سُبْحَانَ اللهِ، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ، وَلاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ، وَاللهُ أَكْبَرُ، وَلاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ)) ((رَبِّ اغْفِرْ لِيْ)).
2.  ‘Tiada Tuhan yang haq selain Allah, Yang Maha Esa, tiada sekutu bagiNya. BagiNya kerajaan dan pujian. Dia-lah Yang Maha Kuasa atas segala sesuatu. Maha Suci Allah, segala puji bagi Allah, tiada Tuhan yang haq selain Allah, Allah Maha Besar, tiada daya dan kekuatan, kecuali dengan pertolongan Allah Yang Maha Tinggi dan Maha Agung’. ‘Wahai, Tuhanku! Ampunilah dosaku’.[11]
3- ((اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ عَافَانِيْ فِيْ جَسَدِيْ، وَرَدَّ عَلَيَّ رُوْحِيْ، وَأَذِنَ لِيْ بِذِكْرِهِ)).
3. “Segala puji bagi Allah yang telah memberikan kesehatan pada jasadku dan mengembalikan ruhku kepadaku serta mengizinkanku untuk berdzikir kepadaNya.” [12]
4. “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi silih bergantinya malam dan siang, terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal. (Yaitu) orang-orang yang mengingat Allah dalam keadaan berdiri, duduk atau berbaring, dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): ‘Ya, Tuhan kami! Tidaklah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa Neraka. Ya Rabb kami, sesungguhnya barangsiapa yang Engkau masukkan ke dalam Neraka, maka sungguh telah Engkau hinakan ia, dan tidak ada bagi orang-orang yang dzalim seorang penolongpun. Ya Rabb kami, sesungguhnya kami mendengar (seruan) yang menyeru kepada iman, (yaitu): "Berimanlah kamu kepada Rabbmu"; maka kamipun beriman. Ya Rabb kami, ampunilah bagi kami dosa-dosa kami dan hapuskanlah dari kami kesalahan- kesalahan kami, dan wafatkanlah kami beserta orang-orang yang berbakti. Ya Rabb kami, berilah kami apa yang telah Engkau janjikan kepada kami dengan perantaraan rasul-rasul Engkau. Dan janganlah Engkau hinakan kami di hari Kiamat. Sesungguhnya Engkau tidak menyalahi janji". Maka Rabb mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman): "Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki atau perempuan, (karena) sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain. Maka orang-orang yang berhijrah, yang diusir dari kampung halamannya, yang disakiti pada jalan-Ku, yang berperang dan yang dibunuh, pastilah akan Kuhapuskan kesalahan-kesalahan mereka dan pastilah Aku masukkan mereka ke dalam Surga yang mengalir sungai- sungai di bawahnya, sebagai pahala di sisi Allah. Dan Allah pada sisiNya pahala yang baik". Janganlah sekali-kali kamu terpedaya oleh kebebasan orang-orang kafir ber- gerak di dalam negeri. Itu hanyalah kesenangan sementara, kemudian tempat tinggal mereka ialah Jahannam; dan Jahannam itu adalah tempat yang seburuk- buruknya. Akan tetapi orang-orang yang bertaqwa kepada Rabbnya, bagi mereka Surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya, sedang mereka kekal di dalamnya sebagai tempat tinggal (anugerah) dari sisi Allah. Dan apa yang di sisi Allah adalah lebih baik bagi orang-orang yang berbakti. Dan sesungguhnya di antara ahli kitab ada orang yang beriman kepada Allah dan kepada apa yang diturunkan kepada kamu dan yang diturunkan kepada mereka sedang mereka berendah hati kepada Allah dan mereka tidak menukarkan ayat-ayat Allah dengan harga yang sedikit. Mereka memperoleh pahala di sisi Rabbnya. Sesungguhnya Allah amat cepat perhitungan-Nya. Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertaqwalah kepada Allah supaya kamu beruntung”. (Ali ‘Imran, 3: 190-200). [13] 
---------------------------------
 
[10] HR. Al-Bukhari dalam Fathul Baari 11/113, Muslim 4/2083.
[11]. Barangsiapa mengucapkan demikian itu, maka dia diampuni. Apabila dia berdoa, akan dikabulkan. Lalu apabila dia berdiri dan berwudhu, kemudian melakukan shalat, maka shalatnya diterima (oleh Allah). HR. Imam Al-Bukhari dalam Fathul Baari 3/39, begitu juga imam hadits yang lain. Dan lafazh hadits tersebut menurut riwayat Ibnu Majah 2/335.
[12] HR. At-Tirmidzi 5/473 dan lihat Shahih At-Tirmidzi 3/144.
[13] HR Imam Al-Bukhari dalam Fathul Bari 8/237 dan Muslim 1/530.