Blogger templates

Makna Tauhid Asma’ Wa Sifat


oleh: Dr.Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al fauzan

A. Makna Tauhid Asma’ Wa Sifat

Yaitu beriman kepada nama-nama Allah dan sifat-sifatNya, sebagaimana yang diterangkan dalam Al-Qur’an dan Sunnah RasulNya Shallallaahu alaihi wa Salam menurut apa yang pantas bagi Allah Subhannahu wa Ta’ala, tanpa ta’wil dan ta’thil, tanpa takyif, dan tamtsil, berdasarkan firman Allah Subhannahu wa Ta’ala : “Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (Asy-Syura: 11)

Allah menafikan jika ada sesuatu yang menyerupaiNya, dan Dia menetapkan bahwa Dia adalah Maha Mendengar dan Maha Melihat. Maka Dia diberi nama dan disifati dengan nama dan sifat yang Dia berikan untuk diriNya dan dengan nama dan sifat yang disampaikan oleh RasulNya. Al-Qur’an dan As-Sunnah dalam hal ini tidak boleh dilanggar, karena tidak seorang pun yang lebih mengetahui Allah daripada Allah sendiri, dan tidak ada sesudah Allah orang yang lebih mengetahui Allah daripada RasulNya.

Maka barangsiapa yang meng-ingkari nama-nama Allah dan sifat-sifatNya atau menamakan Allah dan menyifatiNya dengan nama-nama dan sifat-sifat makhlukNya, atau men-ta’wil-kan dari maknanya yang benar, maka dia telah berbicara tentang Allah tanpa ilmu dan berdusta terhadap Allah dan RasulNya.

Allah Subhannahu wa Ta’ala berfirman: “Siapakah yang lebih zalim daripada orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah?” (Al-Kahfi: 15)

B. Manhaj salaf (para sahabat, tabi’in dan ulama pada kurun waktu yang diutamakan) dalam hal asma’ dan sifat allah.

Yaitu mengimani dan menetapkannya sebagaimana ia datang tanpa tahrif (mengubah), ta’thil (menafikan), takyif (menanyakan bagaimana) dan tamtsil (menyerupakan), dan hal itu termasuk pengertian beriman kepada Allah.

Syaikh Ibnu Taimiyah berkata: “Kemudian ucapan yang menyeluruh dalam semua bab ini adalah hendaknya Allah itu disifati dengan apa yang Dia sifatkan untuk DiriNya atau yang disifatkan oleh Rasul-Nya, dan dengan apa yang disifatkan oleh As-Sabiqun Al-Awwalun (para generasi pertama), serta tidak melampaui Al-Qur’an dan Al-Hadits.

Imam Ahmad Rahimahullaah berkata, Allah tidak boleh disifati kecuali dengan apa yang disifati olehNya untuk DiriNya atau apa yang disifatkan oleh RasulNya, serta tidak boleh melampaui Al-Qur’an dan Al-Hadits.

Madzhab salaf menyifati Allah dengan apa yang Dia sifatkan untuk DiriNya dan dengan apa yang disifatkan oleh RasulNya, tanpa tahrif dan ta’thil, takyif dan tamtsil. Kita mengetahui bahwa apa yang Allah sifatkan untuk DiriNya adalah haq (benar), tidak mengandung teka-teki dan tidak untuk ditebak.

Maknanya sudah dimengerti, sebagaimana maksud orang yang berbicara juga dimengerti dari pembicaraannya. Apalagi jika yang berbicara itu adalah Rasulullah, manusia yang paling mengerti dengan apa yang dia katakan, yang paling fasih dalam menjelaskan ilmu, dan yang paling baik serta mengerti dalam menjelaskan atau memberi petunjuk. Dan sekali pun demikian tidaklah ada sesuatu pun yang menyerupai Allah. Tidak dalam Diri (Dzat)Nya Yang Mahasuci yang disebut dalam asma’ dan sifatNya, juga tidak dalam perbuatanNya.

Sebagaimana yang kita yakini bahwa Allah Subhannahu wa Ta’ala mempunyai Dzat, juga af’al (perbuatan), maka begitu pula Dia benar-benar mempunyai sifat-sifat, tetapi tidak ada satu pun yang menyamaiNya, juga tidak dalam perbuatanNya. Setiap yang mengharuskan adanya kekurangan dan huduts maka Allah Subhannahu wa Ta’ala benar-benar bebas dan Mahasuci dari hal tersebut.

Sesungguhnya Allah adalah yang memiliki kesempurnaan yang paripurna, tidak ada batas di atasNya. Dan mustahil baginya mengalami huduts, karena mustahil bagiNya sifat ‘adam (tidak ada); sebab huduts mengharuskan adanya sifat ‘adam sebelumnya, dan karena sesuatu yang baru pasti memerlukan muhdits (yang mengadakan), juga karena Allah bersifat wajibul wujud binafsihi (wajib ada dengan sendiriNya).

Madzhab salaf adalah antara ta’thil dan tamtsil. Mereka tidak menyamakan atau menyerupakan sifat-sifat Allah dengan sifat-sifat makhlukNya. Sebagaimana mereka tidak menyerupakan DzatNya dengan dzat pada makhlukNya. Mereka tidak menafikan apa yang Allah sifatkan untuk diriNya, atau apa yang disifatkan oleh RasulNya. Seandainya mereka menafikan, berarti mereka telah menghilangkan asma’ husna dan sifat-sifatNya yang ‘ulya (luhur), dan berarti mengubah kalam dari tempat yang sebenarnya, dan berarti pula mengingkari asma’ Allah dan ayat-ayatNya.

JIHADIYYAH MURJI'AH


Oleh: As-Syaikh Abdul-Malik Ramadhon al-Jazairi Hafidzahullah

Setelah melihat kebanyakan orang-orang yang memiliki maksud jelek menuding Syaikh Bin Baz, Syaikh al-Albani, & Syaikh al-Utsaimin dengan tuduhan irja’, maka sayapun terdorong menulis pasal ini. Tudingan itu mereka lontarkan hanya karena ulama tersebut menafsirkan surat al-Maidah ayat 44 (yang berbicara tentang berhukum dengan hukum Alloh) berdasarkan perincian yang telah dikenal di kalangan ulama salaf, mereka tidak mengkafirkan secara mutlak.

Dan karena para ulama tersebut melarang melakukan pemberontakan terhadap penguasa muslim yang zhalim selama belum terbukti kekufurannya, bahkan kalau nyata-nyata kafir. Mereka juga melarang mengadakan pemberontakan jika tidak ada maslahat syar’i-nya & kemampuan untuk itu tidak dimiliki….

