Blogger templates

tauhi rububiyah


oleh: Abu Usamah al - Jawi

tauhid Rububiyah yaitu mengesakan Allah Ta’ala dalam penciptaan, kekuasaan, dan pengaturan dan Maha kuasa atas segala sesuatu. Hal ini wajib diimani oleh setiap muslim.

Allah ta’ala berfirman:

“Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam.”(QS. Al-Fatihah : 2).

Allah ta’ala juga berfirman:

“Mahasuci Allah Yang di Tangan-Nya segala kekuasaan, dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu.” (QS. Al-Mulk : 1).

Semua orang, bahkan orang yang non muslim jika ditanya mengenai siapa Tuhannya tentu akan menjawab, “Allah.” Tetapi pengimanan bahwasanya yang menciptakan sesuatu, mengatur dan Maha Kuasa Atas segala sesuatu mempunyai konsekwensi atau mengharuskan adanya pembuktian dengan pemurnian peribadatan atau segala bentuk penyembahan hanya kepada Allah Ta’ala saja.

Hal ini berarti siapa yang mengakui tauhid rububiyah untuk Allah, dengan mengimani tidak ada pencipta, pemberi rizki dan pengatur alam kecuali Allah, maka ia harus mengakui bahwa tidak ada yang berhak menerima ibadah dengan segala macamnya kecuali Allah Subhanahu wa Ta’ala ( tauhid uluhiyah, lihat buletin edisi 20 “ Inti Dakwah Para Rasul )

Tauhid uluhiyah, yaitu tauhid ibadah, karena ilah maknanya adalah ma’bud (yang disembah). Maka tidak ada yang diseru dalam do’a kecuali Allah, tidak ada yang dimintai pertolongan kecuali Dia, tidak ada yang boleh dijadikan tempat bergantung kecuali Dia, tidak boleh menyembelih kurban atau bernadzar kecuali untukNya, dan tidak boleh mengarahkan seluruh ibadah kecuali untuk-Nya dan karena-Nya semata.

Tauhid rububiyah adalah bukti wajibnya tauhid uluhiyah. Allah membantah orang yang mengingkari tauhid uluhiyah dengan tauhid rububiyah yang mereka akui dan yakini. Seperti firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :

“Artinya : Hai manusia, sembahlah Tuhanmu Yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa. Dialah Yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezki untukmu; karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui.” (Al-Baqarah : 21-22 )

Allah memerintahkan mereka bertauhid uluhiyah, yaitu menyembah-Nya dan beribadah kepada-Nya dengan menunjukkan dalil kepada mereka dengan tauhid rububiyah, yaitu penciptaan-Nya terhadap manusia dari yang pertama hingga yang terakhir, penciptaan langit dan bumi serta seisinya, penurunan hujan, penumbuhan tumbuh-tumbuhan, pengeluaran buahbuahan yang menjadi rizki bagi para hamba. Maka sangat tidak pantas bagi mereka jika menyekutukan Allah dengan yang lain-Nya, dari bendabenda atau apapun yang mereka sendiri mengetahui bahwa itu tidak bisa berbuat sesuatu pun dari hal-hal tersebut di atas dan lainnya.

Tauhid rububiyah adalah pintu gerbang dari tauhid uluhiyah. Allah banyak berhujjah atas orang-orang musyrik dengan cara ini. Dia juga memerintahkan Rasul-Nya untuk berhujjah atas mereka seperti itu. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: “Artinya : Katakanlah: ‘Kepunyaan siapakah bumi ini, dan semua yang ada padanya, jika kamu mengetahui?’ Mereka akan menjawab: “Kepunyaan Allah.” Katakanlah: “Maka apakah kamu tidak ingat?” Katakanlah: “Siapakah Yang Empunya langit yang tujuh dan Yang Empunya `Arsy yang besar?” Mereka akan menjawab: “Kepunyaan Allah.” Katakanlah: “Maka apakah kamu tidak bertakwa?” Katakanlah: “Siapakah yang di tanganNya berada kekuasaan atas segala sesuatu sedang Dia melindungi, tetapi tidak ada yang dapat dilindungi dari (azab)Nya, jika kamu mengeta-hui?” Mereka akan menjawab: “Kepunyaan Allah.” Katakanlah: “(Kalau demikian), maka dari jalan manakah kamu ditipu?” (Al- Mu’minun : 84-89)

