ARAHAN UMUM DALAM MENYIKAPI FITNAH
PERSELISIHAN DIKALANGAN ULAMA’
PENULIS: Abu Ukasya Ilham Gorontalo
Catatan kaki: Mujahid as Salafiy
MUQADDIMAH
بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله رب العالمين، الرحمن الرحيم، مالك يوم الدين; وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له، وأشهد أن محمدا عبده ورسوله، أرسله رحمة للعالمين، وحجة على الكافرين، صلى الله عليه وعلى آله وصحبه، ومن تبعهم بإحسان إلى يوم الدين، وسلم تسليما.
الحمد لله رب العالمين، الرحمن الرحيم، مالك يوم الدين; وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له، وأشهد أن محمدا عبده ورسوله، أرسله رحمة للعالمين، وحجة على الكافرين، صلى الله عليه وعلى آله وصحبه، ومن تبعهم بإحسان إلى يوم الدين، وسلم تسليما.
Maha suci Allah Ta’ala yang telah berfirman lagi termaktub
dalam Qur’an yang mulia
وَجَعَلْنَا بَعْضَكُمْ لِبَعْضٍۢ فِتْنَةً
Dan Kami jadikan sebahagian kamu cobaan bagi
sebahagian yang lain. (Q.S Al Furqon :25)
وَكَذَٰلِكَ فَتَنَّا بَعْضَهُم بِبَعْضٍۢ
Dan demikianlah telah Kami uji sebahagian mereka
dengan sebahagian mereka. (Q.S Al An ‘am :53) .
Dua
ayat yang mulia ini Allah Ta’ala mengabarkan sebagian kita terhadap sebagian
yang lain menjadi fitnah. Manusia akan dilanda fitnah melalui saudara – saudara
mereka sendiri , tak lepas juga Ahlus Sunnah akan tertimpa pula fitnah. Dan
fitnah bertambah dahsyat dengan bertambahnya waktu.
Dalam hadits Amru bin Ash disebutkan :
Umat kamu ini kebaikannya
di jadikan pada awalnya , akhir umat ini akan di timpa musibah dan perkara –
perkara yang kamu ingkari. Hadits
riwayat Muslim Abdullah bin Mas’ud berkata : Demi Allah Sesungguhnya aku tahu
bahwa kemarin lebih baik daripada hari ini, dan hari ini lebih baik dari besok.
(Hadits riwayat Ath Thobari).
Karena pada saat ini
hidup di jaman fitnah maka hendaknya kita kembalikan urusan nya hanya kepada
Allah Subhanahu Wata’ala dengan
berpegang teguh pada perintahNya dan perintah nabiNya. Rasulullah Sallallohu
‘alaihi Wasallam bersabda : Aku tinggalkan pada kalian dua perkara yang jika
kalian berpegang teguh pada keduanya maka tidak akan sesat selamanya yaitu
Kitabulloh dan sunnah Rasululloh Sallallohu’alaihi wasallam.
Siapa diantara kalian
yang hidup sesudahku akan melihat perselisihan yang banyak maka wajib berpegang
taguh pada sunnahku dan sunnah Khulafaur rosyidin yang diberi petunjuk,
gigitlah dengan gigi geraham. ( H.R Abu Dawud ).
Ini adalah risalah
ringkas yang ditulis akhuna Abu Ukasyah Ilham Gorontalo berisikan cara bijak
menyikapi fitnah di kalangan Ahlus Sunnah. Aku memohon kepada Allah Subhanahu
Wata’ala dzat yang maha mulia agar membalasnya dengan kebaikan dan semoga
bermanfaat baginya dan bagi kaum muslimin terkhusus Ahlus Sunnah. Wal ‘ilmu
indallah wa billahit taufiq wa Shallallohu’ala muhammadin wa ‘ala ‘alihi wa
shohbihi ajma’in.
