MENGUNGKAP KETERGELINCIRAN ABU
SULAIMAN AMAN ABDUR ROHMAN DALAM PERMASALAHAN UDZUR KARENA KEJAHILAN
Oleh: Mujahid As Salafiy
Pengelola www.millahmuhammad.blogspot.com
Setan senantiasa berupaya menggelincirkan
manusia dari jalan Robbul ‘alamin dengan berbagai cara, hal ini telah dia
nyatakan dan diabadikan oleh Alloh dalam al Qur’an agar manusia berhati – hati ,
wapada serta berupaya agar tidak terperdaya:
قَالَ فَبِمَآ أَغْوَيْتَنِى لَأَقْعُدَنَّ لَهُمْ صِرَٰطَكَ ٱلْمُسْتَقِيمَ* ثُمَّ لَءَاتِيَنَّهُم مِّنۢ بَيْنِ أَيْدِيهِمْ وَمِنْ خَلْفِهِمْ وَعَنْ أَيْمَٰنِهِمْ وَعَن شَمَآئِلِهِمْ ۖ وَلَا تَجِدُ أَكْثَرَهُمْ شَٰكِرِينَ
Iblis menjawab: "Karena Engkau telah
menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari
jalan Engkau yang lurus, kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan
dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan
mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat). (QS. Al A’rof 07:16-17)
Diantara
bentuk ketergelinciran yaitu apa yang telah ditulis oleh Aman Abdur Rohman seputar
peniadaan udzur jahil bagi pelaku syirik akbar yang berjudul “Mu’taqoduna fii
‘Adamil Udzri bil Jahli fiisy Syirkil akbar”
“معتقدنا في
عدم العذر بالجهل في الشرك الأكبر”
Yang telah kami temui di salah satu website
kebanggaan para takfiriyyun, sudah suatu
hal yang lumrah agar ketergelinciran tersebut dijelaskan dan dibenahi agar
manusia tidak ikut tergelincir karenannya dan sebagai wujud inkarul munkar. Kami
memohon pada Alloh agar memberikan manfaat pada Kami dan Kaum Muslimin yang
membaca tulisan ini dan menjadikannya sebagai amal sholeh. Amin yaa mujibas
sailiin
I.
HAL – HAL YANG PERLU
DIPERHATIKAN
Dan
sebelumnya kami akan memberi beberapa faedah yang semoga bermanfaat,
- Pentingnya
ilmu sebelum berkata dan beramal, terlebih dalam masalah takfir, tabdi’
dan tafsiq.
Alloh
berfirman:
مَّا يَلْفِظُ مِن
قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌۭ
Tiada suatu ucapan pun
yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu
hadir. (QS. Qoof 50:18)
Sesungguhnya seorang hamba
berbicara tentang sesuatu perkataan yang dia tidak memiliki kejelasan padanya,
maka dia akan tergelincir di neraka lebih jauh dari apa-apa yang diantara
timur. (HR. Bukhori)
Syeikh
Sulaiman Bin Samhan mengatakan: Sungguh sangat mengherankan, para orang bodoh
berbicara permasalahan Takfir akan tetapi mereka tidak sampai dan tidak memiliki ilmu
tentangnya. (Minhaju Ahlil Haqqi wal Ittiba’ 80)
- Jangan
meninggalkan penjelasan para Ulama’ Robbaniyyun
Berapa
banyak para pelaku takfir yang serampangan memvonis takfir seseorang
dikarenakan meninggalkan penjelasan Ulama’ Robbani dalam memahami kitab,
terlebih kitab Majmu’atut Tauhid. Kita tahu khowarij dahulu telah sesat
dikarenakan mengambil zhohir nash Al Qur’an, padahal al Qur’an adalah mulia dan
paling benarnya ucapan karena berasal dari Robb semesta alam. Lalu bagaimana
dengan orang yang hanya mengambil zhohir dari kitab – kitab, padahal dalam
kitab – kitab tersebut terdapat hadits – hadits dloif, muthlaq-muqoyyad,
umum-khusus dan nasakh-mansukh.
Karenanya penjelasan Ulama’ Robbaniy sangat berarti dalam hal ini.
Kebodohan
adalah penyakit yang menyakitkan, sedangkan obatnya
Adalah dua perkara yang tersusun
lagi terkumpul didalamnya
Nash
dari al qur’an dan Sunnah
Dan Tabibnya adalah ‘Alim Robbaniy
(Syair
Ibnul Qoyyim, dinukil dari kitab fathul Majid hlm, 416)
- Permasalahan
Udzur jahil adalah khilaf dikalangan Ulama’ Ahlus Sunnah.