Maka dari itu saya katakan:

[1.] Bahwasanya pendapat yang membolehkan mengadakan pemberontakan itulah sebenarnya pendapat Murji’ah. Ibnu Syahin meriwayatkan dari ats-Tsauri bahwa ia berkata: “Jauhilah hawa nafsu yang menyesatkan itu!”, “Jelaskan kepada kami maksudnya?”, pinta seseorang.

Sufyan ats-Tsauri pun berkata: “Adapun Murji’ah mereka mengatakan… (beliau menyebutkan beberapa pemikiran Murji’ah)”, kemudian beliau berkata: “Mereka menghalalkan darah ahli kiblat (kaum muslimin).” [Al-Kitab al-Lathif: 15, Syarah Ushul I'tiqod oleh al-Lalika'i: 1834].

Seseorang berkata kepada Abdulloh ibnul-Mubarok: “Apakah engkau menganut pemikiran Murji’ah?” Jawab beliau: “Bagaimana mungkin aku penganut paham Murji’ah sementara aku tidak menghalalkan darah kaum muslimin!” [Al-Kitab al-Lathif: 17].

Bahkan al-Imam ash-Shabuni meriwayatkan dengan sanad yang shahih sampai kepada Ahmad bin Sa’id ar-Ribathi bahwa ia berkata: “Abdulloh bin Thahir berkata kepadaku: “Wahai Ahmad, kalian ini membenci mereka (yakni Murji’ah) atas dasar kejahilan! Dan aku membenci mereka atas dasar ilmu. Pertama, mereka tidak memandang wajib taat kepada sultan…” [Aqiidatus-salaf Ashhabul-Hadits: 109].

Bukankah nash-nash ulama salaf di atas secara tegas menyatakan bahwa merekalah sebenarnya Murji’ah! Dan para ulama tersebut bersih dari tudingan mereka itu!?

Catatan penting:

Satu hal yang aneh bin ajaib, Safar al-Hawali tidak memahami hubungan yang sangat jelas antara Murji’ah dan Khawarij. Ia berkata: “Sebagaimana sebuah pernyataan al-Imam Ahmad yang sulit memahaminya, yaitu ucapan beliau: “Sesungguhnya Khawarij itulah Murji’ah!

Kemudian ia menakwilkannya secara sembarangan, ia berkata: “Menafsirkan kalimat Murji’ah di sini dengan irja’ para sahabat kelihatannya lebih memungkinkan!” [Zhahirotul-Irja': I/361].

Sekiranya ia memeriksa atsar-atsar ulama salaf di atas tentunya tidak akan sulit baginya memahami hubungan antara Murji’ah dan Khawarij dalam masalah pemberontakan terhadap penguasa.

Oleh sebab itu tidak mengherankan bila bid’ah Murij’ah muncul setelah terjadinya pemberontakan, Qotadah berkata “Sesungguhnya Murji’ah itu muncul setelah pemberontakan Ibnul-Asy’ats.” [Riwayat Abdulloh bin al-Imam Ahmad dalam As-Sunnah: 644, dll. riwayat ini hasan].

Bukti lain yang menunjukkan bahwa merekalah sebenarnya Murji’ah adalah:

[2.] Tidak mengucapkan istitsna’ tatkala menyatakan keimanan (yaitu ucapan: Saya seorang mukmin, insya Alloh, -pent.) berikut beberapa perincian dalam masalah ini.

Walaupun secara lisan sebagian mereka mengaku mengikuti manhaj salaf. Coba lihat perkataan mereka: “Asy-Syahid Hasan al-Banna…, asy-Syahid Sayyid Quthb….” Sekiranya dikatakan kepada mereka: “Kalaulah pemberian gelar asy-Syahid itu merupakan kewajiban haroki bagi kalian, maka apa beratnya bila kalian sebutkan istitsna’ (insya Alloh)? Bukankah Imam al-Bukhori telah menulis sebuah bab dalam Kitabul-Jihad yang berbunyi: “Bab Jangan Katakan Si Fulan Syahid“. Beliau menyebutkan beberapa dalil dalam masalah ini. Sudah berulang kali mereka diminta untuk itu, namun mereka tetap keberatan. Mereka malah membalas: “Tujuan kalian hanyalah mendiskreditkan jihad & hanya diperalat oleh spionase internasional!”

Keberatan mengucapkan istitsna’ itulah hakikat bid’ah irja’! Abdurrohman bin Mahdi berkata: “Hakikat irja’ adalah menolak mengucapkan istitsna’!” [Al-Khallal dalam as-Sunnah: 1061, dll.]

[3.] Kembali pada pokok permasalahan, perlu Anda ketahui bahwa pokok kesalahan kaum Murji’ah generasi pertama adalah terlalu membesar-besarkan perkara iman dan menyepelekan perkara maksiat. Mereka menyangkal iman dapat terhapus karena dosa. Mereka mengatakan: “Dosa tidak dapat melunturkan iman!” Itulah pangkal kesesatan mereka.

Adapun pokok kesalahan mereka sekarang ini adalah terlalu membesar-besarkan masalah politik. Siapa saja yang ikut dalam gerakan mereka akan mendapat loyalitas penuh. Dosa tidak dapat mempengaruhi fiqih haraki!Meskipun dosa syirik kepada Alloh robbul-’alamin sekalipun! Buktinya berapa banyak tokoh dan pemimpin mereka yang jatuh dalam kesalahan besar, namun tidak seorangpun di antara mereka yang tergerak mengkritiknya demi membela agama! Semangat mereka hanyalah untuk membela kelompok dan golongan mereka saja.

Coba lihat bagaimana heboh dan gegernya mereka ketika Syaikh Abdul-Aziz bin Baz dan Syaikh al-Albani menganjurkan agar menghentikan perlawanan berdarah melawan Yahudi selama memulihkan kekuatan kaum muslimin! Padaha fatwa tersebut berasal dari dua orang mujtahid abad ini!

Adapun apabila tokoh dan pemimpin mereka yang salah, maka sebagai anggota harokah mereka tertuntut menutup mata terhadap kesalahan itu walau sebesar apapun kesalahan tersebut. Betapa sering mereka mengeluarkan fatwa yang berakibat tertumpahnya darah, terkoyaknya kehormatan, dan terampasnya harta benda! Itupun kalaulah kita anggap mereka sudah mencapai derajat seorang penuntut ilmu!

Buktinya, coba lihat Ali bin Haj yang mengeluarkan fatwa sehingga mengakibatkan terbunuhnya ribuan kaum muslimin dan selebihnya terusir dari kampung halaman mereka serta menyebar rasa takut di dalam negeri yang sebelumnya aman, lalu seenaknya saja ia berkomentar dengan membawakan ajaran-ajaran demokrasi sebagaiman yang telah saya nukil di atas. Namun, menurut mereka hanya para penjilat pemerintah sajalah yang berani mengkritik komentarnya.