“(Yang memiliki sifat-sifat yang) demikian itu ialah Allah Tuhan kamu, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, Pencipta segala sesuatu, maka sembahlah Dia …” (Al- An’am : 102)

Allah berdalil dengan tauhid rububiyah-Nya atas hakNya untuk disembah. Tauhid uluhiyah inilah yang menjadi tujuan dari penciptaan manusia. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

“Artinya : Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembahKu.” (Adz-Dzariyat : 56)

Arti ” Ya’buduun ” adalah mentauhidkan Allah dalam ibadah. Seorang hamba tidaklah menjadi muwahhid hanya dengan mengakui tauhid rububiyah semata, tetapi ia harus mengakui tauhid uluhiyah serta mengamalkannya. Kalau tidak, maka sesungguhnya orang musyrik pun mengakui tauhid rububiyah, tetapi hal ini tidak membuat mereka masuk dalam Islam, bahkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerangi mereka. Padahal mereka mengakui bahwa Allah-lah Sang Pencipta, Pemberi rizki, Yang menghidupkan dan Yang mematikan. Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :

“Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka: ‘Siapakah yang menciptakan mereka, niscaya mereka menjawab: ‘Allah’, …” (Az- Zukhruf : 87 )

“Dan sungguh jika kamu tanyakan kepada mereka: ‘Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?’, niscaya mereka akan menjawab: ‘Semuanya diciptakan oleh Yang Ma h a Perkasa lagi Maha Mengetahui’.” (Az-Zukhruf : 9)

“Katakanlah, ‘Siapakah yang memberi rezki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah yang kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan siapakah yang mengatur segala urusan?’ Maka mereka akan menjawab: “Allah”. (Yunus : 31)

Hal semacam ini banyak sekali dikemukakan dalam Al-Qur’an. Maka barangsiapa mengira bahwa tauhid itu hanya meyakini wujud Allah, atau meyakini bahwa Allah adalah Al-Khaliq yang mengatur alam, ma k a sesungguhnya orang tersebut belumlah mengetahui hakikat tauhid yang dibawa oleh para rasul. Karena itu berarti ia hanya sampai pada dalil tetapi ia meninggalkan isi dan inti dari dalil tersebut atau ia hanya beramal dalam hati saja dan tidak beramal dengan lisan dan anggota badannya dan itu menyelisihi dari makna dan hakekat Iman. ( Redaksi )

ORANG YANG SUDAH JELAS MASUK ISLAM DENGAN YAKIN, TIDAK BOLEH DIHUKUMI KELUAR DARINYA, KECUALI DENGAN SESUATU YANG YAKIN PULA.

Adalah salah satu qaidah yang telah disepakati oleh para ulama’, dari zaman dahulu, hingga zaman sekarang qaidah

اليقين لا يزول بشكٍّ،

“Sesuatu yang yakin, tidaklah boleh dihukumi telah hilang dengan sesuatu yang masih diragukan.”

Qaidah ini berlaku dalam setiap hal, baik dalam urusan aqidah, fiqih, atau yang lainnya, sehingga orang yang telah mengucapkan kalimat syahadat, berarti ia telah masuk islam, dan tidak boleh dihukumi sebagai orang yang telah murtad/ keluar dari agama islam, kecuali dengan sesuatu yang yakin pula. Untuk membuktikan akan hal ini, mari kita sama-sama merenungkan kisah berikut ini:

“Suatu saat Rasulullah mengutus sebuah pasukan, dan tatkala perang telah berkecamuk, dan suatu saat sahabat Usamah bin Zaid mendapatkan salah seorang dari musuh hendak melarikan diri, maka Usamah bin Zaid pun mengejarnya, dan ketika hampir tertangkap, orang tersebut mengucapkan LA ILAHA ILLALLAH, akan tetapi Usamah tetap membunuhnya, lalu ketika para sahabat telah kembali, Usamah bin Zaid menyebutkan kisahnya kepada Rasulullah e, maka Rasululullah murka, dan bersabda kepada Usamah : Apakah ia mengucapkan LA ILAHA ILLALLAH, akan tetapi engkau tetap membunuhnya,? Maka sahabat Usamah pun menjawab: wahai Rasulullah, sesungguhnya ia mengucapkannya hanya krena takut dibunuh. Maka Rasululullah e bersabda: Kenapa engkau tidak membelah dadanya, agar engkau tahu apakah ia benar-benar mengucapkannya atau tidak? Dan beliau mengulang-ulang terus sabdanya tersebut, sampai-sampai Usamah berangan-angan: seandainya ia baru masuk islam kala itu.Kisah ini diriwayatkan oleh Imam Muslim.

