PERINGATAN SEORANG MUSLIM DARI KESESATAN PENULIS BUKU MILLAH IBRAHIM (seri V)
penulis: Dr. Asy Syeikh Abdul Aziz bin Royyis Ar Royyis
penerjemah: Mujahid as Salafiy
penulis: Dr. Asy Syeikh Abdul Aziz bin Royyis Ar Royyis
penerjemah: Mujahid as Salafiy
MUQODDIMAH PENERJEMAH
بسم الله الرحمن الرحيم
سلام عليكم ورحمة الله وبركاته.
الحمد لله حمداً كثيراً طيباً مباركاً فيه, كما يحب ربنا ويرضى, وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له, وأشهد أن محمداً عبده ورسوله.
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam”.(Ali ‘Imran: 102).
”Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan istrinya; dan daripada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturahmi. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.” (An Nisaa’: 1).
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar, niscaya Allah memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu. Dan barang siapa menaati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar”. (Al-Ahzab: 70-71)
Amma Ba’du... sesungguhnya sebenar-benar ucapan adalah Kitabullah ta’aladan sebaik-baik tuntunan adalah tuntunan Muhammad salallaahu ‘alaihi wa sallamserta seburuk-buruk urusan adalah yang diada-adakan, sedangkan setiap yang diada-adakan adalah bid’ah, dan setiap bid’ah adalah sesat serta setiap kesesatan adalah di neraka.
Setan senantiasa berupaya menggelincirkan manusia dari jalan Robbul ‘alamin dengan berbagai cara, diantaranya dengan cara menebarkan syubhat yang merasuki jiwa – jiwa yang lurus terkhusus kawula muda yang minim pengetahuan tentang agama dan memiliki semangat yang membara dalam memperjuangkan islam. Hal ini telah dia nyatakan dan diabadikan oleh Alloh dalam al Qur’an agar manusia berhati – hati , wapada serta berupaya agar tidak terperdaya:
قَالَ فَبِمَآ أَغْوَيْتَنِى لَأَقْعُدَنَّ لَهُمْ صِرَٰطَكَ ٱلْمُسْتَقِيمَ* ثُمَّ لَءَاتِيَنَّهُم مِّنۢ بَيْنِ أَيْدِيهِمْ وَمِنْ خَلْفِهِمْ وَعَنْ أَيْمَٰنِهِمْ وَعَن شَمَآئِلِهِمْ ۖ وَلَا تَجِدُ أَكْثَرَهُمْ شَٰكِرِينَ
Iblis menjawab: "Karena Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus, kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat). (QS. Al A’rof 07:16-17)
Dalam upaya membendung syubhat yang bertebaran terlebih di internet dan membungkam makar setan serta teman - temannya, karena tipu daya setan amatlah lemah, Alloh berfirman:
فَقَٰتِلُوٓا۟ أَوْلِيَآءَ ٱلشَّيْطَٰنِ ۖ إِنَّ كَيْدَ ٱلشَّيْطَٰنِ كَانَ ضَعِيفًا
sebab itu perangilah kawan-kawan setan itu, karena sesungguhnya tipu daya setan itu adalah lemah. (QS. An Nisa’ : 76)
maka dengan pertolongan Alloh kami menghadirkan kepada pembaca sebuah bantahan yang ditulis oleh Dr. Asy Syeikh Abdul ‘Aziz Bin Royyis ar Royyis untuk membantah tulisan Abu Muhammad Al Maqdisiy Ishom Burqowiy yang berjudul Millah Ibrohim yang mana kitab ini banyak menjadi pegangan para takfiriyyun bahkan di puji – puji oleh pemuda – pemuda Afghanistan.