Syeikh
Muqbil bin Hadi Al Wadi’I berkata: Udzur bil Jahl (udzur karena sebab
kebodohan) adalah permasalahan khilafiyyah diantara ahlus Sunnah, sedangkan
yang berselisih tidak boleh dihukumi (Ahlul Bid’ah). (Ghorotul Asyrithoh 2/448)
Tidak boleh pula Ulama’ yang menetapkan adanya
udzur dengan sebab kebodohan disebut sebagai Murji’ah, karena: Murji’ah
mengkafirkan perbuatannya saja tanpa disertai pelakunya, sedangkan Ahlus Sunnah
mengkafirkan pelaku dan perbuatannya setelah terpenuhi syarat – syaratnya dan
dihilangkan syubhat - syubhatnya. (Jawabi Liba’dlil Fudlola’ 22)
Untuk lebih jelasnya dalam masalah ini silahkan
melihat al Udzr bil Jahli fiisy Syirkil Akbar laisa amron Mujma’an ‘alaihi
‘inda Ahlis sunnah yang ditulis Abu Ibrohim al Atsariy.
II.
KETERDELINCIRAN
AMAN ABDUR ROHMAN DAN PELURUSAN
بسم الله الرحمن الرحيم الحمد لله رب العالمين والصلاة والسلام
على المبعوث رحمة للعالمين وبعد:
بناء على طلبكم وبيانا لمعتقدي فأقول:
أولا : لا عذر في الشرك الأكبر بالجهل أو التأويل أو الاجتهاد
أو التقليد , لاسيما في هذا الزمان حيث توفرت وسائل الإعلام المتنوعة.
Aman mengatkan: berdasarkan
atas pertanyaan kalian dan pernyataan kami tentang keyakinan saya, maka aku
katakana:
Pertama: tidak ada udzur
dalam masalah syirik akbar baik karena kebodohan, ta’wil, ijtihad atau taqlid.
Terutama pada zaman ini yang mana prasarana mengetahui keislaman sangat
beragam.
Kita luruskan: Sebagaimana
pada keterangan yang telah lalu bahwa udzur jahil dalam masalah syirik akbar
adalah permasalahan khilaf diantara ulama’ dan tidak boleh yang menyelisihi
dihukumi sebagai ahlul bid’ah dan semacamnya, meskipun pada zaman ini. karena itu dalam permasalahan ijtihadiyyah, maka
sudah barang tentu ada udzur.
Syeikh
Muhammad bin Sholeh al Utsaimin mengatakan: akan tetapi seseoran itu diterima
udzurnya jika muncul suatu bid’ah darinya karena sebab ta’wil dan tujuan yang
baik. Saya buat satu contoh dengan dua imam Hafidz yang menjadi pegangan
lagi terpercaya ditengah – tengah kaum muslimin yaitu An Nawawi dan Ibnu hajar.
An
Nawawi , kita tidak ragu sama sekali bahwa beliau adalah seorang pemberi
nasehat, beliau memiliki jasa – jasa besar dalam islam……… akan tetapi beliau
melakukan kesalahan dalam hal menta’wil ayat – ayat sifat Alloh, dimana beliau
dalam hal ini meniti jalan para penta’wil, maka apakah kita mengatakan bahwa
beliau adalah seorang ahli bid’ah?!
Kita
katakan: ucapannya adalah bid’ah dan beliau bukan ahli bid’ah, karena pada
dasarnya beliau adalah penta’wil, jika beliau melakukan kesalahannya bersamaan
dengan ijtihadnya, maka beliau berpahala………kadang seseorang manusia mengatakan
satu kalimat kekufuran akan tetapi dia tidak kafir. (mengambil faedah dari
syarah al ar ba’in Nawawiyyah, syeikh Muhammad bin Sholeh al Utsaimin hadits ke
28)
Ya
akhi al karim, lihatlah sikap ulama’ Ahlus Sunnah terhadap orang yang salah
dalam berijtihad atau ta’wil, kemudian anda lihat dengan apa yang diucapkan
Aman Abdur Rohman diatas!, sungguh jelas sekali perbedaan aqidah Ahlus Sunnah
dengan aqidah aman Abdur Rohman.
وإن ٍسألتم : هل لك في هذا المعتقد دليل أو سلف أو إمام ؟
فقلت لكم: نعم, فهذه الأدلة من القرآن والسنة وأقوال الأئمة
وإجماعهم والقياس:
Aman mengatakan:
jika kalian bertanya “apakah dalam keyakinan ini anda memiliki dalil atau
pendahulu atau imam”? maka aku katakana pada kalian: ya, dalam masalah ini
terdapat dalil – dali dari al Qur’an, hadits, perkataan Ulama’, Ijma’ serta
Qiyas.