METODOLOGI IBNU TAIMIYAH DALAM MEMBEDAH BID’AH KHAWARIJ bag I


Disusun Oleh:Syaikh Fathi Abdullah Sultan

Akhir-akhir ini muncul kembali benih-benih generasi khawarij di beberapa negeri kaum muslimin. Kaum muslimin harus waspada terhadap fenomena tersebut! Agar orang yang memiliki secercah ilmu dapat mengidentifikasi hakikat permasalahan, dapat menetapkan hukum secara benar dan dapat membedakan antara kesalahan yang bisa dimakiumi dan kesalahan yang tidak bisa dimaklumi, yaitu kesalahan yang berpangkal dari asas ahlu bid’ah. Khususnya bid’ah yang berkaitan dengan masalah pengkafiran kaum muslimin, penghalalan darah, harta dan tempat tinggal mereka.

Pertama, hal itu harus didasarkan kepada kaidah-kaidah ilmiah yang merujuk kepada pedoman generasi Salafus Shalih dalam memahami Al-Qur’an dan As-Sunnah berikut teknis penerapannya di lapangan.

Kedua, seluk-beluk bid’ah Khawarij harus dipahami, khususnya yang berkaitan dengan kaidahkaidah dan asal-usul bid’ah mereka.

Kedua perkara penting di atas dapat diwujudkan secara paripurna dengan menilik kembali warisan-warisan ilmiah yang telah ditinggalkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah, khususnya untuk mengetahui ciri-ciri kaum Khawarij dari masa ke masa. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah memiliki keistimewaan khusus dalam membahas persoalan tersebut Sebelum kita memulai pembahasan, selayaknya kita perhatikan beberapa perkara penting yang telah diingatkan oleh Ibnu Taimiyah:

1. Kaum Khawarij ini muncul pertama kali pada masa kekhalifahan Ali bin Abi Thalib Radhiyallaahu ‘Anhu.

Mereka terkenal dengan ketekunan dalam beribadah, seperti shalat, puasa, tilawah Al-Qur’an, zuudan beberapa aspek ibadah lahiriyah lainnya yang tidak didapati pada mayoritas sahabat nabi. Namun sayangnya mereka menyimpang dari sunnah Rasulullah Shallallaahu’ Alaihi wa Sallam dan menyempal dari kaum muslimin. Mereka telah membunuh seorang muslim bernama Abdullah bin Khabbab dan merampas binatangbinatang ternak milik kaum muslimin. Inilah bid’ah yang pertama kali muncul dalam sejarah Dienul Islam dan merupakan bid’ah yang paling banyak dikecam dalam sunnah Nabi dan atsar Salafus Shalih. Tokoh utama merekalah yang pertama kali menyanggah Rasulullah Shallallaahu ‘Alaihi wa Sallam dengan mengatakan: “Berlaku adillah wahai Muhammad, karena Anda belum berlaku adil!” Rasulullah Shallallaahu ‘Alaihi wa Sallam telah memerintahkan kaum muslimin untuk membunuh dan memerangi kaum Khawarij ini. Dan ini terwujud ketika para sahabat keluar bersama Ali bin Abi Thalib Radhiyallaahu ‘Anhu untuk memerangi mereka.Banyak sekali hadits-hadits nabi Shallallaahu Alaihi wa Sallam yang memerintahkan supaya memerangi mereka serta menceritakan ciri-ciri mereka. Hingga Imam Ahmad bin Hambal rahimahullah berkata: “Hadits tentang Khawarij ini dinyatakan shahih dari sepuluh sisi.” Rasulullah Shallallaahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

Salah seorang dari kalian merasa shalatnya lebih rendah nilainya daripada shalat mereka, puasanya lebih rendah nilainya daripada puasa mereka, tilawahnya lebih rendah nilainya daripada tilawah mereka. Mereka membaca Al-Qur’an tapi tidak melewati kerongkongan mereka (tidak memahaminya). Mereka telah melesat keluar dari Islam sebagaimana anak panah melesat dari busurnya. Bunuhlah mereka dimana saja kamu jumpai sebab telah tersedia pahala yang besar di Hari Kiamat bagi yang membunuh mereka.