Semoga beliau diberikan balasan oleh Alloh dengan balasan yang berlipat, menambahkan ilmu dan memanjangkan umur umur beliau guna menegakkan tauhid dan sunnah berdasakan pemahaman salaful ummah. Kami juga berdo’a agar tulisan ini bermanfaat, dapat membendung syubhat dan menjadi benteng kokoh terlebih bagi para salafiyyun. Amin yaa Mujibas Sailin
Penerjemah,
M u j a h i d A s S a l a f i y
(pengelolawww.millahmuhammad.blogspot.com)
---------------------------------------------------------------------------------------------
Kesalahan ke enam:
Dalam catatan kaki buku al Maqdisiy menunjukkan
kebodohannya terhadap hokum syar’I dan terhadap ucapan ulama’ nejd, dia
berkata: Faidah
penting yang membongkar (kesesatan) ulama-ulama pemerintah: ketahuilah semoga
Allah menjaga kami dan engkau dari talbis kaum mulabbisin (para pembuat
pengkaburan dien) – sesungguhnya apa yang dilakukan oleh banyak orang-orang
jahil – meskipun mereka itu digelari dengan gelar Syaikh dan mengaku sebagai
pengikut salafiyyah – berupa penyebutan banyak dari thaghut-thaghut zaman ini
dengan sebutan amirul mukminin atau imamul muslimin… dengan cara seperti ini
mereka hanya mengikuti manhaj Khawarij dan Mu’tazilah dalam hal tidak
memperhatikan syarat Quraisy untuk Al Imam … silakan rujuk hal itu dalam shohih
Al Bukhari kitab Al Ahkam Bab Al Umara min Quraisy, dan yang lainnya dari kitab
As Sunnah, Al Fiqh, dan Al Ahkam As Sulthaniyyah, karena hal itu adalah
terkenal dan tak akan susah payah dalam merujuknya. Al Hafid Ibnu Hajar dalam
Al Fath menukil perkataan Al Qadli ‘Iyadl: “Pensyaratan status imam dari
Quraisy adalah madzhab para ulama seluruhnya dan mereka menilainya sebagai
masalah-masalah yang telah di ijmakan, dan beliau tidak menukil penyelisihan
dari seorang salaf pun dalam hal ini dan begitu pula orang-orang yang setelah
mereka di seluruh negeri, Beliau berkata: “Dan tidak usah dianggap ungkapan Khawarij dan orang-orang
yang sepaham dengan mereka dari kalangan Mu’tazilah.” (31/91)
Kemudian saya
melihat Syaikh Abdullah Aba Buthain – sedang beliau adalah tergolong ulama
dakwah najdiyyah – membantah terhadap sebagian orang-orang yang komplein lagi
mengingkari penggelaran Syaikh Muhammad Ibnu Abdil Wahhab – dan Abdul Aziz Ibnu
Muhammad Ibnu Su’ud dengan gelar (laqab) Al Imam, sedangkan keduanya bukan dari
Quraisy… Beliau berkata: “Muhammad Ibnu Abdil Wahhab rahimahullah tidak pernah
mengklaim sebagai imam umat ini, namun beliau adalah hanya alim (orang berilmu)
yang mengajak pada petunjuk dan berperang di atasnya, dan beliau pada masa
hidupnya tidak pernah diberi gelar dengan sebutan Al Imam, begitu juga Abdul
Aziz Ibnu Muhammad Ibnu Suud. Tidak seorangpun diantara mereka selama hidupnya
dinamakan Al Imam, dan hanya terjadi penamaan orang yang menjabat sebagai Al
Imam setelah kematian mereka berdua“. Lihat Ad Durar juz Al Jihad hal :240 -selesai penukilan-(hal 53-54)
( Ucapan ini juga diucapkan al Maqdisiy dalam makalahnya yang judul
terjemahannya “Bahaya para Pengklaim Salafiy yang berloyalitas terhadap Thogut
Hukum penghati – hatian Manusia dari firqoh jaamiyyah dan madkholiyyah”, bagi
yang ingin mengetahui bantahannya silahkan lihat tulisan kami yang berjudul
“Guntur Menyembar atas Abu Muhammad al Maqdisiy yang kurang Ajar”,pent )
Komentar kami ( Syeikh ar Royyis ):
dalam ucapan ini ( aku bantah ) 3 perkara:
- Syarat
pemimpin harus dari qurosiy adalah ketika dalam keadaan kuat adapun ketika
dalam keadaan lemah maka syarat ini tidak berlaku hal ini berdasarkan
ijma’ sebagaimana aku jelaskan ijma’ Ahlul ilmi dalam bantahanku terhadap
abu Muhammad al Maqdisiy yang berjudul “Tabdid Kawasyifil ‘Anid Fii
Takfirihi liidaulatit Tauhid”, oleh karena itu yang menyelisihi mu’tazilah
dan khowarij yaitu ketika kuat dan tidak ketika lemah.