Sebelumnya, Sayyid Quthb mencela sejumlah Nabi ‘alaihimus-salam, ia juga mencela beberapa orang sahabat yang telah ditetapkan masuk surga, ia beranggapan bahwa politik syar’i itu sejalan dengan paham sosialis! Dan masih banyak lagi kebatilan-kebatilan lainnya yang telah dijelaskan oleh Syaikh Robi’ al-Madkholi dalam beberapa kitab beliau yang terakhir.

Dan masih banyak sebenarnya contoh-contoh lainnya! Namun kesalahan-kesalahan sebesar itu tidaklah melunturkan iman mereka dan tidak menurunkan derajat mereka. Bahkan menurut mereka sangat celaka orang yang berpikiran mengkritik mereka, sebab itu sama saja dengan menodai ruh jihad. Lalu mereka berangan-angan (setelah berbuat nista, bid’ah, dan kufur itu), daulah Islam yang ditunggu-tunggu itu telah muncul di Afghanistan dan Sudan. Salman al-Audah mendengung-dengungkannya dalam kaset ceramahnya berjudul: “Limaadza Yakhofuuna minal-Islam?” Akan tetapi sangat jauh panggang dari api! Bukankah Alloh telah mengatakan: [QS. An-Nisaa': 123].

Oleh sebab itu sebagian ahli ilmu menyebut mereka: Kaum Murji’ah radikal!Sebab, kaum Murji’ah generasi pertama membesar-besarkan masalah iman yang memang merupakan inti agama, sementara mereka membesar-besarkan sesuatu yang merupakan perkara parsial dalam agama, yaitu politik. Dan perlu diketahui juga bahwa praktik politik yang mereka lakukan itu tidak terlepas dari racikan ajaran sosialis dan demokrasi. Hal itu dapat terlihat jelas dalam buku-buku karangan Sayyid Quthb dan orang-orang yang satu pemikiran dengannya. Atau dapat kita sebut sebagai bid’ah fiqih haraki!

Kaum Murji’ah terdahulu tidaklah menampik bila dosa syirik dapat melunturkan keimanan, bahkan mereka menyatakan bahwa kebaikan tidaklah ada gunanya bila masih kafir. Lain halnya mereka yang selalu membela dan mendukung tokoh-tokoh mereka meskipun telah mengucapkan kata-kata yang jelas kekufurannya, sebagaimana yang telah saya nukil di atas.

[4.] Kemudian dari kaidah ini berlanjut kepada kaidah Murji’ah lainnya, yaitu: Tidak wajib menyampaikan Sunnah kepada manusia dan tidak perlu menyanggah ahli bid’ah.

Setelah berbicara tentang ahli takfir, Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyyah berkata: “Sebagai lawan dari ahli takfir yang mengkafirkan kaum muslimin secara bathil adalah sekelompok orang yang tidak mengenal aqidah Ahlussunnah wal-Jama’ah sebagaimana mestinya. Atau mereka hanya mengetahui satu sisi saja dan jahil terhadap sisi yang lain. Dan yang mereka ketahui itupun mereka sembunyikan, tidak mereka sampaikan kepada manusia. Mereka tidak melarang bid’ah yang bertentangan dengan al-Qur’an dan as-Sunnah. Mereka tidak mencela ahli bid’ah dan tidak menjatuhkan sanksi terhadapnya. Sebaliknya mereka mencela pembicaraan tentang Sunnah Nabi dan ushuluddin secara mutlak…. Atau mereka mengakui eksistensi semua kelompok-kelompok yang saling bertentangan aqidahnya satu sama lain. … Metode seperti ini banyak memperdaya kaum Murji’ah, sebagian orang yang mengaku faqih, kaum sufi dan para filosof… dan kedua cara tersebut (yaitu cara-cara ahli takfir dan kaum Murji’ah serta semua orang yang mengikutinya) adalah menyimpang dan menyalahi al-Qur’an dan as-Sunnah.” [Majmu' Fatawa: XII/467 dan Badai'ut-Tafsir karangan Ibnul-Qoyyim: V/458].

Tidak ada yang menyanggah bahwa cara seperti di atas merupakan pilar utama tegaknya ajaran harakah. Adakah yang ragu bahwa mereka mengatakan: “Marilah kita saling toleran dalam masalah-masalah yang kita perselisihkan, dan marilah kita bekerja sama dalam perkara yang kita sepakati“. Sudah saya jelaskan pada catatan kaki sebelumnya dari perkataan Hasan al-Banna bahwa maksud mereka adalah segala macam perselisihan. Mereka sengaja mempromosikan kaidah tersebut, karena bila mereka menyanggah ahli bid’ah, maka akan berlarianlah pengikut mereka yang selama ini membantu mereka dalam kesesatan.

Ternyata perlakuan istimewa ini tidak hanya terhadap ahli bid’ah saja, tetapi juga orang kafir. Sudah saya nukil pernyataan mereka sebelumnya tentang kerelaan mereka mengangkat kaum Nashrani sebagai saudara setanah air, bahkan meminta agar mewujudkan hal itu. Saya juga sudah menukilpernyataan Hasan al-Banna dan Yusuf al-Qaradhawi bahwa persengketaan antara penduduk muslim Palestina dengan bangsa Yahudi bukanlah masalah agama. (Tapi masalah politik, sehingga tidak ada jihad karena tujuannya bukan kepada Alloh, -ed.)

Setelah itu semua, lalu apakah lagi yang bisa diharapkan dari mereka?

Dalam keempat poin itulah mereka setali tiga uang dengan kaum Murji’ah, lalu siapakah sebenarnya yang layak disebut Murji’ah? Bukankah ini yang namanya senjata makan tuan? Semua perkara terpulang kepada Alloh semata. (DIsadur dari kitab Madarikun Nazhar)

MEMBONGKAR KEDUSTAAN AL – MAQDISIY DALAM KITABNYA PEMBONGKARAN YANG JELAS ATAS PENGKAFIRAN NEGERI SAUDI


MEMBONGKAR KEDUSTAAN AL – MAQDISIY DALAM KITABNYA PEMBONGKARAN YANG JELAS ATAS PENGKAFIRAN NEGERI SAUDI bag II

OLEH: Asy – Syeikh Abdul ‘Aziz Ar Royyis

Penerjemah: Abu Ammar as – Salafi

Editor dan Peneliti: Mujahid as - Salafi



BANTAHAN POINT I "PENGKAFIRAN AL MAQDISIY TERHADAP SYEIKH BIN BAZ DAN SYEIKH UTSAIMIN"


Al-Imam Abu Utsman Ash-Shobuni berkata :”Tanda yang palling jelas dari ahli bid’ah adalah kerasnya permusuhan mereka kepada pembawa Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam mereka melecehkan dan menghina ahli Sunnah. [Aqidah Salaf Ashabul Hadits hal. 14]


Maka petunjuk dan bimbingan dari ahlus sunnah adalah mereka menimbang dan mengukur orang-orang selain mereka itu dengan bagaimana sikap orang-orang tersebut terhadap ulama’ assunnah ahlul atsar pada zaman mereka. Jikalau sikap orang-orang tersebut adalah menentang ulama’ sunnah maka mereka pun membid’ahkannya dan tidak ada kehormatan.