2. Kaum Khawarij ini akan tetap ada hingga datang masa keluarnya Dajjal.

Hadits-hadits berkaitan dengan Khawarij ini diriwayatkan dalam berbagai versi. Dalam hadits Abu Barzah riwayat An-Nasa’i disebutkan:

Akan muncul di akhir zaman nanti suatu kaum, sepertinya orang ini (gembong khawarij Dzul Khuwaisirah) termasuk kelompok mereka, yang membaca Al-Qur’an akan tetapi tidak melewati tenggorokan mereka (tidak memahaminya). Mereka telah keluar dari Islam sebagaimana anak panah melesat dari busurnya. Ciri-ciri mereka adalah menggundul kepala. Mereka akan tetap muncul hingga akhir zaman bersama Dajjal. Apabila kalian menemui mereka, perangilah! Mereka adalah seburuk-buruk makhluk bentuk maupun perangainya.

Dalam buku Majmu’ Fatawa (28/496), Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullah berkata: “Dalam beberapa riwayat hadits lain telah diceritakan bahwa kelompok ini akan tetap muncul sampai zaman keluarnya Dajjal. Alim ulama telah sepakat bahwa kelompok Khawarij ini bukan hanya pasukan tentara yang menyertai Dajjal.”

3. Alim ulama telah menggolongkan setiap pengikut hawa nafsu serta ahli bid’ah yang memiliki pemikiran seperti mereka dalam jajaran Khawarij. Sebagaimana dimaklumi bahwa bentukbentuk khuruj (pembangkangan) dalam Dienul Islam sangat banyak sekali.

4. Syariat telah mengecam dengan keras kelompok khawarij bahkan memerintahkan agar memerangi mereka meskipun mereka memiliki kebaikan dan ketekunan dalam beribadah.Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullah berkata: “Meskipun shalat, puasa dan tilawah AlQur’an mereka sangat banyak, ibadah dan kezuhudan mereka teruji, namun Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam tetap memerintahkan agar memerangi mereka. Ali bin Abi Thalib telah melaksanakan perintah Rasulullah tersebut bersama beberapa orang sahabat nabi lainnya. Mereka memerangi pasukan Khawarij yang telah menyimpang dari sunnah Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dan syariat yang beliau bawa.” (Lihat Majmu’Fatawa 11/473)

Perlu diketahui bahwa kaum Khawarij ini menapaki beberapa fase hingga dapat mengkristalkan lalu merealisasikan bid’ah mereka.Pertama kali mereka menampilkannya dalam bentuk prolog-prolog yang mereka sokong dengan berbagai argumentasi. Lalu mereka mengetengahkan alasan-alasan mengapa harus memilih dan mewujudkan pemikiran sesat tersebut. Setelah itu memaksakan pemikiran-pemikiran yang menurut mereka harus diterima itu walaupun harus dengan menggunakan senjata (kekerasan). Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah telah membahas tuntas masalah ini dalam uraian beliau berikut ini:

