Asuransi
adalah istilah yang digunakan untuk merujuk pada tindakan, sistem, atau
bisnis dimana perlindungan finansial (atau ganti rugi secara finansial)
untuk jiwa, properti, kesehatan dan lain sebagainya mendapatkan
penggantian dari kejadian-kejadian yang tidak dapat diduga yang dapat
terjadi seperti kematian, kehilangan, kerusakan atau sakit, di mana
melibatkan pembayaran premi secara teratur dalam jangka waktu tertentu
sebagai ganti polis yang menjamin perlindungan tersebut. (Wikipedia)
Berbagai Alasan Terlarangnya Asuransi
Berbagai jenis asuransi asalnya haram baik asuransi jiwa, asuransi
barang, asuransi dagang, asuransi mobil, dan asuransi kecelakaan. Secara
ringkas, asuransi menjadi bermasalah karena di dalamnya terdapat riba, qimar (unsur judi), dan ghoror (ketidak jelasan atau spekulasi tinggi).
Berikut adalah rincian mengapa asuransi menjadi terlarang:
1. Akad yang terjadi dalam asuransi adalah akad untuk mencari keuntungan (mu’awadhot). Jika kita tinjau lebih mendalam, akad asuransi sendiri mengandung ghoror
(unsur ketidak jelasan). Ketidak jelasan pertama dari kapan waktu
nasahab akan menerima timbal balik berupa klaim. Tidak setiap orang yang
menjadi nasabah bisa mendapatkan klaim. Ketika ia mendapatkan accident
atau resiko, baru ia bisa meminta klaim. Padahal accident di sini
bersifat tak tentu, tidak ada yang bisa mengetahuinya. Boleh jadi
seseorang mendapatkan accident setiap tahunnya, boleh jadi selama
bertahun-tahun ia tidak mendapatkan accident. Ini sisi ghoror pada
waktu.
Sisi ghoror lainnya adalah dari sisi besaran klaim sebagai timbal
balik yang akan diperoleh. Tidak diketahui pula besaran klaim tersebut.
Padahal Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melarang jual beli yang mengandung ghoror atau spekulasi tinggi sebagaimana dalam hadits dari Abu Hurairah, ia berkata,
نَهَى رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَنْ بَيْعِ الْحَصَاةِ وَعَنْ بَيْعِ الْغَرَرِ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang dari jual beli
hashoh (hasil lemparan kerikil, itulah yang dibeli) dan melarang dari
jual beli ghoror (mengandung unsur ketidak jelasan)” (HR. Muslim no. 1513).
2. Dari sisi lain, asuransi mengandung qimar
atau unsur judi. Bisa saja nasabah tidak mendapatkan accident atau bisa
pula terjadi sekali, dan seterusnya. Di sini berarti ada spekulasi yang
besar. Pihak pemberi asuransi bisa jadi untung karena tidak
mengeluarkan ganti rugi apa-apa. Suatu waktu pihak asuransi bisa rugi
besar karena banyak yang mendapatkan musibah
atau accident. Dari sisi nasabah sendiri, ia bisa jadi tidak
mendapatkan klaim apa-apa karena tidak pernah sekali pun mengalami
accident atau mendapatkan resiko. Bahkan ada nasabah yang baru membayar
premi beberapa kali, namun ia berhak mendapatkan klaimnya secara utuh,
atau sebaliknya. Inilah judi yang mengandung spekulasi tinggi. Padahal
Allah jelas-jelas telah melarang judi berdasarkan keumuman ayat,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِنَّمَا
الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنْصَابُ وَالْأَزْلَامُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ
الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, maysir (berjudi),
(berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk
perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu
mendapat keberuntungan” (QS. Al Maidah: 90). Di antara bentuk maysir adalah judi.
3. Asuransi mengandung unsur riba fadhel (riba perniagaan karena adanya sesuatu yang berlebih) dan riba nasi’ah
(riba karena penundaan) secara bersamaan. Bila perusahaan asuransi
membayar ke nasabahnya atau ke ahli warisnya uang klaim yang disepakati,
dalam jumlah lebih besar dari nominal premi yang ia terima, maka itu
adalah riba fadhel. Adapun bila perusahaan membayar klaim sebesar premi yang ia terima namun ada penundaan, maka itu adalah riba nasi’ah (penundaan). Dalam hal ini nasabah seolah-olah memberi pinjaman pada pihak asuransi. Tidak diragukan kedua riba tersebut haram menurut dalil dan ijma’ (kesepakatan ulama).