Mereka juga menghajernya dan memperingatkan darinya kerena cacian dan cercaan serta penentangan dan merendahkan ulama’ assunnah adalah merupakan merendahkan assunnah, karena ulama’ assunnah adalah pembawa assunnah dan penjaga assunnah yang mana ulama’ asssunnah mereka berjalan meniti jejak dari assunnah.

Dan demikian halnya dengan keadaan Al Maqdisi ini seorang yang sangat durhaka (Ishom Al Barqowi). Maka dia sungguh telah mencerca dan mencela terhadap ulama’-ulama’ kita yang besar seperti Ibnu Baz dan Ibnu Utsaimin - semoga Alloh merohmati keduanya - pada beberapa tempat dari kitabnya ( ), dan termasuk dari cercaan dan celaannya adalah bahwasanya dia berkata: Dan engkau mengetahui kedustaan negara yang keji ini (yakni negara Saudi) yang mana negara Saudi ini telah merusak agama manusia dan telah menjadikan buruk tauhid manusia, serta engkau juga mengetahui kedustaan dan kesesatan pelayan-pelayan negara Saudi ini dari kalangan ulama’-ulama’ para penguasa. Engkau jangan mereka aneh dengan tidak adanya penistaan/pengembalian asal ke halaman-halaman kitab kawaasyif, karena kitab Al-Kawaasyif tersebut tidak mempunyai tampilan yang resmi autentik, bahkan kitab tersebut hanyalah ada di dalam internet, dan halaman-halamannya berubah-rubah seiring berbuahnya barisan tampilannya yang diturunkannya oleh setiap orang, oleh karena itu pengarang / Ishom Al-Barqowi tidak meletakkan halaman-halaman pada daftar isi, tapi dia hanya mencukupkan judul-judul/pokok-pokok bahasan.

Demikianlah Ishom Al-Barqowi, dia mensifati ulama’-ulama’ kita dan diantara mereka (para ulama’) yaitu Ibnu Baz, Ibnu Utsaimin, dan Al-Fauzan, bahwa mereka adalah pendusta dan sesat dan terkadang dia juga mensifati bahwa tauhid mereka adalah tauhid yang berubah, dan di tempat yang lain juga dia menuduh mereka bahwa sesungguhnya mereka adalah ulama’-ulama’ yang jelek, dan juga dalam perkataan dia terhadap negara Saudi dan fitnah Al-Harom / Masjidul Harom juga menukilkan omongan Juhaimin dalam Jarh dan celaannya terhadap Asy Syaikh Ibnu Baz, dan dia / Ishom Al Barqowi pun menetapkan omongan Juhaimin yang menjarh dan mencela Asy Syaik Ibnu Baz tersebut, dan dia Ishom Al Barqowi tidak mengingkarinya.

Dan dia / Ishom Al Barqowi menyatakan di tempat yang lain dengan nama Ibnu Baz dan juyga Ibnu Utsaimin - semoga Allah merohmatinya - dimana dia (Barqowi) mengatakan: Dan mereka para penguasa Saudi Arabia menyetir / menggiring ulama’, dan menjadikan sebagian dari ulama tersebut sebagai binatang ternak yang lembut dan nurut dan dengan tabir tutup tebal ini yang mereka para penguasa telah mengambilnya dari mereka para ahli ibadah dan para pendeta untuk menjadikan negara mereka sebagai negara Attauhid dan sebagai negara ilmu dan negara ulama’. Coba perhatikanlah bagaimana para syaikh ada di setiap tempat, inilah Syaikh Ibnu Baz, Syaikh Ibnu Utsaimin dan syaikh-syaikh yang lainnya semuanya mereka bersama negara, pegawai negara dan mereka yang membela-bela dan melindungi negara ini (negara Saudi) …. Lantas apa yang kalian inginkan sesungguhnya tentang Al-Islam dan At-Tauhid…!! Demikianlah negara Saudi di dalam menyesatkan para rakyat.

- kemudian dia Barqowi berkata - : Sekarang tinggallah seorang yang bertauhid itu dapat mengetahui bagaimana sikap dari para ulama’ yang sesat yang mengeluarkan argumen dan bantahan membela pemerintahan Saudi Arabia. Para ulama yang tidur di dada pemerintahan Saudi Arabia, para ulama’ yang menyusu / menetek dari susu pemerintahan Saudi Arabia …. Maka dengarkanlah semoga Alloh selalu memberimu petunjuk padamu untuk agar selalu konsisten di atas kebenaran yang kita yakini dan kita beragama kepada Alloh dengan kebenaran yang kita yakini tersebut, dan tidaklah menyedihkan kita ocehan cercaan orang yang mencela jikalau kita selalu bersama kebenaran yang kita yakini, dan tidak pula menyedihkan kita kedustaan orang yang mengada-ada berkata palsu…. Maka sikap yang benar adalah bahwa para ulama’ tersebut harus dijahr / ditinggalkan, dan tidak menuntut ilmu dari mereka, dan mereka itu jangan dimintaki fatwa, karena ilmu itu sebagaimana yang dikatakan oleh sebagian salaf adalah agama, maka perhatikan lihatlah dari siapa kalian mengambil agama kalian, bahkan yang wajib adalah memperingatkan mereka dan menghajer mereka sehingga mereka kembali dan melepaskan dari sikap mudahanah / penjilat / mengambil muka para penguasa dan dari sikap condong kepoada para penguasa, dan juga dari sikap membantah mengeluarkan argumen membela para penguasa…. - kemudian Barqowi berkata - : Adapun jika mereka para ulama Saudi tersebut masih terus menerus selalu di atas keadaan mereka yang telah dirubah dan dibenci seperti demikian itu, maka wajiblah para ulama Saudi tersebut dihajer dan tidak boleh berhubungan bersama mereka ! (selesai perkataan Barqowi).