- Telah
dia nukil dari ucapan Syeikh Abu Buthoin dia berprasangka ketika Syeikh
berkata dengan prasangka tidak ada baiah dan tidak ada pemimpin selain
dari Quroisy, inilah kebodohan al Maqdisiy terhadap ucapa Syeikh Abu
Buthoin -rohimahulloh- bahkan ucapan Syeikh Abu Buthoin diatas telah nyata
penyebutan pemimpin terhadap kedua Imam Muhammad bin Abdul Wahhab dan
Abdul Aziz Ibnu Su’ud (sebagaimana dalam ucapan beliau: tetapi penyebutan
imam itu muncul setelah beliau berdua wafat, pent) dan makna ucapan
beliau adalaha bahwa Syeikh Muhammad bin Abdul Wahhab dan Abdul Aziz Ibnu
Su’ud tidak menyebut dirinya sebagai pemimpin (akan tetapi manusia yang
menyebutnya, pent).
- (
aku nukilkan ) pengikraran salah satu Ulama’ Nejd secara ilmu dan hokum,
bahwa Imam Abdul Aziz Ibnu Su’ud menyetujui Ulama’ Sunnah dalam menta’ati
pemerintah meskipun selain Quroisy, (hal ini dapat dilihat) ketika beliau
ditanya ” apakah kepemimpinan selain quroisy itu dianggap sah??”
Beliau
menjawab: kebanyakan Ulama’ menganggap tidak sah jika hal itu memungkinkan
adapun jika tidak memungkinkan mereka bersepakat berbai’ah kepada pemimpin,
atau bersepakat atasnya Ahlul Halli wal Aqdi atas sahnya kepemimpinannya dan
wajib berbai’at atasnya dan tidak dibenarkan keluar darinya. Inilah yang shohih
berdasarkan Hadits – hadits yang shohih, sebagaimana sbada Nabi Muhammad
sholallohu ‘alaihi wa sallam: wajib atas kalian mendengar dan ta’at, meskipun
yang memerintah kalian adalah budak dari Habasiy… al Hadits ( ad Durorus
Saniyyah 6/9 )
Kesalahan ke tujuh:
Tidak dapat membedakan antara
perbuatan yang menyebabkan kekafiran dengan sendirinya dengan perbuatan yang
menyebabkan kekafiran kerena sebab lain. Dan dia telah berprasangka bahwa
perbuatan shahabat Hatib bin Abi Baltho’ah menyebabkan kekafiran dengan
sendirinya, seraya dia berkata: Maka
diketahuilah dari ini semuanya bahwa kita ditugaskan dalam mu’amalah-mu’amalah
kita dan putusan-putusan kita di dunia berdasarkan dhahir bukan dengan bathin.
Dan ini termasuk karunia Allah ‘Azza wa Jalla atas kita, karena kalau tidak
(demikian) tentulah Islam dan pemeluknya menjadi bahan mainan dan bahan
ketawaan bagi setiap intel, orang busuk dan zindiq.
Dan termasuk masalah ini pula
kisah Hathib dan apa yang beliau perbuat pada tahun penaklukan (Mekkah). Maka
hukum asal adalah dihukumi berdasarkan dhahir orang yang melakukan seperti
perbuatannya dengan (vonis) kafir dan kaum muslimin memberlakukan atasnya apa
yang dituntut berdasarkan dhahirnya berupa hukum-hukum di dunia seperti dibunuh
dan ditawan. –selesai penukilan-
Sungguh aku ( Syeikh Royyis )
telah menjelaskan bantahan kitab atas ucapan al Maqdisiy ini dalam kitab saya “
Tabdid Kawasyifil ‘anid ” bahwasanya perbuatan Hatib rodliyallohu ‘anhu tidaklah
dihukumi kafir dengan sendirinya melainkan harus adanya indikasi lain yang
menyebabkan kekafiran dan meniadakan kekafiran beliau. Karena Nabi Muhammad
sholallohu ‘alaihi wa sallam sendiri merincinya, oleh karena itu tentu (kita)
membedakan antara perbuatan yang menyebabkan kekafiran dengan sendirinya dengan
perbuatan yang menyebabkan kekafiran karena sebab lain.