4. Asuransi termasuk bentuk judi dengan taruhan yang terlarang.
Judi kita ketahui terdapat taruhan, maka ini sama halnya dengan premi
yang ditanam. Premi di sini sama dengan taruhan dalam judi. Namun yang
mendapatkan klaim atau timbal balik tidak setiap orang, ada yang
mendapatkan, ada yang tidak sama sekali. Bentuk seperti ini diharamkan
karena bentuk judi yang terdapat taruhan hanya dibolehkan pada tiga
permainan sebagaimana disebutkan dalam hadits Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ سَبَقَ إِلاَّ فِى نَصْلٍ أَوْ خُفٍّ أَوْ حَافِرٍ
“Tidak ada taruhan dalam lomba kecuali dalam perlombaan memanah, pacuan unta, dan pacuan kuda” (HR. Tirmidzi no. 1700, An Nasai no. 3585, Abu Daud no. 2574, Ibnu Majah no. 2878. Dinilai shahih
oleh Syaikh Al Albani). Para ulama memisalkan tiga permainan di atas
dengan segala hal yang menolong dalam perjuangan Islam, seperti lomba
untuk menghafal Al Qur’an dan lomba menghafal hadits. Sedangkan asuransi tidak termasuk dalam hal ini.
5. Di dalam asuransi terdapat bentuk memakan harta orang lain dengan jalan yang batil. Pihak asuransi mengambil harta namun tidak selalu memberikan timbal balik. Padahal dalam akad mu’awadhot (yang ada syarat mendapatkan keuntungan) harus ada timbal balik. Jika tidak, maka termasuk dalam keumuman firman Allah Ta’ala,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا
تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ
تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan
harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan
yang berlaku saling ridho di antara kamu” (QS. An Nisa’: 29). Tentu
setiap orang tidak ridho jika telah memberikan uang, namun tidak
mendapatkan timbal balik atau keuntungan.
6. Di dalam asuransi ada bentuk pemaksaan tanpa ada
sebab yang syar’i. Seakan-akan nasabah itu memaksa accident itu terjadi.
Lalu nasabah mengklaim pada pihak asuransi untuk memberikan ganti rugi
padahal penyebab accident bukan dari mereka. Pemaksaan seperti ini jelas
haramnya.
[Dikembangkan dari penjelasan Majlis Majma Fikhi di Makkah Al Mukarromah, KSA]
“Masa Depan Selalu Suram” Ganti dengan “Tawakkal”
Dalam rangka promosi, yang ditanam di benak kita oleh pihak asuransi adalah masa depan yang selalu suram. “Engkau bisa saja mendapatkan kecelakaan”, “Pendidikan anak bisa saja membengkak dan kita tidak ada persiapan”, “Kita bisa saja butuh pengobatan yang tiba-tiba dengan biaya yang besar”.
Itu slogan-slogan demi menarik kita untuk menjadi nasabah di perusahaan
asuransi. Tidak ada ajaran bertawakkal dengan benar. Padahal tawakkal
adalah jalan keluar sebenarnya dari segala kesulitan dan kekhawatiran
masa depan yang suram. Karena Allah Ta’ala sendiri yang menjanjikan,
وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ
مَخْرَجًا (2) وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ وَمَنْ يَتَوَكَّلْ
عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ
“Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan Mengadakan
baginya jalan keluar, dan memberinya rezki dari arah yang tiada
disangka-sangkanya. dan Barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah
niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya” (QS. Ath Tholaq: 2-3).
Tawakkal adalah dengan menyandarkan hati kepada Allah Ta’ala.
Namun bukan cukup itu saja, dalam tawakkal juga seseorang mengambil
sebab atau melakukan usaha. Tentu saja, sebab yang diambil adalah usaha
yang disetujui oleh syari’at. Dan asuransi sudah diterangkan adalah
sebab yang haram, tidak boleh seorang muslim menempuh jalan tersebut.