Maka ternyata demikianlah pandangan dan sikapnya Barqowi terhadap ulama sunnah di zamaannya, maka dia (Barqowi) adalah seorang mutbadi’ sesat dan tidak ada kehormatan untuknya, maka lalu lantas bagaimana apabila engkau pun mengetahui bahwa ternyata dia (Barqowi) tidak hanya berpandangan dan mensikapi ulama sunnah sebatas pensikapan kedholiman dan kejahatan seperti yang telah engkau ketahui itu akan tetapi ternyata justru dia (Barqowi) mensikapi para ulama sunnah tersebut kafir melebihi Yahudi dan Nashroni dengan anggapan karena ulama sunnah tersebut telah keluar dari agama Islam secara total.

Dia (Barqowi) telah berkata dalam risalahnya yang berjudul “Singkirkanlah Keledai Ilmu ke dalam Tanah”2 / catatan kaki Risalah ini dimaktabahnya di mimbar At Tauhid wal Jihad : Sungguh aku telah membaca surat kabar Arro’yu Al Urduniyah pada tanggal 16 SHofar 1417 Hijriyah yang bertepatan 2/7/1996 Masih ada sebuah berita yang berjudul (Hai’ah Kibarul Ulama di Negara Saudi Menjadi Susah dan Sedih Dengan Adanya Peristiwa Peledakan) dan datang di dalam berita tersebut (Hai’ah Majlis Kibarul Ulama di Kerajaan Arab Saudi telah sedih dan susah / terpukul terhadap adanya sebuah keterangan yang dinukilkan oleh surat kabar kerajaan kemarin tentang kejadian peristiwa peledakan dalam sebuah berita… - kemudian Barqowi berkata - Maka saya (Barqowi) katakan : Sungguh Alloh telah membuka kejelekan perkara kalian dan membongkar tabir kalian wahai ulama sesat…. Demi Alloh sekarang sungguh telah datang pada kami suatu hari yang dahulu kami menahan lisan-lisan kami dari masuk terjun ke dalam urusan kalian, dan kami menjaga diri kami dari menyibukkan dengan urusan perkara kalian, karena rasa takut kami dari kelirunya banyak berbicara dari perlawanan kami dan penyelewengan dari metode cara dakwah kami…. Dan kami dahulu itu hanya mencukupkan dengan memperingatkan para pemuda dari kesesatan kalian …. Sampai sehingga dikafirkan oleh orang yang telah mengkafirkan kami dikarenakan kami meninggalkan masuk terjun ke dalam mengkafirkan kalian…. Dan dahulu itu sungguh kami benar-benar mengharapkan agar kalian kembali atau agar kalian berubah, atau kalian mengganti, atau agar kalian, atau kalian membandingkan tentang kalian sama serupa dengan hadits Nabi Sholallohu Alaihi Wasalam, “Biarkan mereka, agar manusia tidak berbicara bahwa Muhammad itu telah membunuh sahabatnya”. Akan tetapi kalian sungguh amat sangat disayangkan justru kalian tidaklah bertambah melainkan hanyalah kesesatan dan kesewenang-wenangan, dan penyelewengan dari kebenaran dan berlepas diri dari At Tauhid, dan menggiring kepada thogut-thogut dan kepada kesyirikan dan tandingan…. - kemudian dia (Barqowi) berkata – Maka tempat kembali kalian jika kalian tidak bertaubat dan tidak mengadakan perbaikan dan juga menjelaskan kebenaran, adalah sebagaimana tempat kembali orang yang telah Allah katakan tentangnya :





Yang artinya : “Dan bacakanlah kepada mereka berita orang yang telah kami berikan kepadanya ayat-ayat kami kemudian dia melepaskan diri dari ayat-ayat itu, lalu dia ikuti oleh syaithon sampai dia tergoda maka jadilah dia termasuk orang-orang yang tersesat. Dan kalau kami menghendaki sesungguhnya kami tinggikan derajatnya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia justru cenderung kepada dunia dan menuruti hawa nafsunya yang rendah, maka perumpamaan dia seperti anjing jika kamu membawanya maka diulurkan lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia pun tetap menglurukan lidahnya juga. Demikianlah itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat kami, maka ceritakanlah kepada mereka kisah-kisah itu agar mereka berpikir.

Maka ulama sunnah dan tauhid Ibnu Baz dan Ibnu Utsaimin dan Al Fauzan dan Al Ghodyan dan Ali Syaikh - semoga Alloh selalu merohmati mereka yang masih hidup atau yang sudah meninggal - mereka telah berlepas diri dari At Tauhid dan mereka adalah kafir menurut Al Barqowi, hanya saja Barqowi tidak menampakkan pengkafirannya terhadap mereka karena untuk menjaga kemaslahatan sebagaimana Nabi Sholallohu Alaihi Wassalam menjaga kemaslahatan dengan tidak membunuh orang-orang munafiq “Sehingga manusia tidak berbicara bahwa Muhammad itu telah membunuh sahabatnya”.

Maka semoga Alloh menjelekkan dan menghinakan Al Barqowi dan juga semoga Alloh menjelekkan dan setiap orang membela Al Barqowi setelah orang tersebut mengetahui bahwa keadaan Al Barqowi sangat jelek dan hina seperti ini. Dan sesungguhnya pengetahuan pembaca yang sunni terhadap apa-apa yang telah berlalu ini adalah cukuplah untuk agar tidak menghitung atau menganggap keilmuan dan penukilan dan pencelaan Al Maqdisi ilmu adalah agama yang tentu tidak boleh diambil dari orang sangat pembohong dan pendusta yang mencakar seperti Abu Muhammad Al Maqdisi ini dan juga ada sesuatu yang akan saya suguhkan kepadamu wahai pembaca tentang keadaan Abu Muhammad Al Maqdisi ini, saya bawakan dari suatu kejadian yang diketahui oleh orang yang telah berkawanan dan bermajlis dengan Abu Muhammad Al Maqdisi ini, dia adalah (Ihsan Al Utaibiy)1 catatan kaki Ihsan Al Utaibiy ini ma’ruf / dikenal oleh banyak tempat Islam dan dia punya para pengikut, maka jaminan dan tanggungan atasnya dalam apa yang saya nukil ini. Maka dia Ihsan Al Utaibiy telah menyebutkan tentang Abu Muhammad Al Maqdisi sesuatu perkara perbuatan maksiat, inilah sebagiannya :
1. Sesungguhnya Abu Muhammad Al Maqdisi tidak mau sholat di belakang kaum muslimin, akan tetapi dia justru bersembunyi di dalam WC-WC sehingga sampai manusia / kaum muslimin selesai sholat.