Kita luruskan: Ini
adalah ketergelinciran Aman Abdur Rohman yang kedua, menganggap masalah tidak
adanya udzur jahil dalam syirik merupakan ijma’ (kesepakatan ulama’), padahal
jelas – jelas perkara ini adalah perkara khilaf dikalangan ahlus Sunnah dan
bukan Ijma’.
Syeikh Muhammad bin
Sholeh al Utsaimin mengatakan: perselisihan (dikalangan ulama’) dalam masalah
udzur bil jahl ibarat seperti perbedaannya dalam masalah perselisihan fiqqiyyah
ijtihadiyyah. (Majmu’ Fatawa wa Rosail 2/130)
Begitu pula syeikh
bin Baz-pun menetapkan adanya khilaf dalam hal ini, sebagaimana muqoddimah
beliau dalam kitab “Sa’atu rohmati Robbul ‘alamin”.
Amat bagus sekali
apa yang diucapkan al ‘alamah Shiddiq Hasan Khon bahwa beliau menyatakan:
Telah terjadi
kecerobohan yang keterlaluan dalam penukilan adanya ijma’, sampai – sampai
orang yang tidak berbekal ilmu madzhab-madzhab para ulama’ pun bisa beranggapan
bahwa apa yang disepakatim oleh penganut madzhabnya, atau para ulama’ di
negerinya adalah ijma’, ini jelas bencana besar. Dengan sekedar pengakuan,
orang semacam ini telah menimbulkan bencana merata. Karena dia tak menyadari
bahwa para hamba Alloh akan tertimpa bahaya besar dengan penukilan riwayat
semacam itu yang memang tidak melalui proses yang teliti lagi penuh hati –
hati. (As Sirajul Wahhaj min Kasyfi Matholibi Shohih Muslim bin Hajj 1/3).
Semoga kita
diselamatkan Alloh dari ketergelinciran macam ini dan semoga dapat menjadi
bahan muhasabah bagi Aman Abdur Rohman.
أما القرآن فقوله تعالى: (( وإذ أخذ ربك من بني آدم من ظهورهم
ذريتهم وأشهدهم على أنفسهم ألست بربكم قالوا بلى شهدنا أن تقولوا يوم القيامة إنا كنا
عن هذا غافلين. أو تقولوا إنما أشرك آباؤنا من فبل وكنا ذرية من بعدهم أفتهلكنا بما
فعل المبطلون)).
Aman mengatakan: adapaun dalil dari al Qur’an, yaitu Firman Alloh
ta’ala:
Dan
(ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi
mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman):
"Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau
Tuhan kami), kami menjadi saksi". (QS. Al A’rof ayat 172)
Kita luruskan: Ayat ini tidak bisa diambil zhohirnya, karena para
ulama’ telah sepakat terhadap orang yang hidup pada masa islam akan tetapi ia
tinggal di tempat yang jauh dari pemukiman dan jauh dari ajaran Islam diberi
udzur karena kejahilannya dan tidak cukup hanya perjanjian awal yang ia lakukan
dengan Alloh pada saat dalam rahim.
Ibnu Taimiyyah berkata: betapa banyak manusia
hidup dalam suatu tempat dan masa yang terhapu/tidak tersisa di dalamnya
pengetahuan – pengetahuan tentang risalah kenabian, sehingga mereka tidak
mengetahui ajaran yang dibawa oleh Rosul yang Alloh mengutus dengannya berupa
al Kitab dan Sunnah, oleh sebab itu ia tidak dikafirkan. Sebagaimana pula para
Ulama’ telah sepakat bahwa siapapun yang hidup di tempat jauh dari ajaran islam
meskipun ia hidup di jaman islam, kemudian ia mengingkari hokum – hokum Alloh
yang Nampak lagi berurutan tidaklah dihukumi kafir sehingga ia mengetahui
ajaran yang dibawa Muhammad Sholallohu ‘alaihi wasallam. (Majmu’ fatawa 11/407)
قال أيضا نقلا عن البيضاوى قي أية الميثاق : لأن التقليد عند
قيام الدليل و التمكن من العلم لا يصلح عذرا . ” 329 “
Aman mengatakan:
begitu pula ucapan yang dinukil dari Baidlowi tentang ayat janji, beliau
berkata” bahwasanya taqlid setelah tegah hujjah dan sampainya ilmu maka
tidaklah diterima udzur”.