Kesalahan ke delapan:
Diantara
kebodohan al Maqdisiy bahwa dia memastikan perbuatan shahabat hatib
rodliyallohu ‘anhu jatuh dalam kekafiran , padahal tidaklah kafir sebab nabi
sholallohu ‘alaihi wa sallam mensetujui perbuatannya, seraya dia berkata:
renungkanlah sabda Nabi sholallohu ‘alaihi wa sallam dalam riwayat al Bukhori “Sungguh
dia telah jujur pada kalian.” Sungguh Ash Shahabiy Al Badriy ini telah
dikecualikan oleh Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam dan diberikan Tazkiyah,
serta diberikan kesaksian akan kejujuran jiwa dan bathinnya dan bahwa ia tidak
melakukan hal itu sebagai bentuk riddah dan kuffur, akan tetapi itu dosa besar
darinya yang diampuni karena statusnya sebagai sahabat yang ikut perang Badar….
Maka apakah diantara orang-orang yang meremehkan keberadaan muwalaatul kuffar
lagi berupaya berdalih dengan kisah Hathib, apakah diantara mereka pada hari
ini di muka bumi ini ada orang yang ikut perang Badar yang mana Allah telah
meninjau hatinya, supaya mereka menjadikan perbuatan ini sebagai dosa besar
secara muthlaq begitu saja, mereka mengenteng-enteng di dalamnya dan
berjatuhan…?
Dan kami tidak melontarkan
pertanyaan ini kecuali setelah kami mengetahui kejujuran hati mereka dan
(mengetahui) bahwa mereka tidak melakukan hal itu sebagai riddah dan kufur. Dan
tanpa batasan-batasan ini maka masalahnya menjadi ngawur…, dari mana kita mengetahui
setelah putusnya wahyu kejujuran hati mereka dan bathinnya, dan siapa yang
memberikan tazikyah buat mereka dan menjadi saksi di hadapan kita setelah
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam akan hal itu. Ini adalah penghalang
dari penghalang-penghalang (mawani’) kufur yang bathin (tersembunyi) lagi tidak
nampak, dan setelah putusnya wahyu kita tidak di bebani dengannya.
( Syeikh Royyis berkata ): ucapan
ini tiada lain melainkan hanya diucapkan orang yang lalai atau orang bodoh,
yang demikian itu dapat ditinjau dari dua perkara:
1.
Bahwasanya
perbuatan kafir itu menunjukkan kafir secara zhohir dan batin, mana mungkin
perbuatan menunjukkan kekafiran secara nyata akan tetapi tidak kafir secara
batin, dengan sebab rosululloh mensetujuinya????! Akan tetapi yang benar bahwa
kufur zhohir menyebabkan kufur batin kecuali Murji’ah, lain halnya jika
dikatakan: sesungguhnya perbuatan Hatib rodliyallohu ‘anhu berbuat kekafiran
secara jelas akan tetapi tidak kafir batinnya karena dia orang yang berta’wil
sedangkan orang yang berta’wil itu terhalangi pengkafirannya.
Akan tetapi permasalahnannya
tidak seperti itu sebagaimana telah aku jelaskan dalam kitabku “ Tabdid
Kawasyifil Anid ” kemudian jika yang demikian itu adalah perbuatan doasa besar
yang menyebabkan kekafiran akan teatpi tidak dikafirkan karena sebab beliau
berta’wil sedangkan ta’wil itu adalah penghalang dari kekafiran dan dosa.
2.
Seseungguhnya
perbuatan beliau tidaklah menyebabkan kekafiran secara sendirinya akan tetapi
harus adanya rincian, setelah dirinci dijelaskan maka jelaslah bahwa itu adalah
perbuatan haram lagi berdosa akan tetapi tidak meyebabkan kekafiran, dan
perbuatan dosa besar beliau telah diuzhur oleh Nabi sholallohu ‘alaihi wa
sallam dengan sebab belaiu adalah shahabat yang menghadiri perang badar dan
dengan pembenaran beliau atas perbuatannya yang merupakan dosa yang tidak
menyebabkan kekafiran, hal ini sebagaimana aku menukilnya dari Imam Asy Syafi’I
dalam bantahannku terhadap al Maqdisiy dalam kitab “ Tabdid Kawasyifil Anid ,
maka hendaknya anda melihatnya!.