2. Dia Abu Muhammad Al Maqdisi tidak membolehkan sholat di belakang Al Hudzaifi (imam masjid Nabawi) dan As Sudais(Imam masjidil Haram).

3. Dia Abu Muhammad Al Maqdisi berpendapat bahwa harta polisi adalah halal untuk diambil atau dicuri, dan dia pun telah mencuri senjata dan harta salah satu seorang polisi muslim.

4. Dia Abu Muhammad Al Maqdisi berpendapat bolehnya mengkoyak kehormatan wanita-wanita muslim, karena wanita-wanita muslimin itu adalah budak, dan tentunya pendapat ini kembali pada karena pengkafirannya terhadap wanita-wanita muslimin.

Dan setelah muqodimah Syaikh kami Alallaamah Sholih Al-Fauzan - semoga Alloh selalu memberi taufiq padanya - untuk kitab ini (tabdlidu kawaasyifil ‘aniidi fii takfiirihi lidaulatid tauhiidi) maka beliau meminta pada saya untuk agar saya mencari tambahan dari data-data tentang keadaan Al Maqdisi ini, terlebih lagi dalam seputar ilmu syar’i, maka telah sampai pada saya bahwa Asy Syaikh ABdulloh As Sabt - semoga Alloh selalu memberinya taufiq - beliau sangat mengetahui tentang keadaan Al Maqdisi ini. Maka aku pun menelponnya dan terjadilah saling menjawab bersamaku - semoga Alloh membalas padanya kebaikan - dan beliau pun mengirimkan kepadaku biografi Muhammad Al Maqdisi ini yang mencangkup / memuat seputar apa-apa yang menunjukkan atas kebodohan agamanya dan sesungguhnya hanyalah angin syubhat-syubhat mengamuk bertiup keras dengannya ke kanan dan ke kiri – kita minta kepada Allah kesehatan dan kekuatan.


bersambung...................................insya Alloh

GUNTUR MENYAMBAR ATAS ABU MUHAMMAD AL MAQDISI YANG KURANG AJAR


GUNTUR MENYAMBAR ATAS ABU MUHAMMAD AL MAQDISIY YANG KURANG AJAR

oleh: Mujahid as Salafiy

BISMILLAHIRROHMANIRROHIIM

Segala puji bagi Allah Subhanallahu Ta’ala yang telah berfirman di dalam kitab-Nya :
Dan demikianlah kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu syaiton-syaiton dari jenis dan jenis jin, sebagian mereka membisikan kepada sebagain yang lain perkataan –perkataan yang indah- indah untuk menipu manusia ( Q. S. Al an’am : 112 )

Dalam ayat diatas Allah Ta’ala menjelaskan bahwa pembawa kebenaran pastilah dimusuhi syaiton-syaiton dari golo9ngan jin dan manusia. Alangkah bagusnya ucapan Waroqoh bin Naufal kepada Muhammad Sholallohu ‘alaihi wa sallam
“tidaklah seorangpun yang dating dengan mengemban ajaranmu keculai pasti akan dimusuhu”. (HR. Bukhori)

Diantara deretan-deretan syaiton dari jenis manusia yang menjadi musuh bagi pembawa kebenaran dakwah salafiyyahpada zaman ini, yaitu “Abu Muhammad Al Maqdisiy Ishom Al Burqowiy”. Nampak sekali permusuhannya teradap kebenaran sebagaimana dalam artikel - artikelnya yang bertebaran di internet maupun yang telah dicetak oleh para kroni – kroninya, dan diantara artikelnya yang berusaha memadamkan api kebenaran dan sekaligus permusuhannya yaitu yang berjudul “BAHAYA PARA PENGKLAIM SALAFI YANG BERLOYALITAS KEPADA THOGUT, PENGHATI – HATIAN MANUSIA DARI KESESATAN FIRQOH JAAMIYYAH DAN MADKHOLIYYAH ”. maka makalah ini berisikan pelecehan – pelecehan terhadap Ulama’ ahlus Sunnah dan pemuta balikan fakta atas pemikiran Abu Muhammad Al MAqdisiy sebenarnya.

Oleh karena itu pada kesempatan ini kami akan memberikan bantahan atas artikel sesat tersebut yang kami beri judul “GUNTUR MENYAMBAR ATAS ABU MUHAMMAD AL MAQDISI YANG KURANG AJAR” . kami bersyukur pada Alloh ta’ala yang telah memberi kemampuan kepada kami sehingga dapat menyelesaikan artikel bantahan ini. Dan kami berdoa kepada Alloh agar menampakkan kebenaran dan melenyapkan kebatilan serta memberikan keistiqomahan kepada kaum muslimin diatas jalan yang lurus. Sesungguhnya Dia maha mendengar lagi maha mengabulkan.

TUDUHAN DAN BANTAHAN

TUDUHAN DAN BANTAHAN KE I
Berkata Al Burqowiy:…. Sedangkan hakikat mereka (para salafiyyin,red) sebenarnya adalah telah disimpulkan oleh banyak ulama’ dan du’at di zaman kita dengan kalimat “mereka itu khowarij mariqun terhadap du’at, murji’ah zanadiqoh terhadap para penguasa”.
Kita katakan: tuduhan ini tidak terbukti, karena ulama’ dan du’at menurut al Burqowiy adalah para perusak, pemberontak serta penghasung pemikiran takfir dan tidak memiliki keilmuhan dalam bidang fiqih, bahasa arob terlebih lagi dalam bidang hadits. Kemudian tuduhan murji’ah terhadap para salafiyyin juga tidak terbukti, dikarenakan para salafiyyin ta’at pada pemerintah kecuali dalam bermaksiat kepada Alloh ta’ala. Adapun jika pemerintah melakukan ketidak adilan, maka para salaifiyyin menasehatinya secara sembunyi – sembunyi. Sedangkan tuduhan khowari, maka akan kita jawab pada point bantahan ke III.