Mujahid
as salafi
Pengelola
www.millahmuhammad.blogspot.com
MUQADDIMAH PENULIS
Kami mendapati beberapa
berkomentar dalam fitnah ini, yang kami lihat mereka mau bersikap pertengahan
dalam fitnah ini , namun kami lihat pada perkataan nya masih ada sikap taqshir
dan guluw dan kecenderungan terhadap kelompok lain, dan masih terbawa sikap
ta’ashub dan kejahilan, dan mereka hanya membahas langsung pada inti masalah,
tanpa memberikan poin poin pengarahan sebelum masuk dalam masalah, agar dengan
pengarahan tersebut orang bisa bersikap diatasnya , dan agar orang memahami
kadar dirinya masing – masing,
jadi kami terdorong untuk andil memberikan pengarahan.
Mudah – mudahan
memberikan titik gambaran solusi dari fitnah tersebut dengan taufiq dan bantuan
dari Allah Subhanahu Wata’ala.
Abu Ukasyah Ilham
Gorontalo
( sebelumnya kami
nasehatkan pada diri ini dan saudara – saudara kami [1])Marilah
kita menyibukkan diri mempebaiki diri- diri kita dan keluarga- keluarga kita[2], dan
berdakwah di jalan Allah Subhanahu Wata’ala kepada orang – orang yang ada di
sekitar kita atau orang – orang yang bisa kita jangkau untuk menyampaikan
tauhid dan Sunnah[3],
Nabi Shalallohu’alaihi wasallam bersabda :
بَلِّغُوا عَنِّي وَلَوْأَيَةٌ
“Sampaikanlah dariku meskipun hanya satu
ayat”[4]
Orang yang berakal adalah
orang yang bisa menjaga dirinya tetap istiqomah diatas jalan Allah ketika
terjadi fitnah, dia tidak tersibukan mengurus perkara – perkara yang belum bisa
di jangkaunya, dia berdakwah memulai dengan perkara yang paling terpenting
kemudian yang penting lainnya. Nabi Shalallohu’alaihi Wasallam bersabda :
إِنَّ السَعِيْدَ لِمَنْ جُنِّبَ الفِتَنْ
Perlu di ketahui ! bahwa perkara Ulama saling
mentahdzir dan saling menghukumi itu bukan perkara baru, tapi sudah ada sejak
jaman para Aimmah terdahulu, fitnah Ulama itu akan berdampak negatif bagi para
pengikut mereka, sampai pada masa kita sekarang ini, namun bagi orang –orang
yang faham maka janganlah kemudian dia melibatkan orang – orang awam atau orang
– orang yang baru mengaji dan kenal dakwah, karena itu akan membuat mereka
bingung dan akhirnya lari dari dakwah, dan ini bertentangan dengan sabda Nabi
Shalallahu’alaihi Wasallam:
“Sesungguhnya kalian diutus untuk mempermudah (
dalam dakwah ) dan bukan mempersulit”.[6]
Beliau -shalallahu ‘alaihi wa sallam- juga
bersabda kepada Mu’adz dan Abu Musa yang mau dikirim berdakwah ke Yaman
“Bersatulah
kalian dalam dakwah dan jangan berselisih. Permudahlah dan jangan mempersulit,
berilah kabar gembira dan jangan membuat lari”.[7]
Inilah nasehat beliau-shalallahu ‘alaihi wa
sallam- kepada para Da’I secara umum.
Perkara
Ulama saling mentahdzir dan saling menghukumi itu memang bidang mereka , karena
ini masuk dalam BAB Jarh Wa Ta’dil , hendaknya kita berprasangka baik terhadap
mereka, karena mereka juga dalam mentahdzir bukan karena hawa nafsu atau karena
Ta’ashub atau pembelaan kelompok, namun karena kecemburuan mereka terhadap
agama ini , niat baik mereka ingin menjaga agama yang mulia ini,dan niat baik
mreka ingin menjaga Ummat dan menasehatinya, ini sikap yang harus kita
kedepankan terhadap para Ulama, jika mereka salah maka itu adalah ijtihad yang
mereka tetap mendapat pahala karena nya[8] ,
kecuali nampak dari mereka niat jahat dalam usaha tersebut, baru kita hukumi
sesuai dzohir nya.