PEMBAHASAN PERTAMA: PROLOG-PROLOG BID’AH KHAWARIJ

Interpretasi keliru terhadap apa yang dimaksud oleh Allah dan Rasul-Nya merupakan dasar bid’ah Khawarij. Sebenarnya kaum Khawarij ini tidak bermaksud menyelisihi Al-Qur’an, akan tetapi mereka salah dalam menginterpretasikannya. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah menjelaskan: “Bid’ah yang pertama kali muncul, yaitu bid’ah Khawarij, penyebabnya adalah interpretasi keliru terhadap kandungan Al-Qur’an, sebenarnya mereka tidak bermaksud melanggarnya! Akan tetapi mereka salah menafsirkannya. Mereka berasumsi bahwa nash-nash ancaman itu berkonseksuensi kafirnya para pelaku dosa besar! Mereka beranggapan bahwa seorang mukmin itu harus baik dan bertakwa, konseksuensinya siapa saja yang tidak baik dan tidak bertakwa maka ia tergolong kafir dan kekal dalam api neraka. Kemudian mereka menandaskan: “Utsman, Ali dan orang-orang yang membela mereka berdua bukanlah tergolong orang-orang yang beriman. Karena mereka telah berhukum dengan selain hukum Allah, demikian kata mereka! Jadi, ada dua prolog bagi bid’ah Khawarij ini:

1. Siapa saja yang perbuatan dan pendapatnya menyalahi Al-Qur’an maka ia tergolong kafir.

2. Utsman, All dan orang-orang yang membela mereka termasuk kategori demikian.

Oleh sebab itu hendaklah ekstra hati-hati dalam menjatuhkan vonis kafir terhadap kaum muslimin hanya karena dosa dan kesalahan yang dilakukan. Sebab itulah bid’ah yang pertama kali muncul dalam Islam. Dengan dalih tersebut mereka menghalalkan darah dan harta kaum muslimin. Dalam banyak hadits Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam telah mengecam mereka dan memerintahkan agar memerangi mereka.” (Lihat Majmu’ Fatawa 13/30-31)

PEMBAHASAN KEDUA: AKAR BID’AH KHAWARIJ

Syaikhul ‘ Islam ‘ Ibnu Taimiyah menggolongkan bid’ah Khawarij ini sebagai bid’ah yang besar, sebagaimana halnya Syi’ah Rafidhah sejenisnya. Ketika menerangkan perbedaan antara Rafidhah dan Khawarij, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menjelaskan:

“Akar kesesatan mereka (Khawarij) adalah keyakinan mereka bahwasanya para Imam serta segenap kaum muslimin telah menyimpang dari kebenaran dan telah sesat. Itu pula yang merupakan akar kesesatan setiap kelompok yang menyimpang dari sunnah nabi, seperti halnya Rafidhah dan kelompok-kelompok lainnya! Kemudian mereka nyatakan kufur setiap perbuatan yang mereka anggap sebuah tindak kezhaliman. Lalu mereka menjatuhkan sanksi-sanksi hukum yang mereka ada-adakan atas setiap kekufuran!

Itulah tiga pokok dasar kelompok-kelompok yang menyimpang dari As-Sunnah, seperti Haruriyah (Khawarij), Rafidhah (Syi’ah) dan yang lainnya. Dalam setiap kesempatan mereka berusaha melepaskan asas-asas dasar Dienul Islam sehingga mereka keluar dari Islam sebagaimana panah melesat dari busurnya. Ibnu Taimiyah memandang akar bid’ah Khawarij dari dua sisi:

1. Menyelisihi sunnah Rasulullah.

2. Konseksuensi-konseksuensi batil yang ditimbulkannya.

Dalam Majmu’ Fatawa (19/72-73), Ibnu Taimiyah menerangkan: “Ada dua faktor utama yang menyebabkan kaum Khawarij ini menyempal dari jama’ah kaum muslimin:

1. Mereka telah menyelisihi Sunnah nabi. Mereka pandang jelek perkara yang baikbaik dan mereka pandang baik perkara yang buruk. Itulah yang mereka tunjukkan di hadapan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, yaitu ketika Dzul Khuweisharah At-Tamimi berkata kepada beliau: “Berlaku adillah, sesungguhnya engkau tidak berlaku adil!” Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menjawab: “Celakalah engkau, siapakah lagi yang berlaku adil jika aku tidak berlaku adil! Sungguh telah merugi dan celakalah diriku jika aku tidak berlaku adil!”

2. Mereka memvonis kafir kaum muslimin karena dosa dan kesalahan yang dilakukan, serta menerapkan sanksi-sanksi hukum atas vonis yang telah mereka jatuhkan itu, yaitu penghalalan darah dan harta kaum muslimin. Mereka menganggap negeri kaum muslimin sebagai darul harb (negeri kafir yang mesti diperangi) dan hanya negeri mereka sajalah yang berhak disebut darul iman.