TUDUHAN DAN BANTAHAN KE II
Berkata Al Burqowiy:…. Robi’ bin Hadi al Madkholi dosen UNV. Madinah yang sangat concern lagi ahli mencela setiap da’I yang memerangi para thogut (pemerintah,red) dan tokoh yang selulu dicelanya adalah sayyid Quthb….
Kita katakan: apa yang dilakukan oleh Syeikh Robi’ terhadap Sayyid Quthb bukanlah merupakan celaan, akan tetapi bentuk tahdzir terhadapnya agar manusia waspada terhadap Sayyid Qutb. Dikarenakan Sayyid Quthb memiliki penyimpangan – penyimpangan, baik dalam masalah aqidah ataupun FUru’. Berkata Syeikh al Albani:
Bahwa Sayyid Quthb tidak mengetahui tentang islam sedikitpun baik dalam ushul maupun furu’. (Selesai penukilan)
Oleh karena itu menjelaskan penyimpangan – penyimpangan Sayyid quthb bukanlah celaan, karena hal itu merupakan suatu hal yang diperbolehkan dalam Agama. Alloh ta’ala berfirman:
…dan agar terlihat jelas pula jalan orang – orang yang berdosa. (QS. Al An’am:55)
Berkata Muhammad bin Badar as Sabbak al Jurjani: aku berkata pada imam Ahmad bin Hanbal “sungguh berat atasku membicarakan si fulan lemah, si fulan pendusta”. Maka imam Ahmad berkata: Apabila engkau diam dan akupun diam, maka kapan orang bodoh mengetahui shohih dan dloif?!”. (al Kifayah)

TUDUHAN DAN BANTAHAN KE III
Berkata Al Burqowiy: Muhammad bin Hadi al Madkholi ia adalah ekor para amir dinasti sa’ud. Dia merupakan khowarij dalm sikapnya yang mempersilahkan penumpahan darah kaum muslimin dan ucapan selamat atas pembunuhan mereka (para teroris, red) serta pengharamannya akan darah orang – orang kafir dan musyrikin. Dia mempunyai sya’ir dalam hal itu berekanaan dengan eksekusi mati yang dilakukan oleh pemerintah Saudi terhadap empat ikhwan muwahhidin (baca Mufsidin/perusak, red) yang telah membunuh musuh – musuh Alloh dari orang – orang Amerika di Riyadh.
Kita katakan: bahwasanya sikap syeikh Muhammad bin Hadi al Madkholi tidaklah menyerupai khowarij, karena oarng yang dibunuh oleh pemerintah Saudi adalah justru yang menyerupai khowarij. Hal ini dapat kta buktikan dengan sikap mereka yang meberontak kepada pemerintah Saudi dan pembunuhannya terhadap kafir Mu’ahad (orang Amerika yang mengadakan perjanjian damai dengan saudi) padahal membunuh kafir Mu’ahad diancam oleh Rosululloh sebagaimana dalam sabdanya:
Tidak dapat mencium bau surge.(HR. Bukhori)
Oleh karena itu membunuh empat orang tersebut adalah wajib sebagaimana dalam hadits Nabi:
Apabila kalian bertemu dengan mereka, maka bunuhlah. Karena didalam pembunuhan mereka terdapat pahala disisi Alloh kelak pada hari kiamat. (HR. BUkhori)
Jadi merekalah yang layak disebut khowarij, maka kita katakana pada mereka “maling teriak maling” atau lebih layak dikatakan pada mereka “monyet teriak monyet”

TUDUHAN DAN BANTAHAN KE IV
Berkata Al Burqowiy: diantara bid’ah mereka (Salafi, red) adalah menyelarasi khowarij dan mu’tazilah dalam bidang menjadikan imam atau kepemimpinan pada selain quraisy…
Kita katakana: betapa bodohnya al Burqowi tentang manhaj salaf dalam permasalahan Imam atau pemimpin. Ketahuilah bahwa imam atau pemimpin tidaklah harus dari Quraisy. Al Hafidz Ibnu Hajar berkata:
Hal ini (kholifah/imam harus dari quraisy, red) berlaku bila proses yang ditempuh adalah pemilihan. Adapun bila seorang budak ternyata berhasil berkuasa meskipun dengan jalan kudeta, maka sesungguhnya dalam rangka meredam fitnah dia wajib dita’ati selama yang diperintahkan itu bukan maksiat. Sebagaimana penjelasan yang telah lalu. (fathul Bari 13/131)
TUDUHAN DAN BANTAHAN KE V
Berkata Al Burqowiy: disamping itu bahwa para thogut (pemerintah, red) mereka itu tidak mengantongi satupun sarat dari imamah, diamana masalahnya tidak terbatas pada syarat quraisyiyyah saja!! Akan tetapi tidak ada akal, tidak ada keislaman, tidak ada keilmuan bahkan tidak ada harga diri dan kejantanan…
Kita katakana: ini adalah kebodohan al Burqowiy untuk yang kesekian kalinya. Berkata Syeikh Muhammad bin Abdul Wahhab:
Para imam dari setiap madzhab bersepakat bahwa sesorang yang berhasil menguasai sebuah negri, maka posisinya seperti imam dalam segala hal. Kalau tidak demikian maka urusan dunia ini tidak akan tegak, karena kaum muslimin sejak kurun waktu yang lama sebelum al imam Ahmad sampai hari ini (yaitu masa hidup beliau, red) tidak ada dibawah kepemimpinan seorang pemimpin semata. (Ad Durarus Saniyyah 7/239)
Perhatikanlah apa yang diucapkan tukang trevel al Burqowi yang berlagak sok ulama’ dengan apa yang disampaikan oleh syeikh Muhammad bin Abdul Wahhab. Jadi jika seorang telah menguasai sebuah negeri maka posisinya seperti imam yang harus dita’ati selama tidak dalam kemaksiatan. Wallohu a’lam