Sekali
lagi untuk para da’I dalam fitnah ini , jangan kemudian melibatkan orang –
orang awam atau orang – orang yang baru ngaji ( kenal dakwah ) karena akal dan
pemahaman mereka belum bisa menjangkau fitnah ini, karena sahabat Ali bin
Abi Tholib –radliyallahu ‘anhu-berkata :
‘Sampaikanlah kepada manusia sesuai dengan kadar
akal – akal mereka “
Adapun jika hanya sekedar menghabarkan secara
umum bahwa telah terjadi fitnah Ulama fulan dengan Ulama fulan, dan memberikan
sedikit arahan kepada mereka, maka ini tidak mengapa, namun jangan kemudian
fitnah tersebut di jadikan saran untuk mengelompok. Sarana untuk tahazzub,
sarana untuk fanatik, membela ulama sana atau sini, membela Geng sana atau geng
sini. Inilah bukanlah tujuan syari’at , ini bukanlah tujuan dakwah, tetapi ini
adalah Manhaj Perang, Manhaj Partai, Manhaj tahazzub. Wala Haula Wala Quwwata Illa Billah !
Ringkas
masalah, dalam fitnah ini orang – orang yang menyikapi nya terbagi menjadi tiga
yaitu :
1). Orang – orang yang guluw
2). Orang – orang yang tafrith / taqshir /
meremehkan.
3). Muqtashid
/ orang – orang pertengahan.
Gologan yang pertama
yakni orang – orang yang ghuluw[9] adalah
orang – orang yang menjadikan fitnah ini sebagai sarana tahazzub , perpecahan
dan permusuhan , dan melibatkan orang – orang awam dan para thullab yang masih
baru, kemudian mendesak mereka untuk bersikap atau membela Ulama sana atau
sini.
Golongan yang kedua ,
yakni orang – orang yang taqshir[10],
meremehkan tidak mau tahu dengan fitnah Ulama, alergi dengan fitnah Ulama,
berprasangka buruk terhadap Ulama , menyangka bahwa dalam fitnah ini Ulama
membuat fitnah, Ulama membuat perpecahan, Ulama tidak faham kondisi , Ulama
tidak hikmah, mereka tidak mau tahu dan berprasangka buruk terhadap fitnah ini.
Adapun Golongan Muqtashid
[11]yakni orang
– orang yang selamat ketika terjadi fitnah , mereka tidak ghuluw dan tidak
taqshir , mereka tetap berprasangka baik terhadap Ulama, dan mereka tetap
mendo’akan para Ulama dengan kebaikan[12] , tidak
terpengaruh dengan fitnah, dan tidak membuat masalah jadi rumit, tidak membuat
masalah menjadi besar, tidak memperkeruh masalah , mereka tetap istiqomah berdakwah
di jalan Allah , menyampaikan perkara – perkara yang bermanfaat tentang tauhid
dan sunnah dengan cara hikmah, mereka tidak melibatkan orang – orang yang baru
ngaji ( kenal dakwah ) mereka tidak mendesak orang lain untuk bersikap dalam
fitnah ini, mereka saling menasehati sesama untuk sibuk mengurus aib diri
sendiri dan keluarga, semua itu bukan karena sikap meremehkan fitnah yang
terjadi di kalangan Ulama , namun mereka menjaga jangan sampai ketika terlibat
dalam fitnah tersebut sehingga menyebabkan muncul fitnah baru yang lebih besar,
seperti yang terjadi di kalangan para ustadz , akibat terlibat dalam fitnah
akhirnya di cela, di fitnah , di hukumi di tahdzir, di bongkar aibnya. Padahal
kita diperintah menyembunyikan aib kita setelah bertaubat. Namun dengan sebab
kita masuk dalam fitnah ini, kita mentahdzir yang dengan itu orang lain
membalas dengan membongkar aib kita yang tidak pantas ditampakkan, yang
ujungnya menyebabkan orang lain tidak menerima nasehat kita, tidak menerima
kebenaran yang kita sampaikan.
Maka hendaknya Seorang
Dai merenungi hal ini, bisa jadi dia masuk dalam hadits :
“semua kesalahan ummatku akan diampuni kecuali
orang yang menampakkan maksiatnya terang – terangan.”[13]
Bukan
kita yang menampakkan secara langsung, tapi akibat perbuatan kita akhirnya
orang lain mengumbar – umbar aib kita. Makanya dalam hadits disebutkan :
“celakalah orang yang mencela kedua orang tuanya!