Kita luruskan: Ucapan
Baidlowi ini berbicara masalah orang yang taqlid padahal hujjah telah
ditegakkan, maka orang macam ini tidak diberi udzur adapun orang bodoh yang
belum tegak hujjah atasnya maka diberi udzur, berarti mafhum dari ucapan
beliau ini justru menetapkan adanya udzur bagi orang bodoh, hal lain yang
membuktikan bahwa beliau menetapkan adanya udzur bagi orang bodoh adalah beliau
mengatakan (ketika mentafsir surat al Baqoroh “janganlah kalian membuat
tandingan – tandingan terhadap Alloh, sedangkan kalian dalam keadaan mengetahui
”):
Maksud ayat ini
adalah sebagai penjelasan dan celaan bukan batasan dan hukum, karena orang pintar dan bodoh memiliki
kedudukan (yang berbeda) dalam segi ilmu(hukum) akan tetapi (keduanya) sama
dalam taklif (Tafsir Baidlowi 1/147)
وقال عبد الله أبا بطين بالمعنى: قال ابن جرير: وهذا يدل على
أن الجاهل غير معذور.” الدرر10/392.
Adalah kebiasaan
ahlul bid’ah berpegangan dengan fatwa yang muthlaq dan meninggalkan fatwa yang
rinci, syeikh Abu Buthoin sebenarnya mengudzur pelaku syirik akbar sebab
kebodohan.
tidak ada udzur
bagi seorangpun dengan sebab kebodohan dalam perkara- perkara ini (syirik) setelah
diutusnya dan tegaknya hujjah serta penjelasan atasnya meskipun dia tidak
paham. -Selesai penukilan- (Durorus Saniyyah 10/360)
jelas sekali bahwasanya Syeikh tidak
mengudzur orang bodoh yang telah tegak atasnya hujjah, adapun jika belum sampai
maka beliau mengudzurnya. Wallohu a’lam
وأما الأحاديث: فمنها حديث بني المنتفق وهو حديث صحيح ، فأتوا
النَّبِيّ عليه السلام وسألوه في حديث طويل عمن مات من أهل الفترة فقال النَّبِيّ عليه
السلام : ” لعمر اللَّه ما أتيت عليه من قبر عامري أو قرشي من مشرك فقل : أرسلني إليك
محمد فأبشرك بما يسوءك تجر على وجهك وبطنك في النار “([1])
هذا صريح واضح لا خفاء فيه حيث حكم على من مات من أهل الفترة
على الشرك بالنار, فهل هم إلا جهال؟
Aman
mengatakan: adapun dari hadits, diantaranya hadits Bani Muntafiq dan ia adalah
hadits Shohih. Dalam hadits yang panjang mereka bertanya pada Nabi sholallohu
‘alaihi wa sallam tentang ahlul Fathroh yang meninggal, maka beliau menjawab: bahwa
mereka adalah penghuni neraka*). Aman melanjutkan ucapannya: hadits ini jelas
sekali tentang hukuman atas ahlul fathroh yang meninggal dalam keadaan syirik
maka mereka dimasukkan neraka, bukankah mereka adalah bodoh?!
Kita
luruskan: hadits itu yang disinggung adalah kafir ashli sedangkan bahasan kita
bermuara pada sifat kekufuran yang dilakukan orang muslim, sedangkan orang
islam yang terjatuh dalam kekafiran tidaklah disebut sebagai kafir ashli. Jika
dikatakan: tidak ada beda antara keduanya, maka jawabnya adalah sebagaimana
yang dikatakan oleh Syeikh Abdul Latif bin abdur Rohman bin Hasan bin Syeikh
Muhammad bin Abdul Wahhab:
Orang –
orang yang beriabadah kepada (kuburan) Para Nabi, beribadah kepada Malaikat dan
orang-orang yang beribadah kepada (kuburan) orang – orang sholeh serta orang –
orang yang menjadikan tandingan – tandingan selain Alloh dalam hal ini
ma’ruf di kalangan ahlul ilmi dan telah disepakati atasnya bahwa orang yang
berbuat demikian dihukumi kafir lagi murtad setelah tegak atasnya hujjah,
dan para Ahlul Ilmi juga sepakat bahwa mereka tidak disebut kafir ashli
meskipun berbuat demikian. (Misbahuzh Zholam 22-23)
III. PERKATAAN – PERKATAAN
ULAMA’ TENTANG ADANYA UDZUR KEJAHILAN DALAM MASALAH SYIRIK AKBAR
Kami akhiri tulisan
ringkas ini perkataan – perkataan ulama’ yang menetapkan adanya udzur bagi
orang bodoh dalam syirik akbar agar semakin jelas bahwa permasalahan ini adalah
khilaf dikalangan Ulama’ Ahlus Sunnah dan yang menyelisihinya tidak boleh
disebut sebagai ahlul Bid’ah.