TUDUHAN DAN BANTAHAN KE VI
Berkata Al Burqowiy: saya melihat diawal halaman dari daftar isi (kitab Adlwa islamiyyah ‘ala Aqidah Sayyid Quthb wa Fikrihi karya Syeikh Robi’ Bin Hadi al Madkholi,red) maka saya mendapatkannya judul-judul yang mengumpulkan pada Sayyid Quthb kekafiran,ilhad dan kezindiqan…. (kemudian al Burqowi mengadakan pembelaan terhadap Sayyid Quthb dengan pembelaan yang tidak ilmiyyah lagi lemah bagaikan sarang laba – laba yang bertujuan menutup – nutupi kesesatan – kesesatan Sayyid quthb. Dan ia juga membawakan uacapan Syeikh bakr Abu Zaid, red)
Kita katakan: kitab Adlwa islamiyyah ‘ala Aqidah Sayyid Quthb wa Fikrihi karya Syeikh Robi’ Bin Hadi al Madkholi yang memang pada mulanya dikomentari oleh Syeikh Bakr Abu Zaid, akan tetapi komentar beliau dikomentari ulang oleh Syeikh Robi’ dalam kitab Haddul Fashil. Dalam kitab tersebut dibuktikan secara ilmiyyah kesesatan – kesesatan Sayyid Quthb dan Syeikh Robi’ tidaklah salah faham dalam menukil buku – buku karya Sayyid Quthb yang terdapat daidalamnya kesesatan – kesesatan, baik cetakannya dan tahun terbitnya. Kemudian jika dikatakan bahwa Sayyid Quthb menulis kesalahan – kesalahannya karena ketidak tahuaannya, maka ketahuilah bahwa Sayyid Quthb pernah dikirimi surat oleh Syeikh Mahmud Syakir (Ulama’ Mesir bidang Tarikh adi dari Syeikh Ahmad Syakir) tentang kesesatan – kesesatan tulisannya, namun Syeikh Mahmud Syakir dibantah Sayyid Qutbh dengan marah – marah demi membela tulisannya yang sesat tersebut.
Jelaslah bahwa Sayyid Quthb memiliki penyimpangan yang harus diperingatkan kepada ummat. Karena hal itu merupakan sikap kasih sayang ahlus sunnah kepada yang sudah mati. Dan kalau tulisan – tulisan sesat itu diikuti, maka orang yang hidup ini mengirim dosa keada Sayyid Quthb di kuburannya. Wallohu a’lam
Kami akhiri risalah ini dengan firman Alloh ta’ala:
Dan jika engkau bertanya kepada mereka niscaya mereka akan mengatakan sesungguhnya kami hanya bergurau dan bermain – main saja. Katakanlah “pakah dengan ayat – ayatNya dan RosulNya kalian berolok – olok?!”. Tidak usah kalian meminta maaf karena kalian telah kafir setelah beriman… (QS. At Taubah: 65-66)
Janganlah engkau jadikan orang – orang rendahan berani mencela ulama’ bahkan lancing mengatakan kami laki-laki dan mereka laki-laki. Ketahuilah bahwa kejelekan itu berawal dari kejelekan(mencela ulama’). (Qowaid Taamuli Ma’al Ulama’ )
Semoga Alloh ta’ala membuka hati mereka, menyadarkan mereka dan member hidayang kepada mereka agar menjaga lisan mereka dari menggibah para Ulama’ ahlus Sunnah. Hanya kepaa Alloh-lah tempat mengadu dan memohon pertolongan.

Hukum Memakai Gelang bagi laki - laki


Pertanyaan, “Apakah laki-laki diperbolehkan memakai gelang yang bukan terbuat dari emas ataupun perak?”

لا يجوز أن يلبس الرجل إلا الخاتم أو الساعة وما شابه ذلك أما أن يتشبه بالنساء في لبس الأساور حتى لو لم تكن من ذهب لايجوز

Jawaban Syaikh Abdul Muhsin al Ubaikan, “Tidaklah diperbolehkan bagi laki-laki untuk memakai perhiasan selain cincin(bukan emas, penj), jam tangan atau benda semisalnya. Perbuatan menyerupai perempuan dengan memakai gelang meski tidak terbuat dari emas hukumnya adalah tidak boleh”.

Sumber:

http://al-obeikan.com/show_fatwa/333.html

PENYIMPANGAN DAN LARINYA PARA PEMUDA DARI NILAI AGAMA

ADAB DAN AKHLAK


Oleh
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz



Pertanyaan
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Apakah penyebab penyimpangan dan larinya kebanyakan generasi muda dari nilai-nilai agama ?

Jawaban
Penyimpangan dan larinya kebanyakan generasi muda dari segala yang berkaitan dengan nilai-nilai agama seperti yang anda sebutkan disebabkan banyak hal : Yang paling prinsip adalah kurangnya ilmu dan bodohnya mereka terhadap hakekat Islam dan keindahannya, tidak ada perhatian terhadap Al-Qur’an Al-Karim, kurangnya pendidik yang memiliki ilmu dan kemampuan untuk menjelaskan hakekat Islam kepada generasi muda, menjelaskan segala tujuan dan kebaikannya secara terperinci yang bakal didapatkan di dunia dan akhirat.

Ada beberapa penyebab yang lain, seperti lingkungan, radio dan telepon, rekreasi keluar negeri, dan bergabung dengan kaum pendatang yang memiliki aqidah yang batil, akhlak yang menyimpang, dan kebodohan yang berlipat ganda, hingga faktor-faktor lainnya yang menyebabkan mereka lari dari Islam dan mendorong mereka dalam pengingkaran dan ibahiyah (permisivisme). Pada posisi ini, banyak generasi muda yang bergabung, hati mereka kosong dari ilmu-ilmu yang bermanfaat dan aqidah-aqidah yang benar, datangnya keraguan, syubhat, propaganda-propaganda menyesatkan dan syahwat-syahwat yang menggiurkan. Akibat dari semua ini adalah yang telah kamu sebutkan dalam pertanyaan berupa penyimpangan dan larinya kebanyakan pemuda dari segala hal yang mengandung nilai-nilai Islam. Alangkah indahnya ungkapan dalam pengertian ini.

“Hawa nafsu datang kepadaku, sebelum aku mengenalnya. Maka ia mendapatkan hati yang kosong, lalu menetap (di dalamnya)”

Dan yang lebih mantap’ lebih benar dan lebih indah dari ungkapan itu adalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.

“Artinya : Terangkan kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Ilahnya. Maka apakah kamu dapat menjadi pemelihara atasnya ? Atau apakah kamu mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar atau memahami. Mereka itu tidak lain, hanyalah seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat jalannya dari binatang ternak itu” [Al-Furqan : 43-44]

Menurut keyakinan saya, pengobatannya bervariasi menurut jenis penyakitnya, yang terpenting adalah memberikan perhatian terhadap Al-Qur’an Al-Karim dan As-Sunnah An-Nabawiyah, ditambah lagi adanya guru, direktur, pengawas dan metode yang shalih, melakukan reformasi terhadap berbagai sarana informasi di Negara-negara Islam, dan membersihkan dari ajakan kepada ibahiyah, akhlak yang tidak Islami, berbagai macam pengingkaran dan kerusakan yang ada padanya, apabila para pelaksananya adalah orang-orang yang jujur dalam dakwah Islam, dan memiliki keinginan dalam mengarahkan rakyat dan generasi muda kepadanya. Di antaranya adalah memprioritaskan perbaikan lingkungan dan membersihkannya dari berbagai wabah yang ada padanya.

Termasuk pengobatan juga adalah larangan melancong ke luar negeri kecuali karena terpaksa. Dan perhatian terhadap organisasi-organisai Islam yang bersih, serta terarah lewat perantara berbagai sarana informasi, para guru, da’i dan para khatib. Aku memohon kepada Allah agar memberikan nikmat atas hal itu, membimbing para pemimpin umat Islam, memberikan taufiq kepada mereka untuk memahami dan berpegang dengan agama, dan melawan sesuatu yang menyalahi dengan jujur, ikhlas, usaha yang berkesinambungan. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar serta Dekat.

[Majmu’ Fatawa wa Maqalat Mutanawwi’ah, Jilid V hal, 253-256. Syaikh Ibn Baz]