Yaitu orang mencela orang tua orang lain kemudian orang tersebut membalas
mencela orang tuanya.”[14]
Orang – orang yang
muqtashid mereka mengambil sikap diam dalam fitnah tersebut, jika mereka
menyikapi maka tidaklah mengomentari kecuali hanya sekedar memberikan arahan –
arahan yang bersifat umum, jika mereka terjun dalam fitnah mereka bersikap
bijaksana, berniat baik ingin mencari kebenaran dan berusaha membuat solusi,
sikap mereka terjun dalam fitnah tidaklah menimbulkan fitnah yang baru yang
lebih besar, yang mana kesemuanya itu mereka lakukan diatas dasar nasehat dan
keikhlasan dan diatas dasar sikap mengikuti Rasulullah –shalallahu ‘alaihi wa
sallam- dan mengikuti jejak para salafush shaleh, jauh dari sikap mengikuti
hawa nafsu dan fanatik. [15]
Orang
– orang yang ingin mengetahui dan mempelajari fitnah yaman, maka hendaknya
bersikap adil[16],
bijaksana, dan tatsabut. Jangan dia
mengikuti sesuatu yang dia tidak tahu tentangnya atau dia menghukumi sesuatu
yang belum jelas permasalahannya, karena hanya sekedar menerima berita dari
sepihak. Karena dalam menyikapi dua pihak yang bersengketa harus mengetahui
hujjah dari masing – masing pihak. Inilah yang dilakukan Rasulullah dan
dilakukan para Nabi –‘alaihim ash shalatu wa as salam-. Setelah dia mengetahui
duduk masalah dan mengetahui pihak mana yang benar. Maka dalam hal ini
berlakulah sabda Rasulullah –shalallahu ‘alaihi wa sallam-:
“tolonglah saudaramu yang dizhalimi atau yang
menzhalimi, adapun orang yang menzhalimi maka engkau mencegahnya dari berbuat
zhalim.”[17]
Jangan
kemudian dia memaksa dan mendesak orang lain untuk mengetahui dan mempelajari
fitnah ini, dengan perkataan “antum harus tahu dan mempelajari masalah ini,
antum harus bersikap!, jika antum tidak mencari kebenaran dalam hal ini maka
antm akan terseret pada hizbiyyah! Atau kalimat – kalimat yang senada, ujungnya
adalah memaksa dan mendesak orang harus bersikap, agar diketahui mana yang di
pihak sini dan mana yang di piak sana, seolah – olah perkara ini adalah yang
wajib diketahui dan dipelajari, serta akan menciderai ketsiqahan manhaj
seseorang. Bersambung insya Allah
[1]
Mengambil faidah dari firman Allah:
وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلًۭا مِّمَّن
دَعَآ إِلَى ٱللَّهِ وَعَمِلَ صَٰلِحًۭا
Siapakah
yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah,
mengerjakan amal yang saleh. ( QS. Fushhilat : 33 ) Tambahan dari pemberi catatan
kaki
[2]
Allah berfirman:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟
قُوٓا۟ أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًۭا
Hai
orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka. (
QS. At Tahrim : 06 )
[3]
Allah berfirman:
ٱدْعُ إِلَىٰ سَبِيلِ رَبِّكَ
بِٱلْحِكْمَةِ وَٱلْمَوْعِظَةِ ٱلْحَسَنَةِ ۖ وَجَٰدِلْهُم بِٱلَّتِى هِىَ
أَحْسَنُ ۚ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَن ضَلَّ عَن سَبِيلِهِۦ ۖ وَهُوَ
أَعْلَمُ بِٱلْمُهْتَدِينَ
Serulah
(manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan
bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih
mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih
mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. ( QS. An Nahl : 125 )