Kemudian Syaikhul Islam menerangkan ekses-ekses negatif yang timbul akibat dua faktor di atas. Beliau menjelaskan: “Setiap muslim hendaknya berhati-hati dari dua faktor tersebut berikut dampak-dampak negatif yang ditimbulkannya, seperti membenci kaum muslimin, melaknat, mengecam serta menghalalkan darah dan harta mereka.

Kedua faktor di atas jelas menyelisihi kaidah Ahlu Sunnah wal Jama’ah. Sedang siapa saja yang menyelisihi Sunnah maka ia tergolong mubtadi’ (ahli bid’ah) yang telah menyimpang dari Sunnah Rasulullah. Barangsiapa mengkafirkan kaum muslimin karena dosa yang mereka perbuat kemudian memperlakukan mereka sebagai orang kafir, maka ia telah memisahkan diri dari Ahlu Sunnah wal Jama’ah. Perlu diketahui bahwa mayoritas ahlu bid’ah dan hawa nafsu muncul melalui dua faktor di atas.

PEMBAHASAN KETIGA: REFERENSI UTAMA DAN METODE KHAWARIJ DALAMPENGAMBILAN DALIL

Khawarij biasa berpegang kepada tekstual ayat-ayat Al-Qur’an. Mereka menolak haditshadits nabi yang sepintas lalu bertentangan dengan tekstual ayat-ayat tersebut. Bahkan mereka tidak segan-segan membuang hadits-hadits mutawatir dengan alasan bertentangan dengan teks ayat. Ibnu Taimiyah menuturkan sebagai berikut: “Apabila Anda telah mengetahui akar-akar bid’ah dari uraian sebelumnya, maka ketahuilah bahwa akar bid’ah Khawarij adalah memvonis kafir pelaku dosa. Mereka yakini sebagai dosa perkara-perkara yang sebenarnya bukan dosa. Mereka memandang wajib mengikuti Al-Qur’an saja dan menolak hadits yang bertentangan dengan teks ayat Al-Qur’an, meskipun hadits tersebut derajatnya mutawatir. Dan memvonis kafir orang-orang yang tidak sependapat dengan mereka. Bahkan mereka membolehkan berbuat apa saja terhadap orang- orang yang menyelisihi mereka melebihi perlakuan terhadap orang-orang kafir, dengan keyakinan orang-orang tersebut telah murtad dari Islam. Oleh sebab itu Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam menatakan bahwa: Mereka membunuhi kaum muslimin dan membiarkan para penyembah berhala. Dengan dasar itu mereka mengkafirkan Utsman, Ali serta para pembela mereka berdua. Dan mereka juga mengkafirkan orang-orang yang turut serta dalam kancah peperangan Shiffin! Masih banyak lagi pemikiran-pemikiran mereka yang kotor lainnya! (Silakan lihat Majmu’ Fatawa 3/355)

Kaum Khawarij telah terjerumus dalam dua perkara yang sangat berbahaya:

1. Meninggalkan kewajiban berpegang teguh dengan sunnah nabi. Mereka berpendapat bahwa hal itu tidak wajib! Dalam Majmu’ Fatawa (20/104), Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata: “Dosa dan kesalahan ahlu bid’ah adalah karena meninggalkan apa yang telah diperintahkan kepada mereka, yaitu mengikuti Sunnah nabi dan menetapi jama’ah kaum muslimin. Akar bid’ah Khawarij adalah keyakinan mereka bahwa mentaati Rasul hukumnya tidak wajib bila bertentangan dengan teks Al-Qur’an menurut persepsi mereka. Sikap tersebut merupakan salah satu bentuk meninggalkan kewajiban.”Dalam kesempatan lain beliau menambahkan: “Kaum Khawarij beranggapan bahwa Rasul bisa berbuat zhalim dan tersesat dalam sunnahnya, oleh karena itu menurut mereka mentaati dan mengikuti rasul bukanlah suatu keharusan. Mereka hanya mempercayai apa yang disampaikan Rasul di dalam Al-Qur’an, adapun As-Sunnah yang menurut mereka bertentangan dengan tekstual Al-Qur’an, tidaklah mereka terima.” (Silakan lihat Majmu’ Fatawa 19/73)