Untuk membiayai anak sekolah, bisa dengan menabung. Untuk pengobatan
yang mendadak tidak selamanya dengan solusi asuransi kesehatan. Dengan
menjaga diri agar selalu fit, juga persiapan keuangan untuk menjaga
kondisi kecelakaan tak tentu, itu bisa sebagai solusi dan preventif yang
halal. Begitu pula dalam hal kecelakaan pada kendaraan, kita mesti
berhati-hati dalam mengemudi dan hindari kebut-kebutan, itu kuncinya.
Yang kami saksikan sendiri betapa banyak kecelakaan terjadi di Saudi
Arabia dikarenakan banyak yang sudah mengansuransikan kendaraannya.
Jadi, dengan alasan “kan, ada asuransi”, itu jadi di antara
sebab di mana mereka asal-asalan dalam berkendaraan. Jika mobil rusak,
sudah ada ganti ruginya. Oleh karenanya, sebab kecelakaan meningkat bisa
jadi pula karena janji manis dari asuransi.
Ingatlah setiap rizki tidak mungkin akan luput dari kita jika memang
itu sudah Allah takdirkan. Kenapa selalu terbenak dalam pikiran dengan
masa depan yang suram? Dari Jabir bin ‘Abdillah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا اللَّهَ
وَأَجْمِلُوا فِى الطَّلَبِ فَإِنَّ نَفْسًا لَنْ تَمُوتَ حَتَّى
تَسْتَوْفِىَ رِزْقَهَا وَإِنْ أَبْطَأَ عَنْهَا فَاتَّقُوا اللَّهَ
وَأَجْمِلُوا فِى الطَّلَبِ خُذُوا مَا حَلَّ وَدَعُوا مَا حَرُمَ
“Wahai umat manusia, bertakwalah engkau kepada Allah, dan tempuhlah jalan yang baik dalam mencari rezeki, karena sesungguhnya
tidaklah seorang hamba akan mati, hingga ia benar-benar telah mengenyam
seluruh rezekinya, walaupun terlambat datangnya. Maka
bertakwalah kepada Allah, dan tempuhlah jalan yang baik dalam mencari
rezeki. Tempuhlah jalan-jalan mencari rezeki yang halal dan tinggalkan
yang haram” (HR. Ibnu Majah no. 2144, dikatakan shahih oleh Syaikh Al Albani).
Penutup
Dari penjelasan di atas tentu saja kita dapat menyimpulkan haramnya
asuransi, apa pun jenisnya jika terdapat penyimpangan-penyimpangan di
atas meskipun mengatasnamakan “asuransi syari’ah” sekali pun. Yang kita
lihat adalah hakekatnya dan bukan sekedar nama dan slogan. Seorang
muslim jangan tertipu dengan embel syar’i belaka. Betapa banyak orang
memakai slogan “syar’i”, namun nyatanya hanya sekedar bualan.
Nasehat kami, seorang muslim tidak perlu mengajukan premi untuk
tujuan asuransi tersebut. Klaim yang diperoleh pun jelas tidak halal dan
tidak boleh dimanfaatkan. Kecuali jika dalam keadaan terpaksa
mendapatkannya dan sudah terikat dalam kontrak kerja, maka hanya boleh
memanfaatkan sebesar premi yang disetorkan semacam dalam asuransi
kesehatan dan tidak boleh lebih dari itu. Jika seorang muslim sudah
terlanjur terjerumus, berusahalah meninggalkannya, perbanyaklah
istighfar dan taubat serta perbanyak amalan kebaikan. Jika uang yang
ditanam bisa ditarik, itu pun lebih ahsan (baik).
Catatan: Asuransi yang kami bahas di atas adalah
asuransi yang bermasalah karena terdapat pelanggaran-pelanggaran
sebagaimana yang telah disebutkan. Ada asuransi yang disebut dengan asuransi ta’awuni yang di dalamnya hanyalah tabarru’at
(akad tolong menolong) dan asuransi seperti ini tidaklah bermasalah.
Barangkali perlu ada bahasan khusus untuk mengulas lebih jauh mengenai
asuransi tersebut. Semoga Allah mudahkan dan memberikan kelonggaran
waktu untuk membahasnya.
Wallahu waliyyut taufiq was sadaad.
Referensi: Akhthou Sya-i’ah fil Buyu’, Sa’id ‘Abdul ‘Azhim, terbitan Darul Iman.