1.
Imam Asy – Syafi’I mengatakan: kami tidak
mengkafirkan seorang-pun kecuali telah sampai atasnya khobar (risalah).
(Thobaqot hanabilah 1/284)
2.
Syeikhul Islam Ibnu Taimiyyah mengatakan: kami telah mengetahui atas apa yang
dibawa oleh Rosululloh sholallohu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau tidak memperbolehkan
bagi ummatnya berdo’a kepada seorang-pun yang
telah mati, dari kalangan para Nabi, orang – orang sholeh atau selain
mereka. Tidak pula dengan lafadz istighotsah, isti’adzah atau yang lainnya.
Sebagaimana beliau juga melarang ummatnya sujud kepada orang yang telah mati
atau selainnya. Karena yang demikian itu merupakan kesyirikan yang Alloh dan Rosul-Nya
mengharamkannya. Tapi keadaan ini
berbeda bagi orang bodoh dan sedikitnya ilmu tentang agama ini yang mereka itu banyak
pada akhir - akhir ini, karena itu tidak boleh mengkafirkan mereka dengan
sebab yang demikian itu sehingga jelas bagi mereka apa yang telah dibawa
Rosululloh yang menyelisihi perbuatannya. (ar Roddu ‘alal Bakri 377)
3.
Syeikh Muhammad bin Abdul Wahhab mengatakan:
dan kami mengkafirkan orang yang melakukan Syirik kepada Alloh dalam masalah
uluhiyyah setelah kami menjelaskan baginya hujjah atasnya batalnya kesyirikan.
(Majmu’ Muallafat 3/34)
4.
Syeikh Hamd bin Ma’mar mengatakan: kami
tidaklah mengkafirkan seseorang kecuali orang yang telah mengetahui
kebenaran lagi tegak atasnya hujjah, dan diajak atasnya, akan tetapi dia tidak
menerimanya, congkak dan menentang.(Ad Durorus Saniyyah 2/20)
5.
Imam Abdul ‘Aziz bin Muhammad bin Su’ud
mengatakan: kami tidaklah mengkafirkan seseorang kecuali orang yang telah tegak
atsanya hujjah sedang dia paham tentang Tauhid dan tetapi menyemai perilaku
khowarij, paham kesyirikan tetapi
mencintainya serta pelakunya, dan mengajak serta mendorong manusia
mengerjakan kesyirikan. (Ad durorus Saniyyah 1/264)
6.
Syeikh Abdur Rozzaq ‘Afifi: mereka itu adalah
orang murtad jika telah ditegakkan atas mereka hujjah. (Fatawa wa Rosail 1/172)
7.
Syeikh Muqbil bin Hadi al Wadi’i: dan yang
Nampak bahwasanya ada udzur dalam kejahilan sebagaimana Firman Alloh:
وَمَا
كُنَّا مُعَذِّبِينَ حَتَّى نَبْعَثَ رَسُولا
dan Kami tidak akan mengazab sebelum Kami mengutus seorang rasul.
(QS. Al Isro’ ayat 15).
Ayat ini adalah dalil
adanya udzur karena kebodohan dan orang yang mengatakan tidak adanya udzur
karena kebodohan tidaklah memiliki dalil yang kuat….. aku nasehatkan agar
membaca apa yang ditulis Syeikh Amin Asy Syinqithiy dalam tafsirnya ketika
mentafsirkan”
وَمَا كُنَّا مُعَذِّبِينَ حَتَّى نَبْعَثَ رَسُولا” atau ketika
mentafsirkan “وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيُضِلَّ قَوْماً
بَعْدَ إِذْ هَدَاهُمْ حَتَّى يُبَيِّنَ لَهُمْ مَا يَتَّقُونَ” ……. Dan yang rojih adalah adanya udzur karena kebodohan. (Ghorotul
Asyrithoh 2/447-448)
*). Mohon
maaf hadits tidak kami terjemahkan karena kami anggap redaksinya rancu. Aman
abdur Rohman menyatakan hadits tersebut terdapat di musnad Imam Ahmad nomer
16251, tapi setelah kami cari tidak ada. Mungkin kelewatan atau pengetahuan
kami tentang hadits sangat minim???!