2. Menafsirkan Al-Qur’an dengan akal pikiran mereka.

Selain tidak menerima As-Sunnah yang menurut klaim mereka bertentangan dengan tekstual Al-Qur’an, mereka juga memahami AlQur’an seenak perut mereka saja, mereka menafsirkannya menurut logika dan hawa nafsu. Terutama dalam menafsirkan nash-nash yang berisi ancaman, mereka jatuh dalam kekeliruan yang fatal dalam menafsirkannya. Ketika mengulas perbedaan antara bid’ah Rafidhah dengan Khawarij Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata: “Diantara perbedaan tersebut: Khawarij mengikuti nash-nash Al-Qur’an yang mereka pahami sendiri, sementara Rafidhah mengikuti Imam Ma’shum yang sebenarnya tidak ada. Dalam hal ini Khawarij lebih bagus daripada Rafidhah.” (Silakan lihat Majmu’ Fatawa 28/483)

Demikianlah penilaian Ibnu Taimiyah setelah kita ketahui bersama bahwa beliau menggolongkan keduanya sebagai bid’ah yang besar!

Dalam kesempatan lain Ibnu Taimiyah menyatakan: “Demikian pula kaum Khawarij ini menganut keyakinan wajibnya mengikuti Al-Qur’an meskipun mereka pahami menurut akal pikiran mereka dan berkeyakinan tidak wajib mengikuti As-Sunnah yang bertentangan dengan tekstual ayat Al-Qur’an. Sementara Rafidhah menganut keyakinan wajibnya mengikuti Madzhab Ahli Bait, mereka mengklaim bahwa diantara Ahli Bait terdapat Imam yang ma’shum, yang tidak ada satupun ilmu yang tersembunyi atasnya, tidak pernah salah, baik disengaja, terlupa ataupun sadar.” (Lihat Majmu’ Fatawa 28/491)

Bagi yang mengikuti uraian Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah di atas tentulah dapat melihat bahwa: Khawarij tidak memiliki buku-buku yang berbicara khusus tentang dasar-dasar pemikiran mereka. Pemikiran-pemikiran tersebut dibiarkan terekam di dalam akal mereka tidak dituangkan dalam bentuk tulisan. Di samping itu mereka menyokongnya dengan asas-asas bid’ah. Dengan itu mereka leluasa menjatuhkan vonis kafir terhadap orang-orang yang mereka anggap murtad dan memaksa kaum muslimin lainnya untuk menjatuhkan vonis kafir tersebut. Oleh sebab itu sangat sulit mendeteksi mereka pada awal kemunculannya sehingga mereka memiliki wilayah tempat mewujudkan seluruh bid’ah-bid’ah mereka itu.

Berbeda dengan kelompok-kelompok bid’ah lainnya yang memiliki buku-buku yang menjelaskan dasar-dsar pemikiran kelompok masing-masing sehingga akar bid’ah mereka lebih mudah diidentifikasi.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. berkata: “Kaum Khawarij hanya mengikuti As-Sunnah yang telah terperinci bukan yang menyelisihi tekstual AlQur’an. Menurut mereka boleh jadi seorang pezina tidak hukum rajam, tidak ada batasan tertentu yang menyebabkan seseorang berhak dipotong tangannya karena mencuri, seorang murtad tidak perlu dihukum mati, karena semua itu (yakni rajam, batasan barang yang dicuri hingga pencurinya berhak dipotong tangannya dan hukuman bagi orang murtad) tidak disebutkan dalam Al-Qur’an.

Pemikiran-pemikiran Khawarij dapat kita ketahui melalui penukilan-penukilan orang tentang mereka. Kita belum mendapatkan satupun buku yang mereka karang tentang dasar-dasar pemikiran mereka. Sebagaimana kita dapat temui buku-buku tentang dasardasar pemikiran Mu’tazilah, Rafidhah, Zaidiyah, Karramiyah, As’ariyah, Salimiyah,Madzhab yang empat, Zhahiriyah, Ahlu Hadits, Falasifah, Shufiyah dan lain-lain.” (Silakan lihat Majmu’ Fatawa 13/48-49)


www.ibnuramadan.wordpress.com