[4]
Hadits riwayat Bukhari dari sahabat Abdullah bin Amr bin Ash
[5]
Hadits riwayat Abu Dawud dalam sunannya di kitab al Fitan wal Malahim,
dishahihkan Syaikh al Albani dalam al Misykatul Mashabih 5405
[6]
Hadits Riwayat Bukhari dari Shahabat Abu Hurairah –radliyallahu ‘anhu- no 220
[7]
Hadits Riwayat Bukhari
Apabila seorang hakim
menghukumi suatu perkara, lalu berijtihad dan benar baginya dua pahala. Dan
apabila dia menghukumi suatu perkara, lalu berijtihad dan keliru, maka baginya
satu pahala. ( HR. Bukhari dan Muslim dari Amru bin Ash )
[9] Golongan ini dicela dalam al Qur’an dan
Hadits serta tidak sesuai dengan manhaj salaf. Allah berfirman:
يَٰٓأَهْلَ ٱلْكِتَٰبِ لَا
تَغْلُوا۟ فِى دِينِكُمْ وَلَا تَقُولُوا۟ عَلَى ٱللَّهِ إِلَّا ٱلْحَقَّ ۚ
Wahai
Ahli Kitab, janganlah kamu melampaui batas dalam agamamu, dan janganlah kamu
mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar. ( QS. An Nisa’ : 171 )
[10] Golongan ini juga merupakan makar syetan dan
bukan manhaj salaf. ( Mawaridul Amn 187 )
[11]
Inilah golongan yang beruntung dan manhaj Ahlus Sunnah berdiri diatasnya, allah
berfirman:
وَأَقْسِطُوٓا۟ ۖ إِنَّ ٱللَّهَ
يُحِبُّ ٱلْمُقْسِطِينَ
dan
berlaku adillah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. (
QS. Al Hujurat : 09 )
[12] Syaikh Abdul Muhsin
berkata: sepeninggal rasulullah –shalallahu ‘alaihi wa sallam- tiada seorangpun
yang ma’sum, begitu pula orang alim, diapun tidak akan leps dari kesalahan.
Seorang yang terjatuh dalam kesalahan, janganlah kesalahan itu digunakan untuk
menjatuhkan dirinya dan tidak boleh kesalahannya itu menjadi sarana untuk
membuka kejelekannya yang lain dan melakukan tahdzir terhadapnya….. sa’id bin
Musayyib berkata: seorang ulama’ , orang yang mulia, atau orang yang memiliki
keutamaan tidak akan luput dari
kesalahan. Akan- ---tetapi, barangsiapa yang keutamaannya lebih banyak dari
kekurangannya maka kekurangannya akan tertutup oleh keutamaannya.
Abdullah bin al Mubarak berkata:
apabila kebaikan seorang lebih banyak daripada kesalahannya maka kesalahannya
tidak dianggap. ( Siyaru A’lamin Nubala’ 8/352 ) ( mengambil faidah dari
risalah Rifqan Ahlas Sunnah bi Ahlis Sunnah, Syaikh Abdul Muhsin al Abbad )
[13]
Hadits riwayat Bukhari no 6069
[14]
Hadits riwayat Bukhari dari Amru bin Ash
[15]
Allah melarang hambaNya mengikuti hawa nafsu, sebagaiamana dalam firmanNya:
أَفَرَءَيْتَ مَنِ ٱتَّخَذَ
إِلَٰهَهُۥ هَوَىٰهُ وَأَضَلَّهُ ٱللَّهُ عَلَىٰ عِلْمٍۢ وَخَتَمَ عَلَىٰ
سَمْعِهِۦ وَقَلْبِهِۦ وَجَعَلَ عَلَىٰ بَصَرِهِۦ غِشَٰوَةًۭ فَمَن يَهْدِيهِ مِنۢ
بَعْدِ ٱللَّهِ ۚ أَفَلَا تَذَكَّرُونَ
Maka
pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya,
dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci
mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka
siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat).
Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?. ( QS. Al Jatsiyah : 23 )
[16]
Allah berfirman:
ٱعْدِلُوا۟ هُوَ أَقْرَبُ
لِلتَّقْوَىٰ
Berlakulah adil, karena adil itu lebih dekat kepada
ketaqwaan. ( QS. Al Maidah: 08 )
[17]
Hadits riwayat Bukhari dalam kitab shahihnya dari shahabat Anas bin Malik
–radliyallahu ‘anhu-